Anggota Komisi III DPR, Gilang Dhielafararez. (foto: parlemen)
MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mendorong agar kasus dugaan penganiayaan dan eksploitasi para eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari diusut secara tuntas agar fakta yang terjadi di masa lalu benar-benar terungkap. Menurutnya, harus ada tanggung jawab yang diberikan kepada korban.
“Kasus ini sebenarnya seperti pucuk es. Kejadian sudah lama, namun baru ramai terungkap sekarang. Meski begitu, negara harus menghadirkan keadilan bagi para mantan pemain sirkus di Taman Safari ini,” kata Gilang Dhielafararez, Selasa (22/4/2025).
Diketahui, kasus ini bermula dari sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI yang menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain sirkus. Di mana mereka beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.
Cerita memilukan ini diungkap para perempuan tersebut di hadapan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, Selasa (15/4), saat mengadukan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun. Mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi.
Salah satu pemain sirkus, Butet bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain sirkus. Bahkan ia sempat dipisahkan oleh anaknya bernama Fifi yang belakangan diketahuinya juga merupakan bagian dalam kelompok sirkus ini. Fifi disebut sampai harus melarikan diri melewati hutan Cisarua.
Sedangkan pihak Taman Safari Indonesia mengeklaim tidak punya keterkaitan dengan para mantan pemain sirkus yang mengaku mengalami kekerasan. Manajemen Taman Safari mengatakan bahwa masalah tersebut melibatkan individu tertentu dan tidak ada kaitannya dengan kelembagaan.
Gilang menilai, negara harus menghadirkan keadilan bagi para eks pemain sirkus OCI Taman Safari yang selama ini merasa kasusnya belum tuntas.
“Konstitusi sudah mengatur jaminan dari negara untuk pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warganya. Jadi kasus ini harus diusut secara terang benderang, apalagi juga ada bantahan dari pemilik sirkus,” ungkapnya.
Perbedaan pendapat itu diketahui setelah Komisi III DPR mengundang kuasa hukum mantan pemain sirkus dan pengelola sirkus OCI Taman Safari, serta Dirreskrimum Polda Jawa Barat untuk rapat dengar pendapat di Gedung DPR pada hari ini, Senin, (21/4).
Dalam rapat tersebut, pihak kuasa hukum korban, Hepi Sebayang, menyebut bahwa Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran HAM saat mengusut kasus ini pada 1997 silam. Temuan itu menjadi hasil rekomendasi Komnas HAM yang dikeluarkan pada 1997. Namun, ia mengatakan rekomendasi Komnas HAM saat itu belum dilakukan oleh pihak OCI.
Sementara anak pendiri OCI, Jansen Manangsang, mengatakan pihaknya sudah menerima hasil rekomendasi Komnas HAM. Namun menurutnya, dalam hasil rekomendasi Komnas HAM yang dikeluarkan pada 1 April 1997 tersebut tidak disebutkan adanya tindak kekerasan penganiayaan dan penyiksaan.
Komisi III DPR RI kemudian memberikan waktu tujuh hari kepada pihak pengelola sirkus OCI untuk menyelesaikan kasus dugaan eksploitasi terhadap mantan pegawainya secara kekeluargaan. Jika dalam tenggat waktu tersebut persoalan tidak selesai, Komisi III DPR mempersilakan eks pemain sebagai korban membawa kasus ini ke ranah hukum.
Mengenai persoalan ini, Gilang mengatakan pengakuan dari para korban harus didengarkan, begitupun keterangan dari pihak pengelola. Karenanya, ia menilai negara harus memberikan atensi serius dan tidak boleh tutup mata terkait kasus yang sempat tertutup puluhan tahun ini.
Gilang pun menilai, rekomendasi Amnesty Internasional Indonesia soal tim pencari fakta (TPF) perlu untuk dipertimbangkan. Tim pencari fakta ini dianggap penting untuk mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban sekaligus untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami eks pemain sirkus OCI.
