PARLEMEN

Komisi I DPR Khawatir Konflik Iran dan Israel Meluas Antar Negara Besar, Tegaskan RI Harus Waspada

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin khawatir konflik di Timur Tengah kian memanas menyusul semakin tingginya intensitas perang antara Iran dan Israel. Ia pun meminta Pemerintah mewaspadai dampak eskalasi perang di Timur Tengah itu, termasuk terhadap pasokan energi dengan adanya kemungkinan penutupan Selat Hormuz.

Menurut TB Hasanuddin, eskalasi konflik Iran dan Israel yang semakin memanas setelah keterlibatan langsung militer Amerika Serikat dalam membombardir tiga fasilitas nuklir di Iran harus diantisipasi. Ia menilai serangan AS terhadap Iran dapat memicu respons militer lanjutan.

“Ada potensi peningkatan konflik jika Iran melakukan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Irak, Suriah, Qatar, atau UEA,” kata TB Hasanuddin, Selasa (24/6/2025).

Anggota Komisi Pertahanan dan Hubungan Internasional itu pun mengingatkan pentingnya dunia mengantisipasi semakin bergejolaknya konflik di Timur Tengah. TB Hasanuddin menyebut kemungkinan eskalasi juga meningkat jika Iran menyerang kapal perang atau tanker minyak di Teluk Persia.

“Penguatan kelompok militan pro-Iran seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Irak juga dapat melancarkan serangan asimetris terhadap AS, Israel, dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah,” paparnya.

TB Hasanuddin menyebut konflik dapat semakin meluas apabila ketegangan di Timur Tengah terus meningkat.

“Bukan tidak mungkin konflik ini meluas menjadi perang terbuka yang melibatkan negara-negara besar seperti Rusia, China, Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat,” ungkap TB Hasanuddin.

Lebih lanjut, TB Hasanuddin menilai memanasnya situasi di Timur Tengah juga dapat menimbulkan ancaman serius terhadap kestabilan pasokan energi global terkait peran strategis Selat Hormuz dalam distribusi minyak dunia.

“Blokade Selat Hormuz akan menyebabkan terganggunya pasokan minyak dan memicu kenaikan harga minyak mentah dunia,” sebut Mayjen (Purn) TNI itu.

Seperti diketahui, eskalasi konflik Iran dan Israel semakin memanas setelah keterlibatan langsung militer Amerika Serikat dalam menyerang Iran.

Iran pun mengancam akan menutup Selat Hormuz yang amat penting untuk sekitar 20 persen permintaan minyak dan gas dunia itu. Ancaman tersebut disampaikan sebagai cara untuk menangkal tekanan negara-negara Barat yang kini mencapai puncaknya setelah AS menyerang fasilitas nuklir Iran.

Ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran dampaknya langsung mengkhawatirkan pasar energi global. Bagi Indonesia, yang masih sangat bergantung pada impor minyak dan gas, gangguan di Selat Hormuz bisa memicu krisis energi dalam negeri.

Di sisi lain, harga minyak mentah Brent naik dari USD 65 per barrel di awal Juni menjadi USD 73 di pertengahan Juni 2025. Jika Iran menutup selat ini, maka dapat dibayangkan apa yang terjadi terhadap harga minyak dan LNG ke depan. Ada yang berspekulasi bahwa harga minyak mentah bisa naik diatas USD 90 per barrel.

Walaupun hingga saat ini kedua negara belum menargetkan serangan ke fasilitas-fasilitas migas, namun potensi serangan tetap ada dan ini merugikan suplai minyak mentah dunia. Iran sendiri diketahui memiliki cadangan minyak nomor delapan di dunia dan cadangan gas nomor empat di dunia. Diperkirakan 3% suplai minyak mentah di dunia akan terganggu.

Sebagai negara importir minyak utama dari Timur Tengah, Indonesia diperkirakan akan terdampak dalam beberapa hal, antara lain pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada APBN, kenaikan harga BBM domestik, serta inflasi akibat tekanan terhadap daya beli masyarakat.

Selain itu, Indonesia juga mengalami hambatan pasokan energi lain, yaitu LPG yang diimpor dari Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) yang melewati Selat Hormuz.

“Peningkatan biaya logistik juga akan terjadi jika Indonesia harus mencari jalur alternatif untuk suplai energi,” ujar TB Hasanuddin.

Keputusan Iran untuk menutup Selat Hormuz belum final karena keputusan Dewan Tertinggi Keamanan Iran tersebut harus diambil setelah parlemen mendukung penuh rencana blokade Selat Hormuz. Parlemen Iran sendiri belum mengadopsi rancangan undang-undang berkaitan dengan rencana itu.

Untuk mengantisipasi kemungkinan krisis energi apabila Iran memblokade Selat Hormuz, TB Hasanuddin menyarankan agar Indonesia segera mengambil langkah strategis.

Beberapa di antaranya seperti diversifikasi energi ke sektor energi terbarukan, mengupayakan diplomasi energi dengan negara-negara di luar Teluk Persia, serta memperkuat cadangan energi strategis dan mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri.

“Hal ini penting untuk menghindari Indonesia dari krisis energi jika eskalasi konflik makin tinggi,” tutupnya.

Recent Posts

Perkuat UMKM Perempuan, Kementerian UMKM Luncurkan Program LAKSMI

MONITOR, Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berkolaborasi dengan Yayasan Cinta Anak…

19 menit yang lalu

Menag Promosikan Pancasila dan Diversity di Singapura

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mempromosikan Pancasila dan diplomasi agama sebagai solusi global…

59 menit yang lalu

Guru Besar UIN Jakarta Sebut Serangan AS ke Iran Picu Radikalisme dan Terorisme

MONITOR, Jakarta - Amerika Serikat menyerang tiga fasilitas nuklir Iran. Serangan ini dikhawatirkan memicu perang,…

1 jam yang lalu

DPR Kembali Bersidang, Puan Ungkap Dewan Soroti Isu Ojol Hingga Dampak Konflik Perang

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi fokus…

1 jam yang lalu

Buka Sidang DPR, Puan Apresiasi Prabowo Selesaikan Masalah Raja Ampat dan Sengketa 4 Pulau Aceh

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani membuka Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025…

2 jam yang lalu

Ngaji Budaya Muharam, Budayawan Ngatawi Al Zastrouw: Kearifan Lokal sebagai Vaksinasi Kultural

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama menggelar Ngaji Budaya Tradisi Muharam di Nusantara di Auditorium HM…

3 jam yang lalu