PARLEMEN

Dorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat, DPR Ingin Budaya RI Tak Kalah dengan K-Pop

MONITOR, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Arzeti Bilbina mendorong agar Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Ia menilai RUU tersebut penting untuk menjamin hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan dan menjamin pelestarian tradisi budaya Indonesia. “Menjamin hak-hak masyarakat adat merupakan kewajiban Negara. Maka kami mendorong agar RUU Masyarakat Hukum Adat masuk dalam Proglenas prioritas sehingga bisa segera disahkan,” kata Arzeti, Senin (18/11/2024).

RUU Masyarakat Hukum Adat sendiri telah diusulkan sejak tahun 2003 dan dirumuskan naskah akademiknya pada tahun 2010. Meski sudah lama masuk Prolegnas DPR, namun RUU yang menyangkut kemaslahatan orang banyak itu belum juga disahkan.

Berbagai lembaga, termasuk organisasi non-pemerintah dan komunitas adat secara aktif mengadvokasi pengakuan hak-hak masyarakat adat, serta perlindungan terhadap budaya dan lingkungan mereka. Dengan semangat periode DPR yang baru, Arzeti berharap RUU Masyarakat Adat semakin mendapat perhatian. “Karena ini menyangkut pengakuan resmi terhadap hukum adat seperti budaya dan bahasa agar tidak tergerus zaman,” tutur anggota Fraksi PKB itu.

Masyarakat adat dengan segala tradisi dan kearifan lokalnya telah menjadi bagian integral dari sejarah dan identitas bangsa. Sayangnya, selama ini hak-hak mereka sering diabaikan dan pengakuan hukum terhadap keberadaan mereka masih sangat minim.

Arzeti menilai RUU MHA harus segera disahkan guna memberi pengakuan resmi terhadap hukum adat dan hak-hak masyarakat adat. Seperti tujuan awal dari RUU ini yaitu untuk memberikan pengakuan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat, seperti hak atas tanah, sumber daya alam, dan hak untuk mempertahankan budaya mereka. “Dengan adanya beleid khusus terkait masyarakat adat, kita berharap Pemerintah lebih memperhatikan adat budaya yang ada di Indonesia. Apalagi zaman sekarang sudah digempur oleh budaya luar yang sangat masif,” ungkap Arzeti.

Lewat RUU MHA, negara pun dapat memberikan perlindungan budaya dan tradisi masyarakat adat yang telah diwariskan sejak zaman leluhur mereka. Untuk diketahui, RUU MHA juga mengatur tentang pengakuan terhadap bahasa, seni, dan praktik-praktik adat yang menjadi ciri khas setiap kelompok adat.

Menurut Arzeti, RUU MHA dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat dan mendorong pembangunan lebih inklusif dan berkelanjutan. “Kan juga bisa memberikan kepentingan jangka panjang untuk masyarakat dan Pemerintah bisa menjaga adat budaya masyarakat kita,” terang Legislator dari Dapil Jawa Timur I tersebut.

Arzeti khawatir kurangnya perlindungan terhadap masyarakat adat akan membawa Indonesia menjadi bangsa dengan krisis identitas budaya. “RUU Masyarakat Adat akan memastikan budaya orisinil kita tetap terjaga. Banyak adat budaya kita yang mulai hilang karena tergerus arus kemajuan zaman, seperti bahasa daerah kita yang sudah mulai tidak terpakai dan tidak digunakan masyarakat setempat,” urai Arzeti.

Arzeti mengatakan kemajuan zaman memang memiliki dampak positif namun bila tidak dikelola dengan baik, hal tersebut akan mengaburkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan budaya. “Khususnya generasi muda kita yang saat ini justru menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka dan bahkan ada yang kesulitan berbahasa Indonesia. Di satu sisi memiliki skill bahasa asing baik agar tidak kalah saing di tengah globalisasi, tapi anak-anak muda Indonesia harus tetap diingatkan tentang akar budaya mulia yang kita miliki,” sebutnya.

Melansir data publikasi Long Form Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), penggunaan bahasa daerah kepada tetangga dan kerabat kian menurun pada generasi muda.

