Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi (Ist)
MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menanggapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan sebanyak 1,01 juta pengganguran di Indonesia merupakan lulusan universitas alias sarjana. Ia mengaku miris ada jutaan masyarakat berpendidikan tinggi yang menganggur di saat Indonesia menuju puncak bonus demografi pada tahun 2030-2045.
“Lebih dari 1 juta sarjana menganggur? Ini ironi besar di tengah bonus demografi yang katanya menjadi peluang untuk Indonesia Emas,” kata Nurhadi, Jumat (4/7/2025).
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan terbaru yang menyebut bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan universitas alias sarjana.
Data tersebut ditampilkan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli saat menyampaikan sambutannya dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025, Rabu (2/7).
Dalam data BPS yang ditampilkan Menaker, tercatat bahwa tingkat pengangguran pada Februari berada di angka 4,76 persen dari angkatan kerja Indonesia berdasarkan status pendidikannya.
Di jajaran pertama, jumlah pengangguran paling banyak berasal dari status pendidikan SD dan SMP sebanyak 2,42 juta orang. Di posisi kedua, ada masyarakat dengan status pendidikan SMA sebanyak 2,04 juta.
Pada posisi ketiga, pendidikan SMK menyumbang pengangguran sebanyak 1,63 juta orang, disusul lulusan universitas ada sebanyak 1,01 juta orang. Terakhir ada lulusan diploma dengan sumbangsih 177,39 ribu orang pengangguran.
Nurhadi menyayangkan alokasi dana triliunan rupiah untuk pendidikan tinggi tidak menjamin terciptanya angkatan kerja yang mumpuni. Padahal, Pemerintah telah mengalokasikan Rp 4,7 triliun untuk investasi dan peningkatan sarana prasarana di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akademik, termasuk peralatan praktik, laboratorium, dan fasilitas pelatihan.
Secara keseluruhan, Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 76,4 triliun untuk sektor pendidikan dari APBN 2025. Menurut Nurhadi, Pemerintah telah gagal menyelaraskan lulusan berpendidikan dengan kesiapan dunia kerja.
“Kita sedang menghadapi situasi absurd. Negara mengeluarkan triliunan rupiah untuk pendidikan tinggi, tapi hasilnya justru ‘parkir’ jadi pengangguran,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
“Ini bukan sekadar angka statistik, ini kegagalan sistemik! Mau sampai kapan bangsa ini pura-pura tidak tahu kalau link and match pendidikan dengan dunia kerja itu macet total?,” sambung Nurhadi.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan ini mengatakan, penetapan upah bagi lulusan sarjana yang tak jauh berbeda dengan lulusan SMA sama saja dengan merampok hak warga negara yang ingin mendapatkan penghidupan layak dengan kualitas hidup lebih baik. Alih-alih efisiensi, kata Nurhadi, hal tersebut justru merampas martabat intelektual lulusan sarjana.
“Kalau lulusan S1 dipaksa kerja dengan upah setara lulusan SMA, itu bukan efisiensi, itu perampasan martabat intelektual!” tukasnya.
“Banyak sarjana menolak kerja bukan karena mereka malas, tapi karena sistem dunia kerja kita melecehkan kompetensi,” imbuh Nurhadi.
Nurhadi pun menekankan bahwa gaji yang tidak layak, posisi yang tidak sesuai latar belakang akademik, dan orientasi perusahaan yang hanya mau tenaga murah sama saja merebut hak dasar warga negara.
“Untuk itu negara harus hadir, jangan hanya jadi penonton pasar yang kejam,” tegasnya.
Menurut Nurhadi, jangan salahkan lulusan sarjana jika enggan bekerja di daerah lantaran kurangnya aspek-aspek penghidupan yang layak di tengah arus globalisasi. Sebab itu bukan salah mereka, tapi negara yang membiarkan ketimpangan terus berlanjut setiap tahunnya.
“Kalau daerah tak manusiawi buat hidup, jangan salahkan anak muda yang enggan tinggal di sana. Pemerintah jangan cuma nyuruh pindah ke desa, tapi fasilitas hidup di desa tidak dapat menjangkau kebutuhan mereka,” papar Nurhadi.
“Akses internet, layanan kesehatan, tempat tinggal, transportasi, itu semua tanggung jawab negara,” sambungnya.
Nurhadi lalu memberi perumpamaan tentang bagaimana produktivitas SDM saat ini tidak dibarengi dengan penyiapan lapangan pekerjaan.
“Kita ini sedang panen sarjana tapi ladangnya kosong! Seharusnya Pemerintah sudah mempersiapkan sejak jauh hari demi memberdayakan SDM-SDM muda Tanah Air,” ungkap Nurhadi.
Oleh karena itu, anggota Fraksi NasDem DPR RI tersebut mendorong transformasi ketenagakerjaan yang bukan hanya menyerap jumlah, namun juga tepat guna. Nurhadi juga mengingatkan Pemerintah untuk tidak membiarkan anak-anak muda berpendidikan tinggi terseret arus fenomena’ kerja apa saja’, hanya karena sistemnya tak adil dan negara gagal mengatur lapangan kerja berbasis kompetensi.
“Kami tak akan diam melihat angka 1 juta sarjana menganggur. Ini bukan sekadar masalah ekonomi, ini bom sosial, ini bentuk pengabaian terhadap generasi emas bangsa,” tuturnya.
“Pemerintah harus serius membuat reformasi pendidikan vokasional, penyerapan tenaga kerja berbasis digital dan industri masa depan,“ pungkas Nurhadi.
MONITOR, Jakarta - Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag membuka pendaftaran…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menyoroti peningkatan polusi udara di…
MONITOR, Surabaya - Komisi IV DPR RI menyampaikan apresiasi terhadap langkah-langkah konkret Kementerian Pertanian dalam…
MONITOR, Jawa Timur - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Wamen UMKM) Helvi Moraza…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani menanggapi isu yang berkembang terkait ancaman gugatan yang…
MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag mendukung Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) bagi…