NASIONAL

DPR Berperan Batalkan Program Rumah Subsidi 18 Meter Persegi yang Tak Manusiawi

MONITOR, Jakarta – Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) akhirnya membatalkan usulan soal wacana pengecilan batas minimal luas rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Pembatalan terhadap usulan rumah subsidi yang dianggap tak manusiawi karena terlalu kecil itu dinilai salah satunya adalah berkat peran DPR.

Dosen Departemen Administrasi Publik Universitas Andalas, Ilham Aldelano Azre berpandangan DPR tidak hanya menyuarakan penolakan, tetapi juga memberikan dorongan kuat terhadap keputusan pemerintah membatalkan ide rumah subsidi seluas hanya 18 meter persegi.

“Untungnya DPR bergerak cepat menyuarakan penolakan rakyat. Artinya DPR juga punya peran penting atas batalnya usulan rumah subsidi 18 meter persegi yang dianggap kurang manusiawi,” kata Ilham Aldelano Azre, Senin (14/7/2025).

Seperti diketahui, wacana ini berawal saat Kementerian PKP mengusulkan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi, sedangkan luas tanahnya di 25-200 meter persegi. Ukuran itu mengecil dari ketentuan sebelumnya yaitu 21-36 meter persegi dan luas tanah minimum 60 meter persegi.

Usulan pengecilan rumah subsidi itu tertuang dalam draft Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025. Menteri PKP Maruarar Sirait berargumen luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu besar sangat sesuai dengan lahan yang semakin terbatas.

Maruarar Sirait juga berargumen usulan jtu muncul setelah ia mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota. Namun usulan rumah subsidi dengan luas hanya 18 meter persegi mendapatkan kritik tajam dari berbagai kalangan mulai dari anggota DPR hingga masyarakat, karena dianggap tak manusiawi.

Bahkan kritikan juga datang dari pengembang, pengamat properti, arsitek, bahkan Satuan Tugas (Satgas) Perumahan. Semua pihak mempertanyakan kelayakan rumah tersebut. Sebab, rumah 18 meter persegi hanya bisa memuat maksimal 2 orang dewasa di dalamnya.

Kemudian, luas ruangan tersebut terbatas, hanya memiliki 1 kamar tidur, kamar mandi, dan satu ruang multi fungsi yang terdiri dari dapur, ruang tv, ruang tamu, hingga ruang cuci pakaian. Beberapa ada juga yang mengingatkan soal dampak sosial hingga kesehatan dari bangunan rumah yang sangat kecil tersebut.

Sejumlah anggota Komisi V turut mengkritisi usulan rumah subsidi 18 meter karena dianggap tidak manusiawi dan tidak layak huni. Seperti Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri yang menyebut usulan rumah subsidi seluas 18 meter persegi berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, psikologis penghuninya, hingga masalah sosial seperti permukiman padat penduduk yang kumuh.

Sementara itu Anggota Komisi V DPR Yanuar Arif Wibowo meminta Pemerintah tak semena-mena dalam membuat program rumah subsidi. Ia menekankan standar rumah subsidi sudah jelas diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011, yakni minimal 36 meter persegi.

Apabila pemerintah tetap memaksakan model superkecil, maka itu bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap amanat undang-undang dan semangat konstitusi. Setelah mendapatkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk DPR, Menteri KemenPKP Maruarar Sirait akhirnya memutuskan membatalkan rencana program rumah subsidi 18 meter persegi.

Menteri PKP menyampaikan pembatalan wacana rumah subsidi menjadi 18 meter persegi dalam rapat kerja bersama komisi V DPR beberapa waktu lalu. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas ide tersebut.

Terkait pembatalan usulan rumah subsidi 18 meter ini, Azre menilai hal tersebut membuktikan bahwa DPR terus menjadi penyambung suara rakyat.

“DPR tak cuma asal kritik, mereka lantang menolak ide rumah mungil itu karena dianggap tak manusiawi. Desakan dan dorongan mereka sangat vital, sampai akhirnya ide itu dibatalkan,” tuturnya.

“Ini menunjukkan bahwa DPR selaku lembaga legislatif bukan sekadar ‘stempel’ tapi mitra strategis yang mengawal kebijakan agar berpihak pada rakyat, melalui pelaksanaan fungsi pengawasannya,” imbuh Azre.

Azre pun menilai langkah cepat dari DPR ini sebagai kabar baik. Sebab, pembatalan usulan rumah subsidi 18 meter menunjukkan sinergi nyata antara DPR dan pemerintah.

“Sinergi positif antara pemerintah dan DPR bisa melahirkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat. Pembatalan rumah dengan luas 18 meter persegi adalah bukti nyata keberhasilan kolaborasi antar kelembagaan,” jelasnya.

