NASIONAL

Sejarawan: Warning DPR soal Penulisan Sejarah Resmi Harus Jadi Perhatian Pemerintah

MONITOR, Jakarta – Rencana penulisan ulang sejarah Indonesia yang tengah dilakukan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) kini menjadi perhatian serius mayoritas anggota DPR RI. DPR RI khususnya Komisi X yang bermitra dengan Kemenbud memperingatkan agar penulisan ulang sejarah nasional betul-betul melibatkan para ahli dan dilakukan secara transparan.

Sejarawan Asvi Warman Adam menilai, peringatan atau warning dari DPR RI terkait penulisan sejarah resmi sebagaimana disebut Menteri Kebudayaan, Fadli Zon harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, penulisan sejarah bukan pekerjaan sembarangan.

“Ketua Komisi X, Hetifah Syaifudian, ketika memimpin rapat dengar pendapat umum di DPR tanggal 19 Mei 2025 mengatakan, bahwa DPR akan mengawal proyek yang dilakukan Kementerian Kebudayaan tersebut. Penulisan sejarah itu bukanlah pekerjaan sembarangan, karena diperlukan oleh bangsa termasuk generasi yang akan datang,” ujar Asvi Warman, Senin (26/5/2025).

Seperti diberitakan, Kementerian Kebudayaan telah menunjuk tiga sejarawan yakni Susanto Zuhdi, Singgih Tri Sulistiyono, dan Jajat Burhanudin, untuk menyusun Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia. Rencana penulisan ulang sejarah ini meliputi awal lahirnya masyarakat Nusantara hingga pasca-Reformasi. Buku sejarah ini ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025 atau tepatnya pada HUT kemerdekaan ke-80 RI.

Alasan utama revisi sejarah Indonesia menjadi buku ‘Sejarah Resmi’ ini adalah untuk menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan. Hasil penulisan ulang ini nantinya akan dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).

Asvi pun menyoroti periode penulisan ulang sejarah Indonesia dimula pada 8 Januari 2025 di mana Prof Dr Agus Mulyana yang juga Ketua Umum MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) dilantik Menteri Kebudayaan menjadi Direktur Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan.

Hanya dalam hitungan hari, tepatnya 16 Januari 2025 telah dibuat ‘Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia’ setebal 30 halaman. Konsep itu dirumuskan oleh tiga guru besar Susanto Zuhdi (Universitas Indonesia), Singgih Tri Sulistiyono (Universitas Diponegoro) dan Jajat Burhanudin (UIN Jakarta). Ketiganya sekaligus menjadi editor umum buku sejarah Indonesia tersebut.

Kemudian, Editor Umum menunjuk 20 orang untuk menjadi Editor Jilid pada buku ini yang terdiri 10 jilid.

“Jadi pada setiap jilid terdapat dua orang Editor Jilid,” ungkap Asvi.

Editor Jilid ini kemudian merekrut 10 orang anggota penulis untuk masing-masing jilid. Prof Susanto Zuhdi mengakui dalam portal Bambang Sadono yakni Inspirasi untuk Bangsa (9/5) bahwa perekrutan lebih banyak berdasar ‘pertemanan’ karena waktunya sangat mepet. Lalu, tertanggal 22 Januari 2025 Prof Truman Simanjuntak mengundurkan diri sebagai Editor Jilid 1 karena persoalan metodologis.

Prof Truman disebut undur diri dari proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini, salah satunya karena ia menganggap aneh istilah prasejarah yang diganti dengan ‘sejarah awal’. Menurut Truman, hal ini adalah sebuah ekspansi suatu disiplin keilmuan terhadap disiplin lainnya. “Editor Umum mengatakan bahwa mereka terbuka terhadap kritik. Ternyata kritik internal pun tidak dilayani, mereka melaporkan kepada Menteri dan Menteri setuju dengan istilah Sejarah Awal bahkan Menteri menyebutnya Awal Sejarah,” terang Asvi.

“Padahal yang tepat adalah Prasejarah. Selama ini dalam SNI terdahulu jilid itu disebut Prasejarah. Itu dikerjakan oleh arkeolog bukan oleh sejarawan,” tambahnya.

Asvi Warman pun menyoroti bagaimana begitu singkatnya proses proyek ini. Ia menyebut, jika buku ‘Sejarah Resmi’ ini sudah siap diluncurkan pada Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus mendatang, maka ini merupakan proyek penulisan sejarah tercepat sejak Indonesia Merdeka 80 tahun silam. Belum lagi, banyaknya tokoh yang dilibatkan dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut.

