Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty (foto: ist)
MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VII DPR, Evita Nursanty menyoroti banyaknya kasus meresahkan yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas). Aktivitas meresahkan sebagian ormas bahkan dinilai turut mengganggu dunia industri, termasuk pelaku usaha kecil seperti UMKM, lantaran beberapa kejadian menunjukkan adanya anggota ormas yang meminta ‘jatah’ atau THR kepada pelaku industri.
Evita menilai, praktik ‘pungli’ seperti itu dapat menimbulkan kerugian nyata bagi dunia usaha yang otomatis menghambat pertumbuhan ekonomi. Apalagi banyak daerah industri, terutama di wilayah Jabodetabek, Banten, dan sebagian wilayah Sumatera, di mana ormas tertentu kerap memaksakan keikutsertaan dalam proyek-proyek swasta. Bahkan memungut ‘uang keamanan’ hingga menjadi debt collector ilegal.
“Praktik semacam ini tidak hanya menurunkan kepercayaan pelaku industri, tetapi juga membuat biaya usaha melonjak karena ‘biaya tak resmi’ yang sebetulnya adalah pemerasan,” ujar Evita Nursanty, Rabu (23/4/2025).
Sebelumnya, Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia melaporkan bahwa banyak investor maupun pelaku industri merasa resah dengan aksi-aksi ormas yang mengganggu operasional usaha mereka. Beberapa ormas bahkan melakukan demonstrasi, penyegelan bahkan menuntut ‘jatah’ dalam pembangunan pabrik. Akibatnya, banyak investasi yang batal masuk atau bahkan keluar dari kawasan industri.
Evita menyebut, keberadaan ormas yang menyimpang dari fungsi sosialnya telah menjelma menjadi aktor informal yang merongrong ketertiban dan rasa aman para pelaku usaha.
“Kita banyak mendengar aktivitas ormas yang meresahkan, termasuk bentuk-bentuk pemerasan berbalut sumbangan yang sifatnya memaksa kepada para pelaku usaha. Ini tentunya sangat memberatkan apalagi bagi pelaku UMKM yang operasionalnya tidak besar,” tuturnya.
“Kondisi seperti itu tidak boleh dibiarkan terus menerus, harus ditertibkan aksi-aksi seperti ini karena merugikan lingkungan industri, yang pada akhirnya mengganggu kenyamanan dan keamanan warga,” imbuh Evita.
Selain praktik pungli, Evita juga menyoroti aksi premanisme ormas beberapa waktu belakangan. Seperti pembakaran mobil yang dilakukan sejumlah anggota ormas di Jawa Barat saat polisi hendak menangkap sang pimpinannya lantaran terlibat dalam tindak pidana.
Menurut Evita, peristiwa tersebut bukan hanya bentuk pelecehan terhadap aparat penegak hukum, tetapi juga merupakan ancaman nyata terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Pelaku harus ditindak tegas. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme. Tindakan main hakim sendiri dan kekerasan terhadap aparat adalah bentuk pelanggaran hukum yang mencederai rasa aman rakyat,” ungkapnya.
Evita pun menyinggung ormas yang berkedok sebagai jasa penagihan atau debt collector di sektor pembiayaan kendaraan. Oknum-oknum ormas yang menjalankan penarikan kendaraan tanpa prosedur hukum ini telah menciptakan ketakutan di lingkungan masyarakat, bahkan seringkali berujung kriminal.
Seperti yang baru-baru ini viral di media sosial. Di mana seorang perempuan dikabarkan menjadi korban pengeroyokan 11 oknum debt collector. Mirisnya, peristiwa ini terjadi di depan kantor Polsek Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Korban tidak mendapat bantuan lantaran aparat disebut kalah jumlah dengan pelaku. Bahkan beberapa personel yang berjaga kedapatan merekam kejadian.
“Kejadian ini sangat mencoreng upaya-upaya pemulihan sektor pembiayaan pasca pandemi,” jelas Evita.
Untuk itu, pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan industri, pariwisata, dan UMKM tersebut mendesak aparat penegak hukum untuk hadir di tengah masyarakat dan cepat tanggap merespons hal-hal yang mengganggu keamanan publik. Evita menekankan pentingnya keberadaan polisi dalam menyikapi kasus yang meresahkan masyarakat ini.
“Polri harus terus hadir di tengah masyarakat untuk menenangkan hati rakyat. Masyarakat berharap polisi bisa bekerja penuh keadilan dan sigap, tidak pandang bulu, tidak perlu menunggu peristiwa viral terlebih dahulu,” tegas Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Evita menekankan pentingnya urgensi bagi pemerintah untuk meninjau ulang eksistensi dan pengawasan terhadap ormas-ormas yang kerap bertindak di luar batas. Menurutnya, negara harus memastikan bahwa organisasi masyarakat tidak menjadi sarang kekerasan yang justru mengganggu stabilitas dan kenyamanan warga.
“Keberadaan ormas seharusnya menjadi mitra dalam menjaga ketertiban sosial, bukan menjadi sumber keresahan publik. Jika ada ormas yang justru menjadi ancaman bagi rakyat, maka sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh, bahkan pembubaran jika diperlukan,” terang Evita.
Evita menyebut, hadirnya ormas yang meresahkan juga menimbulkan banyak masalah di dunia pariwisata.
“Kita sudah sering kali mendengar adanya turis-turis yang dipalak oleh oknum yang mengatasnamakan ormas. Belum lagi praktik intimidasi dan pemerasan kepada pelaku usaha di dunia pariwisata seperti tempat penginapan, obyek wisata, rumah makan dan lain-lain,” paparnya.
“Tentunya ini sangat merugikan dunia usaha pariwisata dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Saat wisatawan merasa terganggu, akhirnya mereka malas untuk pergi ke obyek wisata yang dikenal dengan banyak pungli. Ada juga yang merasa takut mendapat tindak kekerasan,” imbuh Evita.
Ditambahkan Evita, fenomena ormas yang meresahkan tumbuh subur akibat lemahnya penegakan hukum dan ‘permissive culture’ terhadap kelompok berbasis kekuatan massa.
“Selama aparat masih berkompromi dengan ormas yang punya afiliasi politik atau dukungan massa besar, premanisme akan sulit diberantas. Jika masih seperti ini, dunia industri dan pariwisata akan semakin dirugikan,” tukasnya.
Evita pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dan turut menjaga iklim damai di tengah dinamika sosial politik saat ini. Ia menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal penegakan hukum dan mendorong terciptanya rasa aman di tengah masyarakat, khususnya di dunia industri.
“Ketika hukum dilecehkan oleh kekuatan massa yang arogan, maka yang terancam adalah rakyat, yang di dalamnya juga ada pelaku-pelaku usaha kecil. Kita menunggu ketegasan dan solusi dari pemerintah mengenai hal ini,” tutup Evita.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti adanya sejumlah persoalan dalam pelaksanaan program…
MONITOR, Jakarta - Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) Reguler 1446 H/2025 M sisakan dua…
MONITOR, Lombok - Pemerintah mengatur ulang jalur distribusi pengiriman sapi dari Nusa Tenggara Barat ke…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka mengecam insiden pengeroyokan terhadap…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen terus meningkatkan pelayanan yang berkualitas, optimal dan prima…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Nurhadi menyampaikan keprihatinan atas peristiwa yang menimpa puluhan…