PARLEMEN

Puan Tekankan Pentingnya Kesetaraan dan Peningkatan Perlindungan Bagi Buruh Perempuan

MONITOR, Jakarta – Masih dalam momen Hari Buruh Internasional (May Day) yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi para pekerja. Ia pun menekankan pentingnya memperjuangkan hak-hak pekerja di Indonesia, termasuk perlindungan bagi buruh perempuan.

“Momen May Day harus menjadi titik refleksi bagi seluruh elemen bangsa untuk memastikan bahwa keadilan dan kesejahteraan pekerja tidak hanya menjadi slogan, tetapi menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan negara,” kata Puan Maharani, Jumat (2/5/2025).

Di peringatan Hari Buruh Internasional 2025, Puan mengingatkan pentingnya Negara dan dunia kerja memberikan perhatian lebih besar terhadap nasib pekerja perempuan, yang sering kali menghadapi beban ganda sebagai tulang punggung keluarga sekaligus pengurus rumah tangga.

“Setiap perempuan pekerja berhak mendapatkan kesempatan yang adil dalam berkarir, terbebas dari segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan di tempat kerja. Negara dan dunia usaha wajib menciptakan ruang kerja yang aman, manusiawi, dan inklusif, termasuk bagi ibu bekerja,” tuturnya.

Pesan Puan ini sejalan dengan amanat UU No 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (KIA) sebagai bagian dari komitmen negara melindungi hak-hak perempuan dan anak, khususnya dalam kacamata ibu sebagai pekerja.

Dalam UU ini, Pemerintah dan dunia industri diwajibkan untuk menyediakan ruang-ruang kebutuhan spesifik bagi ibu pekerja, seperti ruang laktasi, tempat penitipan anak, cuti melahirkan yang layak, dan waktu kerja yang ramah keluarga. Untuk itu, Puan meminta agar aturan ini dapat diimplementasikan di dunia kerja tanpa membatasi ruang-ruang kesetaraan dan keadilan bagi pekerja perempuan.

“Buruh perempuan bukan hanya tenaga kerja, mereka adalah penopang keluarga dan generasi masa depan,” tegas Puan.

“Maka negara wajib memastikan tempat kerja menjadi ruang tumbuh yang adil, aman, dan menyejahterakan bagi perempuan sekaligus dengan terus mendukung prinsip kesetaraan dan keadilan,” imbuh mantan Menko PMK tersebut.

Puan juga menyebut, setiap pemangku kebijakan harus memastikan buruh atau pekerja di Indonesia memperoleh kesejahteraan yang layak. Mulai dari upah yang berkeadilan, kenyamanan dan keamanan di tempat bekerja, hingga jaminan kesehatan, jaminan di hari tua, dan jaminan bagi buruh bila kehilangan pekerjaan.

“Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama, termasuk DPR yang terus memastikan setiap regulasi dan program Pemerintah mendukung pemenuhan kesejahteraan bagi buruh,” ungkap Puan.

Puan menyadari saat ini banyak tantangan ketenagakerjaan yang dihadapi para buruh, baik dengan masih tingginya angka pengangguran, kurangnya lapangan kerja, kualitas tenaga kerja yang rendah, ketimpangan upah, sampai badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belakangan terjadi di Indonesia.

“Kondisi ekonomi global yang tidak stabil menyebabkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Keadaan yang memprihatinkan ini semakin menuntut kehadiran Negara bagi buruh di Tanah Air,” sebutnya.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia telah mencapai lebih dari 18.000 orang hanya dua bulan pertama 2025. Jumlah tersebut menambah panjang daftar pengangguran di Indonesia, mengingat tahun lalu pun badai PHK juga terjadi.

Menurut Kemenaker, jumlah pekerja yang mengalami PHK sepanjang Januari -Desember 2024 mencapai lebih kurang 80.000 orang. Gelombang PHK beberapa tahun terakhir banyak muncul dari sektor manufaktur, salah satunya raksasa tekstil Sritex yang harus merumahkan lebih dari 10 ribu tenaga kerjanya. Sejumlah perusahaan manufaktur lainnya juga berhenti beroperasi pada awal 2025.

Atas fenomena badai PHK ini, Puan mendorong penguatan peran Pemerintah dalam memfasilitasi lapangan kerja dan melindungi hak-hak pekerja.

