MONITOR, Aceh – Anggota DPD RI Mirah Midadan Fahmid menegaskan pentingnya hilirisasi minyak dan gas (migas) sebagai pilar utama dalam mewujudkan ketahanan energi nasional, terutama di wilayah Aceh yang memiliki potensi migas menjanjikan.
Hal tersebut disampaikan saat Senator Mirah bersama Komite II DPD RI melakukan pengawasan Undang-Undang Migas di Bumi Rencong beberapa waktu lalu.
Menurutnya, sumber daya alam yang melimpah di Aceh harus dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan masyarakat, bukan sekadar diekspor sebagai bahan mentah.
“Potensi Hilirisasi migas bukan hanya tentang menambah nilai tambah, tetapi juga bagian dari strategi besar dalam transisi energi nasional. Aceh memiliki potensi besar yang harus dikelola dengan lebih efektif dan efisien agar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ujar Senator Mirah.
Aceh dikenal sebagai salah satu wilayah dengan cadangan gas bumi yang signifikan. Potensi ini menjadi berkah bagi daerah, sekaligus peluang besar dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Saat ini, hilirisasi migas telah menjadi agenda strategis yang dicanangkan di Aceh, terutama dalam pembangunan infrastruktur jaringan gas (jargas) rumah tangga.
Hingga kini, lebih dari 20 ribu rumah di lima kabupaten/kota di Aceh telah terhubung dengan jargas. Namun, cakupan ini dinilai masih jauh dari ideal. Senator Mirah menekankan bahwa perluasan jargas untuk rumah tangga harus menjadi prioritas dalam pengelolaan migas di Aceh.
“Jargas adalah solusi nyata untuk meningkatkan akses energi bersih dan murah bagi masyarakat. Namun, jumlah rumah tangga yang terhubung masih terbatas. Pemerintah harus mempercepat ekspansi jargas agar manfaat gas bumi ini dapat dirasakan oleh lebih banyak warga,” tegasnya.
Selain jargas, hilirisasi migas di Aceh juga mencakup pengembangan industri berbasis gas bumi. Menurut Senator Mirah, industri hilir seperti pengolahan gas menjadi LNG, LPG, atau bahan baku petrokimia harus diperkuat guna menciptakan dampak ekonomi yang lebih luas, termasuk peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
Dalam pernyataannya, Senator Mirah juga menyoroti pentingnya revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) sebagai instrumen utama dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya energi nasional.
Menurutnya, regulasi yang ada harus lebih berpihak pada optimalisasi sumber daya migas untuk kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar menguntungkan pihak tertentu.
“UU Migas harus menjadi alat untuk memastikan pengelolaan migas yang lebih efektif dan efisien. Perusahaan yang mengelola sumber daya ini harus memiliki kewajiban yang jelas dalam memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar, termasuk dalam bentuk pembangunan infrastruktur energi dan pemberdayaan ekonomi lokal. Terlebih lagi karen kita memiliki daerah otonomi khusus, seperti Aceh dengan potensi migasnya yang luar biasa,” jelasnya.
Senator Mirah menekankan bahwa pengelolaan migas di Aceh juga harus memperhitungkan aspek keberlanjutan. Transisi energi yang sedang digalakkan pemerintah harus berjalan seiring dengan pemanfaatan gas bumi sebagai energi perantara yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil lainnya.
Dengan potensi besar yang dimiliki, Aceh bisa menjadi model dalam implementasi hilirisasi migas di Indonesia. Namun, hal ini membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Senator Mirah menegaskan bahwa upaya ini tidak hanya membutuhkan investasi dalam infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Percepatan pembangunan kawasan industri berbasis gas, insentif bagi investor yang berkomitmen pada hilirisasi, serta penguatan regulasi yang mendorong penggunaan gas domestik harus menjadi prioritas.
“Jangan sampai Aceh hanya menjadi lumbung energi tanpa mendapatkan manfaat maksimal dari sumber dayanya sendiri. Kita harus memastikan bahwa migas Aceh dikelola dengan pendekatan hilirisasi yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, bukan hanya keuntungan bagi segelintir pihak,” pungkasnya.