Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan (Foto: Ist)
MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mengkritik usulan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) menjadi 70 tahun. Ia pun menegaskan pentingnya regenerasi dan mendorong agar urusan ASN difokuskan pada perbaikan tata kelola yang berbasis kinerja.
Meski bertujuan meningkatkan profesionalisme ASN, Irawan menyebut usulan kenaikan usia pensiun ASN harus dikaji secara mendalam dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap efektivitas pelayanan publik di tingkat daerah.
Irawan menilai, Revisi Undang-undang (RUU) ASN lebih baik dimaksimalkan dalam rangka mempersiapkan konsep dan sistem pensiun ASN dibanding soal perpanjangan batas usia pensiun. “Saat ini design pensiun ASN tidak cukup memadai untuk memberikan perlindungan hari tua bagi ASN. Selain itu, nilai manfaat pensiun yang diterima ASN relatif sangat rendah dibandingkan dengan penghasilan aktif saat bekerja,” ungkap Irawan, Senin (2/6/2025).
Usulan batas usia pensiun ASN hingga mencapai 70 tahun dinilai justru menghambat regenerasi dalam sistem kepegawaian. Menurut Irawan, perpanjangan usia pensiun ASN akan mengganggu sistem meritokrasi yang dibuat untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) unggul.
“Semakin lama dia di situ, produktivitas kerjanya juga akan berpengaruh. Orang sudah bisa Dirjen segini umur 42 tahun. Jadi kalau dia di situ terus bisa 28 tahun lagi sampai usia 70 tahun pensiun, akhirnya di bawah ini nggak jalan regenerasinya,” katanya.
Irawan juga menilai, reformasi terhadap sistem pensiun ASN lebih mendesak dan relevan daripada mengubah batas usia pensiun ASN. “Kalau survei BPS kan, usia harapan hidup penduduk Indonesia 72 tahun, kalau pensiunnya 70 tahun, kapan mereka sama anak dan cucunya istirahat menikmati hari tua,” ujar Irawan.
Seperti diketahui, usulan batas usia pensiun ASN hingga 70 tahun agar masuk dalam RUU ASN ini disampaikan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional. Ketua Umum Korpri, Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan agar penambahan batas usia pensiun itu berbeda-beda disesuaikan dengan pangkat masing-masing ASN.
Korpri mengusulkan agar Pejabat Pimpinan Tinggi atau JPT Utama mencapai usia 65 tahun, JPT Madya atau eselon I mencapai BUP (batas usia pensiun) 63 tahun, JPT Pratama atau setingkat eselon II batas usia pensiunnya menjadi 62 tahun, dan eselon III dan IV 60 tahun. Sedangkan untuk Jabatan Fungsional Utama batas usia pensiunnya mencapai 70 tahun.
Irawan pun menyebut, Korpri tidak bisa membandingkan kenaikan usia pensiun ASN dengan kenaikan usia pensiun TNI-Polri. Ia juga menjelaskan perlunya kajian akademik yang memperhitungkan berbagai variabel, seperti perbedaan usia rekrutmen ASN dan jenis kepegawaian, termasuk PPPK dan PNS.
Lebih lanjut, Irawan mempertanyakan apakah usulan usia 70 tahun berlaku bagi semua jabatan, atau hanya jabatan tertentu. “Misalnya dia minta 70 tahun. Tapi usia rekrutmen kita berbeda-beda. Ada yang masuk usia 21, ada juga setelah 35. Durasi kerjanya kan beda-beda. Itu dulu yang harus dikaji. Belum lagi, ASN kita ada dua, PPPK dan PNS. Apakah yang dimaksud termasuk PPPK juga?” tukasnya.
“Namun kita terbuka saja untuk mendiskusikan dan membahasnya. Kebijakannya dikaji dulu. Tidak hanya mengenai angka usia pensiun. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, termasuk mengenai anggaran kalau dilakukan perpanjangan,” sambung Irawan.
Kendati demikian, Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan kepemerintahan dan reformasi birokrasi itu menegaskan, hingga kini belum ada usulan resmi dari pemerintah terkait batas usia pensiun ASN. Meskipun RUU ASN telah masuk dalam Prolegnas, kata Irawan, usulan tersebut masih sebatas dari Korpri, bukan dari pemerintah.
“Kalau kita kan masuk dalam Prolegnas Utama RUU ASN, ya bisa saja substansi usulan perubahan pemerintahan bisa jadi satu terkait masalah umur. Tapi kan itu belum menjadi usulan pemerintah, baru usulan Korpri. Korpri kan beda dengan pemerintahan,” jelasnya.
Di sisi lain, Irawan menegaskan bahwa reformasi sistem pensiun ASN lebih mendesak dari sekadar menaikkan batas usia pensiun itu sendiri. Menurutnya, yang paling utama bukan sekadar berapa lama ASN bekerja, melainkan bagaimana kualitas dan produktivitas mereka dalam menjalankan tugas, terutama dalam melayani masyarakat di daerah. “Saya sih lebih memilih untuk mendorong reformasi sistem pensiun. Karena sekarang kan orang berpikir lebih banyak yang didapat saat bekerja daripada saat pensiun. Padahal kalau sistem pensiunnya bagus, orang nggak akan mau kerja lagi, maunya pensiun aja,” tutur Irawan.
“Nah birokrasi yang kuat bukan hanya soal kuantitas usia, tapi kualitas kinerja dan inovasi dalam melayani publik,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Timur V itu.
Irawan pun khawatir jika batas usia pensiun terus diperpanjang tanpa mekanisme pembinaan dan akuntabilitas yang jelas, hal tersebut justru bisa menimbulkan stagnasi di birokrasi daerah yang berdampak pada pelayanan masyarakat. Bahkan ia menyebutkan potensi moral hazard jika seseorang menjabat terlalu lama di satu posisi.
“Semakin lama orang menduduki jabatan tersebut, potensi moral hazard semakin besar. Dan semakin lama dia di situ, produktivitas kerjanya juga turun. Regenerasi juga nggak jalan,” tegas Irawan.
Oleh karenanya, Irawan mendorong agar reformasi tata kelola ASN yang berbasis kinerja dan meritokrasi menjadi prioritas, termasuk pembenahan data kepegawaian dan manajemen ASN secara keseluruhan. Ia juga menyoroti pentingnya regenerasi dan kesempatan bagi generasi muda untuk berkontribusi dalam birokrasi daerah. “Masih banyak blind spot dalam tata kelola ASN kita. Itu dulu aja dibenahi. Dan itu bagian dari reformasi sistem. Kalau data aja belum rapi, gimana kita bisa menetapkan kebijakan umur yang akurat?” sebutnya.
“Peremajaan sumber daya manusia aparatur negara adalah kunci menuju pemerintahan yang efektif, efisien, dan responsif,” tambah Irawan.
Irawan menekankan bahwa kebijakan kenaikan usia pensiun sebaiknya tidak menjadi jalan pintas tanpa diiringi reformasi struktural yang nyata. “Reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik adalah amanah konstitusi yang harus dijunjung tinggi demi kepentingan rakyat dan kemajuan pembangunan daerah,” tutupnya.
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) lain…
MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk. berperan aktif sebagai narasumber utama…
MONITOR, Bekasi - PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) berperan aktif dalam mendukung pengendalian polusi udara…
MONITOR, Jakarta - Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis M Hanafi memastikan…
MONITOR, Jakarta - Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI Novita Wijayanti meminta agar pelayanan transportasi…
MONITOR, Jakarta - Fase kedatangan jemaah haji Indonesia di Tanah Suci berakhir pada 1 Juni…