MONITOR, Jakarta – Anggota DPR RI 2024–2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dalam khutbah Idul Fitri di Masjid Jami Abu Bakar Ash-Shiddiq, Jakarta Timur, 1 Syawal 1446 H, menyampaikan refleksi mendalam tentang makna Ramadhan dan Idul Fitri sebagai momentum meningkatkan ketakwaan dan meraih kebahagiaan dunia serta akhirat. Beliau menjelaskan bahwa Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi umat Islam yang berhasil menjalankan shaum Ramadhan dengan penuh keikhlasan.
“Disebut kemenangan karena selama sebulan penuh, kita mampu mengendalikan hawa nafsu, meninggalkan hal-hal yang di luar Ramadhan dihalalkan, seperti makan, minum, hingga hubungan suami-istri di siang hari, demi ketaatan kepada Allah SWT,” tegasnya.
Sebagaimana disampaikan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib, Idul Fitri bukanlah milik orang yang hanya memakai pakaian baru, tetapi bagi mereka yang keimanannya meningkat dan ketaqwaannya kepada Allah SWT semakin baik.
Mengutip QS. Al-Baqarah ayat 183, Prof. Rokhmin menyampaikan bahwa tujuan utama puasa Ramadhan adalah membentuk pribadi bertakwa. Ia menekankan bahwa ketakwaan menjadi kunci kesuksesan hidup di dunia dan jaminan surga di akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali-Imran ayat 133: “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dalam khutbahnya, Prof. Rokhmin Dahuri juga menggarisbawahi pentingnya ketakwaan bagi kemajuan sebuah bangsa. Ia mengutip QS. Al-A’raf ayat 96: “Jikalau penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, Allah akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi.”
Ia menambahkan bahwa negara yang penduduknya beriman dan bertakwa akan menjadi negara maju, damai, dan berdaulat. “Ketakwaan bukan hanya membentuk individu yang sukses, tetapi juga menciptakan masyarakat dan bangsa yang makmur dan adil,” jelasnya.
Jalan Menuju Indonesia Emas 2045
Mengangkat tema “Ibadah Puasa Ramadhan yang Meningkatkan Ketakwaan: Kunci Hidup Bahagia dan Indonesia Emas 2045″, Prof. Rokhmin Dahuri mengajak umat Islam untuk terus menanamkan ketakwaan sebagai jalan menuju kesuksesan pribadi dan kemajuan bangsa. Ia menyampaikan bahwa ketakwaan yang meningkat dari Ramadhan adalah bekal penting dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berdaulat.
Lalu apa hubungannya puasa dengan sukses hidup seseorang di dunia dan kemajuan sebuah bangsa? Prof Rokhmin Dahuri menjelaskan, Allah SWT sangat tegas memberikan komitmen (berjanji) kepada orang-orang yang takwa, bahwa di dunia mereka pun hidupnya akan sukses dan bahagia.
Sebagaimana antara lain termaktub dalam QS. At-Talaq (65), ayat-2 sampai ayat-5. Yang artinya “…..Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)
nya….. (3) ……Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya (4) ….. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya (5)”.
Dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara, Islam juga mengajarkan bahwa prasyarat utama bagi sebuah negara-bangsa untuk bisa maju, adil-makmur, damai, dan berdaulat adalah penduduknya harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Sebagaimana tersurat dalam QS. Al-A’raf (7), ayat-96. Yang artinya ”jikalau penduduk suatu negeri beriman dan taqwa kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan berkah (kemajuan dan kesejahteraan) yang datangnya dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
Sumber Keberkahan Hidup
Lalu, apa alasannya muslim dan muslimah yang taqwa itu hidupnya akan sukses dan bahagia di dunia maupun di akhirat kelak. Dalam Islam, kesuksesan dan kebahagiaan sejati tidak hanya diukur dari harta, jabatan, atau popularitas semata. Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, kunci utama kesuksesan hidup di dunia dan akhirat adalah taqwa, yaitu menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dan, suatu negara yang penduduknya beriman dan taqwa kepada Allah itu negara nya akan maju, adil-makmur, berdaulat, dan diridhai Allah (Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur). Selain, karena dalil (alasan) naqly atau janji (komitmen) Allah yang tersurat dalam Al-Qur’an seperti Khatib uraikan diatas, secara rasional (dalil Aqly) juga sangat masuk akal.
