PARLEMEN

DPR: Rumah Subsidi Harus Layak, Bukan Picu Permukiman Kumuh

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menegaskan pentingnya menjaga kualitas rumah subsidi yang diberikan kepada masyarakat. Menurutnya rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP) memangkas batas minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi sebagai kebijakan yang perlu dikaji ulang secara menyeluruh.

Irine mengingatkan kepentingan memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak boleh mengorbankan kualitas hunian.

“Rumah subsidi bukan sekadar soal luasan, tapi juga soal kenyamanan dan kelayakan tinggal. Jika rumah dibuat terlalu kecil, tidak hanya ruang hidup yang terbatas, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan psikologis bagi penghuninya,” kata Irine, Rabu (11/6/2025).

Adapun Kementerian PKP mengusulkan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi, sedangkan luas tanahnya di 25-200 meter persegi. Ukuran itu mengecil dari ketentuan sebelumnya yaitu 21-36 meter persegi dan luas tanah minimum 60 meter persegi.

Usulan pengecilan rumah subsidi itu tertuang dalam draft Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025. Namun usulan ini tidak mendapatkan persetujuan dari Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo.

Berdasarkan keterangan Anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang, Hashim tidak dilibatkan oleh Menteri PKP Maruarar Sirait ihwal rencana tersebut. Maruarar berargumen luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu besar sangat sesuai dengan lahan yang semakin terbatas.

Terkait hal ini, Irine menekankan bahwa pembangunan perumahan rakyat harus didukung standar teknis yang memadai seperti tata ruang dan kualitas bangunan.

“Kita juga harus memperhatikan infrastruktur pendukung seperti air bersih, sanitasi, dan akses transportasi yang mudah untuk memastikan kehidupan yang layak bagi masyarakat,” tuturnya.

Irine pun menekankan bahwa taraf kelayakan hidup masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perumahan.

“Jangan lihat rumah subsidi hanya sebagai bangunan, tapi penting untuk membangun mindset bahwa rumah subsidi adalah tempat tinggal yang menentukan kualitas hidup jangka panjang bagi penghuninya,” tegas Irine.

Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan perumahan rakyat itu berpandangan, langkah pemerintah menaikkan batas penghasilan penerima rumah subsidi memang perlu dipertimbangkan untuk memperluas jangkauan manfaat. Namun, kata Irine, kebijakan itu harus diiringi dengan perhatian serius terhadap kualitas hunian.

“Jika kebijakan ini diterapkan tanpa kajian mendalam dan pengawasan ketat, kita khawatir akan menimbulkan risiko kawasan permukiman padat dan kumuh,” papar Legislator dari Dapil Maluku Utara itu.

Karenanya, Irine mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dengan mempertimbangkan tidak hanya sisi ekonomi, tetapi juga aspek sosial dari setiap perubahan regulasi.

“Jika pengurangan ukuran rumah subsidi dilakukan tanpa kajian dan pengawasan ketat, ini berpotensi menimbulkan permasalahan sosial baru. Jadi rumah subsidi haruslah layak, bukannya menjadi pemicu timbulnya permukiman kumuh,” tegas Irine.

Irine juga sepakat dengan sejumlah hal yang disampaikan oleh Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Saat membuka Konferensi Internasional Infrastruktur atau International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 hari ini, AHY menekankan urgensi ‘jam demografi’ dan terus memburuknya backlog pemenuhan hunian yang kini telah mencapai puluhan juta unit secara nasional.

“Saya sepakat dengan pernyataan Pak Menko, Mas AHY, terutama tentang poin ‘jam demografi’ kaitannya dengan backlog pemenuhan hunian akan terus balap-balapan. Tapi dengan catatan, tidak bisa juga semena-mena menaikkan tarif pajak hunian tapak yang sudah existing dan pengurangan luasan rumah subsidi,” paparnya.

Irine pun mengingatkan agar pendekatan yang diambil pemerintah harus dilakukan secara komprehensif dan berkeadilan. Dalam memaksimalkan program rumah subsidi, ia meminta pemerintah tidak hanya mengejar angka pembangunan semata.

“Pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat adalah investasi jangka panjang yang harus dikelola dengan matang. Jangan sampai semangat memperbanyak rumah justru menimbulkan masalah baru yang lebih besar,” tutup Irine.

Recent Posts

SAA 2025, 633 Mahasiswa Berprestasi UIN Jakarta Raih Penghargaan Prestasi Nasional dan Internasional

MONITOR, Jakarta - Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Student Achivement Award (SAA)…

3 jam yang lalu

Teknologi Informasi Digital Dalam Pendidikan Islam

Ratna Dewi, M.PdDosen STAI Al-Hikmah JakartaMahasiswa S3 SPs UIN Jakarta Pendidikan adalah sebuah eksistensi dalam…

3 jam yang lalu

Puan Ungkap Komitmen RI Capai Target SDGs di Forum MIKTA, Pendidikan Pilar Utama

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara tentang pentingnya peran parlemen dalam mendorong…

5 jam yang lalu

DPR Dorong Penyelamatan Industri Baja Nasional, Saatnya Revitalisasi Total

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menyoroti serius kondisi industri…

5 jam yang lalu

Dorongan DPR soal Pembentukan TGPF di Kasus Kwitang Tunjukkan Empati dan Keberpihakan Publik

MONITOR, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk…

21 jam yang lalu

Bertemu Ketua Parlemen Korsel, Puan Dorong Kerja Sama Investasi Hijau dan Budaya

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani melakukan pertemuan bilateral dengan Ketua Majelis Nasional…

22 jam yang lalu