Karenanya, Asvi sepakat dengan pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani yang menilai bahwa penulisan ulang sejarah nasional tidak perlu ditargetkan rampung pada 17 Agustus mendatang. Sebab menurutnya diperlukan kehati-hatian dalam penulisan sejarah Indonesia. “Dan yang lebih penting lagi seperti dikemukakan oleh Ketua DPR Puan Maharani, penulisan sejarah nasional tersebut tidak perlu tergesa-gesa memenuhi target 17 Agustus 2025, diperlukan kehati-hatian dalam penulisannya agar tidak terjadi pemutihan sejarah atau penghapusan sejarah,” ujar Asvi.

“Dan peringatan atau warning dari DPR sebagai mitra Pemerintah harus menjadi perhatian,” imbuh Profesor Riset (Purnabakti) BRIN itu.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyoroti soal penulisan ulang sejarah ini. Ia menekankan pentingnya transparansi dari Pemerintah dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia kepada publik.

Puan juga mengingatkan agar penulisan ulang sejarah tidak mengaburkan fakta sejarah yang pernah terjadi sejak Indonesia merdeka. “Yang penting jangan ada pengaburan atau penulisan ulang terkait sejarah yang tidak meluruskan sejarah,” ucap Puan, Selasa (20/5).

Puan pun mengingatkan agar semangat Jas Merah yang digaungkan Proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Sukarno, tetap dipegang teguh. Ia juga meminta Jas Merah (Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah) dijadikan pedoman terkait rencana penulisan ulang sejarah bangsa.

“Jadi ‘Jas Merah’, jangan sekali-sekali melupakan sejarah,” tegas cucu Soekarno itu.

Senada dengan Ketua DPR RI, Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana bahkan mengkritik penulisan ulang sejarah Indonesia yang menggunakan istilah atau terminologi ‘Sejarah Resmi’ dalam draf Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia. Menurutnya, terminologi ‘Sejarah Resmi’ tidaklah tepat.

Sebab menurut Bonnie, akan muncul interpretasi ‘ilegal’ terkait tulisan sejarah versi lain selain yang dibuat Kemenbud. Ia meminta Kemenbud untuk memperjelas dan mengevaluasi proyek penulisan sejarah baru tersebut. “Hendaknya proyek penulisan sejarah yang kini dikerjakan oleh Kemenbud tidak menggunakan terminologi ‘sejarah resmi’ atau ‘sejarah resmi baru’. Istilah tersebut tidak dikenal dalam kaidah ilmu sejarah dan problematik baik secara prinsipil maupun metodologis,” kata Bonnie, Rabu (21/5/2025).

“Penggunaan terminologi ‘sejarah resmi’ menimbulkan interpretasi bahwa versi sejarah di luar itu adalah tidak resmi, ilegal bahkan subversif,” sambung Legislator dari Dapil Banten I itu.

Rencananya, Komisi X DPR RI akan memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait penulisan ulang sejarah yang saat ini sedang dikerjakan oleh para sejarawan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Pasalnya, Komisi yang membidangi pendidikan dan kebudayaan ini belum menerima penjelasan secara langsung dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Recent Posts

PPIH Pastikan Layanan Mina Disiapkan Hingga 13 Zulhijjah bagi Jemaah Nafar Tsani

MONITOR, Jakarta - Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Mukhlis M Hanafi memastikan…

3 jam yang lalu

Pertamina Jamin Pasokan Energi dan Salurkan Lebih Dari 3.800 Hewan Kurban

MONITOR, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tetap beroperasi secara maksimal selama masa libur Iduladha 1446H, guna…

3 jam yang lalu

Kemenag Jelaskan Tentang Solusi Masalah Pergerakan Jemaah dari Muzdalifah ke Mina

MONITOR, Jakarta - Pemberangkatan jemaah haji Indonesia dari Muzdalifah ke Mina mengalami keterlambatan dari target…

8 jam yang lalu

Milad ke-68 UIN Jakarta, Meneguhkan Jati Diri, Menatap Masa Depan Global

MONITOR, Jakarta - Tanggal 1 Juni 2025 menandai peristiwa penting bagi Universitas Islam Negeri (UIN)…

11 jam yang lalu

Dirut Jasa Marga Ingatkan Masyarakat Manfaatkan Diskon Tarif Tol di 10 Ruas Tol Strategis Jasa Marga

MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Rivan Achmad Purwantono mengingatkan masyarakat…

14 jam yang lalu

Prof Rokhmin: Selamatkan Raja Ampat dari Kerusakan oleh Pertambangan Nikel

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI fraksi PDI Perjuangan Prof Rokhmin Dahuri angkat…

17 jam yang lalu