Azre juga menyebut isu soal rumah subsidi ini telah membuktikan demokrasi di Indonesia masih berjalan dengan baik. Termasuk dalam hal kolaborasi antara pemerintah dan DPR dalam membuat suatu kebijakan.

“Ini juga sekaligus menunjukkan berjalannya fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah,” terang Azre.

Azre berharap agar harmoni yang baik antara DPR dan pemerintah dapat terus dilakukan dalam pembahasan kebijakan lain yang diperlukan masyarakat.

“Ke depan, harapannya semangat ini terus terjaga, apalagi dengan Bapak Prabowo sebagai Presiden, program perumahan layak harus jadi prioritas. Jangan sampai program mulia ini kandas hanya gara-gara ide yang kurang matang dan tidak memikirkan kelayakan,” ujarnya.

Di sisi lain, Azre menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang intens antara pemerintah dan DPR untuk menjaga kualitas kebijakan yang dihasilkan.

“Komunikasi yang intens antara pemerintah dan DPR itu kunci dari keberhasilan suatu program dan kebijakan. Dalam pelaksanaannya, DPR harus terus jadi suara rakyat dan aktif menjalankan fungsi pengawasannya, dan pemerintah harus mau mendengarkan ketika ada kritikan baik dari rakyat maupun dari DPR,” sebut Azre.

“Dengan begitu, kita harus percaya bahwa setiap program bisa berhasil dan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Mari kita kawal bersama,” tambahnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri mengingatkan pentingnya menjaga kualitas rumah subsidi yang diberikan kepada masyarakat. Menurutnya KemenKP perlu mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memangkas batas minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi.

Irine mengingatkan kepentingan memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak boleh mengorbankan kualitas hunian.

“Rumah subsidi bukan sekadar soal luasan, tapi juga soal kenyamanan dan kelayakan tinggal. Jika rumah dibuat terlalu kecil, tidak hanya ruang hidup yang terbatas, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan psikologis bagi penghuninya,” kata Irine pada 11 Juni lalu.

Irine mengingatkan kepentingan memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak boleh mengorbankan kualitas hunian. Ia menekankan bahwa taraf kelayakan hidup masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perumahan.

“Jika kebijakan ini diterapkan tanpa kajian mendalam dan pengawasan ketat, kita khawatir akan menimbulkan risiko kawasan permukiman padat dan kumuh,” ungkap Irine.

Senada dengan Irine, Anggota Komisi V DPR Yanuar Arif Wibowo juga menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan Indonesia masih memiliki cukup lahan untuk membangun rumah yang manusiawi dan layak huni.

“Kita ini bukan Hong Kong. Lahan kita masih luas. Tidak bisa disamakan. Membangun rumah bukan cuma soal atap dan tembok, tetapi ada nilai sosial, budaya, bahkan spiritual di dalamnya,” ucap Yanuar dalam sebuah dialog, Selasa (17/6).

Yanuar menekankan standar rumah subsidi sudah jelas diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011, yakni minimal seluas 36 meter persegi. Apabila pemerintah tetap memperkecil ukuran rumah, maka berpotensi melanggar amanat UU.

“Kalau mau bangun rumah 18 meter, silakan saja untuk proyek komersial tetapi kalau pakai FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), itu harus ikut aturan. Jangan dikurangi seenaknya,” tegas Yanuar.

Recent Posts

Wujud Kepedulian Sosial, JTT Berikan Bantuan Sarana Pendidikan di Awal Tahun Ajaran Baru

MONITOR, Bekasi - Sebagai wujud komitmen terhadap kepedulian sosial perusahaan, PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT)…

32 menit yang lalu

Calon Siswa Madrasah Ibtidaiyah Bercita-cita Jadi Presiden

MONITOR, Jakarta - Seorang anak berusia enam tahun bernama Syahrul mencuri perhatian Menteri Agama Nasaruddin…

1 jam yang lalu

Kemenperin Klaim Desain Kemasan Berperan Penting Angkat Daya Saing Produk IKM

MONITOR, Jakarta - Fungsi kemasan tak sekadar menjadi pemanis atau pelindung bagi sebuah produk, tetapi…

3 jam yang lalu

PT JMTO Raih Prestasi di Turnamen Tenis Meja Direktorat Operasi Jasa Marga 2025

MONITOR, Jakarta - Dalam rangka mempererat sinergi dan semangat sportivitas antarunit kerja, Direktorat Operasi PT…

4 jam yang lalu

PB IKA-PMII Priode 2025-2030 Resmi Dikukuhkan, Ini Susunanya!

MONITOR, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII) priode…

4 jam yang lalu

40 Jemaah Masih Dirawat di Saudi, KUH Rilis Nomor yang Bisa Dihubungi Keluarga

MONITOR, Jeddah - Operasional penyelenggaraan ibadah haji 1446 H selesai pada 11 Juli 2025 seiring…

5 jam yang lalu