“Negara perlu mengakomodir para pemain sirkus ini agar mereka mendapat keadilan. Dan saya kira, DPR bisa ikut memfasilitasinya,” ungkap Gilang.
Lebih lanjut, Amnesty Internasional Indonesia mendorong Komisi III DPR untuk meminta Kapolri membuka kembali penyidikan terhadap kasus ini agar kegagalan negara di masa lalu tidak terulang di masa depan.
Mabes Polri dikabarkan sempat menangani laporan pidana atas kasus kekerasan yang dialami para pemain sirkus OCI pada 1997, namun kasus ini dihentikan (SP3) pada 1999 karena alasan kurangnya alat bukti.
Gilang menegaskan, dugaan kasus eksploitasi dan penganiayaan mantan pegawai sirkus OCI harus dipertanggungjawabkan di mata hukum.
“Kita tidak boleh berhenti bahwa kasus ini sudah kedaluwarsa. Walau kasus lama, masih bisa dibuka lagi dan diusut tuntas. Kasus kedaluwarsa bukan berarti para korban ini tidak berhak memperoleh keadilan,” tegas Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
“Dan perlu ditelusuri juga mengapa saat itu kasus hukumnya dihentikan. Kalau kurang bukti, kenapa tidak ditelusuri secara mendalam? Ini menyangkut hak asasi manusia yang terlanggar lho,” imbuh Gilang.
Menurut Gilang, pengusutan kasus ini kembali sangat penting agar kebenaran dapat terungkap. Terlebih, Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi dan menyatakan temuan adanya pelanggaran HAM meski disangkal oleh pihak pengelola.
“Kebenaran kasus ini perlu diungkap secara terang benderang. Pengakuan dari para pemain sirkus tersebut tidak boleh diabaikan, harus ada pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait, termasuk penegak hukum dan instansi ketenagakerjaan,” sebutnya.
“Pengusutan kasus juga dibutuhkan untuk mengetahui apakah kemudian praktik eksploitasi itu juga terjadi di tahun-tahun berikutnya sampai sekarang,” sambung Gilang.
Di sisi lain, Amnesty Internasional Indonesia merekomendasikan agar Komnas HAM segera membentuk tim penyelidikan pro-justisia guna memastikan pengusutan kasus berjalan obyektif, independen, transparan dan berpihak pada korban. Gilang pun sepakat.
“Ini juga patut dipertimbangkan, karena sebagai salah satu upaya membuka tabir kekelaman yang menimpa mantan pegawai sirkus. Jadi saya rasa, berbagai langkah perlu dilakukan untuk memastikan adanya keadilan bagi para korban,” ucapnya.
Selain itu, Gilang meminta pemerintah untuk melakukan audit terhadap manajemen, baik pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) maupun Taman Safari Indonesia Group atas uji tuntas kepatuhan perusahaan terhadap aturan hukum dan HAM yang ada di Indonesia. Hal ini penting agar kasus serupa tak terjadi lagi ke depan.
“Termasuk pengawasan ke manajemen sirkus lainnya. Karena Taman Safari ini kan besar dan manajemennya rapi, tapi kok bisa kejadian-kejadian seperti ini ada? Bagaimana dengan sirkus-sirkus lainnya?” papar Gilang.
“Kalaupun kasus hukum dianggap sudah kedaluwarsa, pihak manajemen sirkus harus memberikan pertanggungjawaban, apapun bentuknya. Ini sebagai bentuk keadilan,” tutupnya.
MONITOR, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump protes terhadap kebijakan halal yang diterapkan Indonesia…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti sangat berduka atas…
MONITOR, Jakarta - Langit Jakarta masih berawan ketika Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, melangkah…
MONITOR, Jakarta - Tulisan “Lorem Ipsum Dolor Amet” di tugu Titik 0 IKN yang beberapa…
MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sekaligus Wakil Ketua Umum…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana turut menyoroti tindakan personel Tentara…