Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah (Ist)
MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menilai pemberian amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, dan abolisi bagi mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menandakan bahwa pemerintah membuka ruang pengampunan bagi pelaku pidana. Menurutnya, keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti dan abolisi atas pertimbangan DPR RI itu merupakan bagian dari proses rekonsiliasi.
“Pemberian amnesti dan abolisi ini menunjukkan bahwa pemerintah siap membuka ruang pengampunan dan memulai proses rekonsiliasi. Keputusan ini tentu dapat membantu meningkatkan stabilitas politik,” kata Abdullah, Senin (4/8/2025).
Seperti diketahui, DPR RI menyetujui pemberian abolisi untuk terdakwa kasus impor gula Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan amnesti terhadap 1.116 terpidana termasuk terdakwa kasus suap PAW DPR RI Hasto Kristiyanto, sebagaimana diusulkan Presiden Prabowo Subianto.
Adapun pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto bermakna menghentikan pelaksanaan hukuman dan memulihkan nama baik yang bersangkutan. Sementara abolisi terhadap Thomas Lembong, yakni menghentikan proses hukum yang tengah berjalan, artinya yang bersangkutan tidak lagi menghadapi tuntutan hukum.
Abdullah pun meyakini, Presiden Prabowo telah mempertimbangkan keputusan ini secara matang sebelum mengusulkannya ke DPR, termasuk soal dampak politik ke depan.
“Pemberian amnesti dan abolisi tentu memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem hukum kita. Karena itu, prinsip-prinsip hukum seperti asas legalitas, asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), serta asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) tetap harus menjadi fondasi utama dalam setiap proses penegakan hukum,” jelasnya.
Anggota komisi bidang hukum DPR itu menekankan bahwa keputusan presiden harus dihormati selama dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, kepentingan umum, transparansi, dan akuntabilitas. Serta, kata Abdullah, dengan pertimbangan yang objektif.
“Selama dijalankan dalam kerangka hukum yang benar dan berpihak pada keadilan, keputusan ini perlu dihormati sebagai bagian dari kewenangan konstitusional Presiden,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.
Abdullah juga mengingatkan bahwa kasus dua tokoh tersebut telah menjadi perbincangan luas di kalangan akademisi, pengamat, dan ahli hukum, serta menjadi perhatian serius di lingkungan DPR RI. Oleh karenanya, ia meminta agar ke depan tidak ada lagi praktik-praktik hukum yang manipulatif atau putusan yang sarat kepentingan.
“Kita tidak ingin lagi melihat akrobatik hukum yang justru merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum,” pungkas Abdullah.
MONITOR, Jakarta - Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia (Forjukafi) turut memeriahkan acara Zakat Wakaf…
MONITOR, Jakarta - Potensi zakat Indonesia diperkirakan mencapai Rp220 triliun per tahun, jauh di atas…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyapa dan menemui masyarakat Bali yang terdampak banjir…
MONITOR, Banten - Wujud kepedulian sosial kembali ditunjukkan oleh unsur KN. Tanjung Datu-301 dengan menggelar…
MONITOR, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana…