BERITA

PERSIS Tegaskan Fatwa: Penyembelihan Hadyu Wajib di Wilayah Tanah Haram

MONITOR, Makkah – Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) menegaskan bahwa penyembelihan hadyu (sembelihan dam haji tamattu’) yang berupa penyembelihan hewan seperti unta, sapi, atau kambing jamaah haji yang melakukan haji tamattu’, yang dipotong pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), wajib dilaksanakan di Tanah Haram atau di sekitar Mina dan Makkah.

“Maka jika penyembelihan dilakukan di luar Mina dan Makkah, menurut fatwa Dewan Hisbah PP PERSIS, dinyatakan tidak sah, dan harus diulangi atau diganti dengan puasa 3 hari di Tanah Suci dan 7 hari di Tanah Air,” kata Ketua Umum PP PERSIS, Ustaz Dr Jeje Zaenudin dari Kota Suci Makkah, Jumat (30/5/2025).

Ustaz Jeje menambahkan, fatwa tersebut hasil sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam Pada Sidang Terbatas di Pesantren Persatuan Islam 228 Al-Fithri Cimaung Bandung, Rabu 17 Syawwal 1446 H/ 16 April 2025.

“Dalil kewajiban menyembelih hadyu di Tanah Haram berasal dari firman Allah Swt dalam Surah Al-Baqarah [2]: 196 dan dan AI-Haj [22]: 32-33,” tambahnya.

Ajengan Jeje menyebutkan, tempat Tanah Haram disebut secara eksplisit atau tersurat dalam nash. Dan tidak ada Qarinah (indikasi) yang membolehkan menyembelih hadyu selain di Tanah Haram.

“Selain itu, tidak ditemukan dalil sahih atau qarinah yang membuka ruang takwil,” papar Ajengan Jeje.

Ia menjelaskan, hasil sidang tersebut menyebutkan, terdapat ijma’ ulama yang mendukung. “Ijma’ ulama yang menyepakati bahwa tempat penyembelihan hadyu adalah di wilayah Tanah Haram,” ucapnya.

Sebagaimana dijelaskan dalam banyak pernyataan para ulama. Seperti pernyataan Ibnu Al-‘Arabi:

وَلَا خِلَاف في أَنّ الهَذيّ لَا بُدَّلَهُ مِنْ الخزّمِ

Artinya: Tidak ada perbedaan pendapat bahwa hadyu harus berada di dalam wilayah Haram. (Ahkam Al-Qur’an: 2/186).

Demikian juga pendapat umum para fuqaha dari mazhab Hanafi, Malik, Syafi’i, dan Hambali yang menegasan tidak sahnya hadyu yang disembelih di luar wilayah Tanah Haram. Hal ini bisa dilihat dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3: 662-663.

“Hukum asal dalam ibadah adalah tauqif atau berdasarkan wahyu. Tidak ada ijtihad jika ada nash yang sudah sahih, tegas, dan jelas,” imbuhnya.

“Atas dasar itu, tanpa mengurangi rasa hormat dan menghargai pendapat pihak lain yang berbeda, kami mengajak seluruh jamaah haji untuk mengutamakan keabsahan dan kesempurnaan pelaksanaan haji mengikuti tuntunan Sunnah Rasulullah, termasuk dalam hal menyembelih Dam Tamattu’ atau Hadyu, sebagaimana Rasulullag menegaskan: Ambillah tuntunan manasik haji kalian dari padaku ” pungkasnya.

Recent Posts

Puan Terima Kunjungan Ketua MPR Tiongkok, Singgung Bencana Alam Landa Indonesia

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima kunjungan Ketua Komite Nasional Majelis Permusyawaratan…

1 jam yang lalu

Partai Gelora Tuntut Perusahaan Besar Bayar Biaya Dampak Banjir dan Longsor di Sumatera

MONITOR, Jakarta - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menuntut sejumlah perusahaan besar pelaku perusakan dan…

5 jam yang lalu

Kemenhaj Tunda Pelaksanaan Seleksi Petugas Haji di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh

MONITOR, Jakarta - Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah banjir…

5 jam yang lalu

Kuliah Umum di UIN Jakarta, Sekjen Liga Muslim Dunia Ingatkan Akhlak dan Kejujuran Modal Kunci Perdamaian Dunia

MONITOR, Tangsel - Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Kuliah Umum dengan pembicara…

6 jam yang lalu

HKTI Lumajang Dampingi Kades Petahunan Bertemu Sekdis PU SDA Jatim, Mendesak Penanganan Abrasi Kali Asem

MNITOR, Surabaya - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Jamaluddin,…

8 jam yang lalu

DPR Dorong Dapur MBG Jadi Dapur Umum Darurat Bencana Alam

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher memberikan apresiasi atas langkah…

9 jam yang lalu