“Forum tripartit (pemerintah, organisasi pengusaha, dan organisasi pekerja/serikat buruh) harus memikirkan serius soal banyaknya persoalan PHK, duduk bersama mencari solusi,” ujar Puan.

Ditambahkannya, DPR pun terus mengawal soal fenomena badai PHK ini. Salah satunya, kata Puan, dengan ikut memberi pendampingan bagi buruh yang terkena PHK dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

“DPR juga selalu memberikan pengawasan terhadap kinerja mitra-mitra kerja di Pemerintahan dan memastikan setiap regulasi yang ada pro terhadap kebutuhan buruh,” terang perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Di sisi lain, Puan menyoroti tentang diskriminasi usia pada pelamar kerja. Hal ini lantaran lowongan kerja di Tanah Air umumnya membatasi usia pelamar di kisaran 25 hingga 31 tahun.

“Kondisi seperti ini tentunya menyulitkan para korban PHK kembali bekerja di sektor formal. Kami berharap Pemerintah dapat mendorong perusahaan maupun pihak pemberi kerja untuk lebih terbuka terhadap pelamar yang sudah cukup umur,” imbau Puan.

“Biasanya pekerja yang sudah cukup umur memiliki lebih banyak pengalaman dan keterampilan yang pastinya dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, meskipun kesempatan bagi angkatan kerja baru juga harus tetap diberikan,” sambungnya.

Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya pekerja untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan ekonomi global. Sebab perkembangan teknologi digital dan globalisasi ekonomi memberikan tantangan baru bagi ketenagakerjaan di Indonesia, seperti munculnya pekerjaan baru dan hilangnya lapangan kerja.

“Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, terutama yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, menjadi sebuah kebutuhan dunia ketenagakerjaan hari ini. Termasuk bagaimana Pemerintah juga perlu meningkatkan dukungan bagi pekerja di sektor informal,” jelas Puan.

Menurutnya, upaya tersebut penting mengingat sekitar 58 persen pekerjaan di Indonesia bergerak di sektor informal. Puan menilai, kondisi ini pun menimbulkan kerentanan kerja, tidak adanya jenjang karier dan jam kerja yang terlalu tinggi bagi pekerja di sektor tersebut.

“Kehadiran Pemerintah sangat dibutuhkan, untuk memastikan buruh atau pekerja yang bekerja di sektor informal juga tetap mendapatkan hak-hak dan keadilan,” ucap cucu Bung Karno itu.

“Tentunya DPR siap bekerja sama dengan Pemerintah dan stakeholder terkait lainnya untuk memastikan setiap pekerja di Tanah Air ini, apapun jenis pekerjaannya, memperoleh kesejahteraan dan penghidupan yang layak sebagaimana diatur dalam konstitusi,” tutup Puan.

Recent Posts

PMI Manufaktur Indonesia Kontraksi, Pelaku Usaha Ingin Kebijakan Pro-Industri

MONITOR, Jakarta - Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari bebagai…

28 menit yang lalu

Krisis Layanan Kesehatan Masyarakat, Hipnoterapi PKHI Hadirkan Harapan Baru

MONITOR, Jakarta - Kesehatan mental di Indonesia tengah menghadapi krisis serius, namun hanya sebagian kecil…

4 jam yang lalu

Ikatan Mahasiswa Ilmu Politik Gelar Diskusi Publik Kritisi Asas Dominus Litis dalam RKUHAP

MONITOR, Ciputat - Ikatan Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Indonesia menggelar diskusi publik bertajul…

5 jam yang lalu

Hardiknas 2025, Waka DPR Cucun Apresiasi Relawan yang Bantu Beri Pendidikan Anak Marjinal

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menegaskan bahwa peringatan Hari Pendidikan…

6 jam yang lalu

Momen Hardiknas 2025, PMII Ciputat Soroti Mirisnya Ketimpangan Pendidikan di Indonesia

MONITOR, Jakarta - Pada momen Hari Pendidikan Nasional 2025, Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang…

6 jam yang lalu

Pelunasan Ditutup, 213.860 Jemaah Lunasi Biaya Haji Reguler 2025

MONITOR, Jakarta - Proses pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) Reguler 1446 H/2025 M berakhir.…

7 jam yang lalu