Karena, definisi atau pengertian taqwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah, dan menjauhi setiap larangan-Nya. Dan, faktanya semua perintah Allah itu pasti maslahat, mendatangkan kebajikan dan berkah bagi yang melaksanakannya.
Setiap perintah Allah pasti membawa maslahat (kebaikan) bagi yang melaksanakannya. Namun, taqwa bukan hanya tentang ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan membaca Al-Qur’an), tetapi juga mencakup ibadah ghoiroh mahdhoh (hablum minanas, dan hubungan manusia dengan lingkungan hidup).
Contohnya: rajin membaca, mencintai dan menguasai IPTEK, bekerja keras dan profesional, jujur, disiplin, berlaku adil, berbuat baik kepada tetangga, menghormati tamu, memberi makan dan menolong orang-orang miskin serta anak-anak yatim, menyingkirkan duri dari jalan (memecahkan masalah), memelihara kebersihan lingkungan, menjaga kelestarian flora, fauna, biodiversity, dan eksosistem alam (hutan, sungai, danau, dan lautan).
Selain itu, perlu juga dicatat, bahwa dalam pandangan Allah (menurut Islam), bahwa yang dimaksud hidup sukses di dunia ini, tidak hanya sekedar hartanya melimpah, jabatan (pangkat) nya tinggi atau tertinggi (Presiden, Menteri, DPR, Kepal Daerah, dan lainnya), popularitasnya (ketokohannya) menjulang tinggi, atau atribut duniawi (meterial) lainnya.
Tetapi, yang terpenting adalah jiwanya (hatinya) tenteram, damai, dan bahagia, karena taat menjalani
seluruh perintah Allah dan menjauhi setiap larangan Nya, dan hidupnya bermanfaat bagi sesama, terutama yang membutuhkan pertolongan. Sedangkan, harta benda dan kedudukan (jabatan) yang penting bisa untuk memenuhi enam kebutuhan dasar manusia, yakni: pangan, sandang, papan (rumah), kesehatan, pendidikan, dan alat transportasi.
“Namun, bukan berarti muslim tidak boleh menjadi Presiden serta jabatan tinggi lainnya, tidak boleh kaya, dan tidak usah populer. Semua atribut duniawi ini boleh, bahkan lebih baik, direngkuh oleh muslim/muslimah yang taqwa. Asalkan, cara memperoleh jabatan, harta, dan ketokohan itu dilakukan secara halal, dan menggunakannya pun di jalan yang halal,” tegasnya.
Manusia Paling Mulia
Prof. Rokhmin Dahuri mengingatkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia beriman yang taqwa (QS. Al-Hujarat: 13).Dan, apabila kita menyaksikan orang yang menentang Allah, banyak berbuat maksiat, tetapi kehidupan dunianya nampak sukses, jabatan nya tinggi, harta berlimpah, dan ditokohkan oleh masyarakat bangsanya, itu namanya ‘istijraj’.
Kita jangan sampai tergoda untuk mengikuti pola hidupnya. Sebaliknya, setiap larangan Allah pasti negatif, tidak baik dan membawa mudharat bagi manusia pelakunya maupun masyarakat sekitarnya. Contohnya: mencuri, korupsi, mabuk mabukan, berjudi, narkoba, selingkuh, berzina, berbohong, dzalim, sombong, malas, dan menjadi ‘tangan di bawah’. Semua ini berdampak negatif bagi pelaku, keluarga maupun bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Alasan rasional (dalil Aqly) lainnya adalah bahwa muslim/muslimah yang beriman dan taqwa mesti menjalankan kehidupan di dunia ini berdasarkan pedoman yang dibuat dan diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla, Tuhan YME yang menciptakan kita manusia dan alam semesta. Yakni Al-Qur’an dan Hadits (Islam).
Oleh karena itu, muslim/muslimah yang beriman
dan taqwa pasti hidupnya sukses dan bahagia, baik di dunia fana ini maupun di akhirat kelak yang kekal dan abadi. “Bayangkan, kalau kita menggunakan (mengendarai) mobil toyota inova, tetapi manual (buku pedoman) yang kita gunakan buku pedoman yang dibuat untuk mesin cuci atau mobil merek lain, katakanlah mercedes buatan Jerman, pasti gagal atau tidak optimal,” ucap Anggota Dewan Pakar ICMI-Pusat itu.
Pada kesempatan yang istimewa ini, Prof Rokhmin Dahuri mengajak untuk bermuhasabah, atau introspeksi diri tentang ibadah puasa Ramadhan dan korelasinya (kaitannya) dengan kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Sejak Indonesia merdeka, berarti kita Umat Islam Indonesia sudah melaksanakan 79 kali ibadah Puasa Ramadhan.
Pertanyaannya, mengapa ibadah puasa Umat Islam Indonesia sebanyak 79 kali belum mampu membentuk SDM (SumberDaya Manusia) Indonesia yang unggul, yakni menguasai IPTEK, produktif, kreatif, inovatif,
pekerja keras, profesional, kolaboratif (teamwork), dan berakhlak mulia (shidiq, amanah, fathonah, tabligh, berysukur, sabar, dan kanaah)?.
Kecuali indeks kedermawanan, dimana Indonesia menempati peringat ke-2 bangsa paling dermawan di dunia, hampir semua indikator kualitas SDM bangsa Indonesia itu masih rendah, alias buruk. Misalnya, Indeks PISA (Program International for Student Assessment) pada 2022 yang mencakup kemampuan literasi, matematika, dan IPA (science) para siswa SLTP kelas-3 (umur 15 tahun) hanya berada di peringkat- 69 dari 81 negara yang disurvei (OECD, 2022). Kemampuan literasi (membaca) bangsa Indonesia terburuk kedua di dunia, hanya unggul dari Bostwana (terburuk) (https://www.ccsu.edu/wmln/rank.html, 2018).
Produktivitas tenaga kerja Indonesia hanya setara dengan 14 USD per jam, dan hanya menempati peringkat-5 di ASEAN. Juara satu ditempati oleh Singapura dengan produktivitas 74 USD per jam, diikuti oleh Brunei Darussalam (49 USD/jam), Malaysia ( 26 USD/jam), dan Thailand (16 USD/jam) (ILO, 2021). Dan, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia hanya sebesar 0,71 yang menempati peringkat-112 dunia, dari 193 negara yang disurvei. Di kawasan ASEAN, IPM Indonesia menduduki peringkat-5, setelah Singapura (0,95), Brunei Darussalam (0,82), Malaysia (0,81), dan Thailand (0,80) (UNDP, 2022).
Sementara itu, di kalangan elit (pemimpin) bangsa, baik di lingkungan eksekutif (birokrasi), legislatif, Yudikatif maupun Partai Politik sebagian besar dilanda moral hazard(kebejatan moral) yang sangat bertentangan dengan ketaqwaan, mulai dari perilaku koruptif, nepotisme, arogan, maunya dilayani rakyat, pembohong, sampai membunuh demokrasi dan
meritokrasi seperti meloloskan seorang warga negara sebagai Wakil Presiden dengan mengubah UU yang menetapkan soal batas umur.
“Padahal, masih banyak lagi pemuda/pemudi Indonesia yang kompetensi, kapabalitas, dan akhlak nya jauh – jauh lebih unggul dan baik ketimbang Wapres sekarang,” tegasnya.
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan ucapan selamat Hari Raya…
MONITOR, Jakarta - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI mengecam keras tindakan junta…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo memperkirakan arus balik Lebaran 2025…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menggelar open house Idulfitri 1446 H di rumah…
MONITOR, Jakarta - Guru Besar UIN Jakarta Prof. Ahmad Tholabi Kharlie dalam khotbah Salat Idulfitri…
MONITOR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunaikan salat Idulfitri…