BPS menggunakan klasifikasi William H. Frey untuk mengetahui tingkat penggunaannya di tiap generasi. Dalam data tersebut terlihat bahwa generasi post gen z atau individu yang lahir pada 2013 ke atas, hanya 61,7% yang menggunakan bahasa daerah. Sementara untuk Gen z yang lahir pada tahun 1997-2012, hanya 69,9% yang menggunakan bahasa daerah mereka.

Kendati sudah ada seni musik dan budaya daerah yang mengikuti zaman generasi muda sekarang, Arzeti menilai diperlukan intervensi tembahan untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia. “Apalagi aksesibilitas digital semakin tinggi yang dapat dengan mudah mempengaruhi mindset generasi muda kita, termasuk masuknya budaya-budaya asing,” tegas Arzeti.

Arzeti juga memberi contoh bagaimana Korea Selatan berhasil membumikan budaya mereka di berbagai belahan dunia seperti keberhasilan pada K-Pop dan K-Drama yang memang tak lepas dari dukungan pemerintahnya sendiri. “Dengan menjadikan pelestarian budaya sebagai hal prioritas, Korea Selatan berhasil membawa budaya Korea menjadi mendunia Kita lihat bagaimana keberhasilan K-Pop dan K-Drama terhadap perekonomian Korea Selatan,” ungkapnya.

“Indonesia harus seperti itu agar bahasa dan budaya kita dikenal di kancah global. Betapa bangganya kita kalau musik-musik asli Indonesia seperti Gambang Kromong, Karawitan, Gamelan, Kombi dari Papua, Kolintang, Gambus dan lain-lain bisa seperti K-Pop,” tambah Arzeti.

Perempuan yang juga bertugas di Komisi IX DPR itu pun menyoroti bagaimana masyarakat adat seringkali tergerus oleh kepentingan industri. Dengan adanya beleid khusus, Arzeti menilai masyarakat adat dapat memiliki kepastian hukum dalam mengelola sumber daya di tempat tinggal mereka. “Jika RUU MHA disahkan, masyarakat adat semakin dimudahkan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Sehingga perekonomiannya juga akan semakin baik,” jelasnya.

Arzeti pun mengingatkan bagaimana masyarakat adat sering terusir dari ‘tanah’nya sendiri. Biasanya karena pengusaan tanah oleh korporasi, baik yang difasilitasi negara maupun yang ilegal. “Banyak masyarakat adat yang kerap berhadapan dengan hukum, mereka melawan kelompok besar yang berusaha menguasai hutan-hutan tempat mereka tinggal. Ini karena masyarakat adat tidak memiliki perlindungan hukum,” papar Arzeti.

“Maka RUU MHA sudah menjadi sebuah keniscayaan untuk disahkan bila kita ingin melindungi masyarakat adat agar akan memiliki perlindungan secara hukum dari pemerintah dan perusahaan yang berpotensi merugikan untuk kepentingan ekonomi,” sambungnya.

Selain itu, Arzeti menyinggung mengenai hukum adat yang sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda saat ini bisa. Alhasil, banyak masyarakat yang lebih mengutamakan arus globalisasi. “Untuk itu, saya mengajak Pemerintah dan teman-teman di DPR didukung oleh seluruh elemen bangsa untuk kita memperjuangkan RUU Masyarakat Adat. Tentunya ini semua demi kepentingan masyarakat,” pungkas Arzeti.

Recent Posts

Menteri PU dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bahas Program Pembangunan Infrastruktur 2025

MONITOR, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo didampingi Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti…

2 jam yang lalu

Padat Karya Irigasi Kementerian PU Tahun 2024 Jangkau 12.000 Lokasi

MONITOR, Jakarta - Program Padat Karya Tunai (PKT) melalui Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi…

2 jam yang lalu

Jasa Marga Raih Penghargaan dalam Ajang BUMN Branding dan Marketing Award 2024, Buktikan Komitmen pada Inovasi dan Layanan Publik

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menunjukkan komitmennya dalam inovasi teknologi dan…

5 jam yang lalu

Pertamina Eco RunFest 2024 Akan Dimeriahkan LANY dan 14 Musisi Kebanggaan Tanah Air

MONITOR, Jakarta - PT Pertamina (Persero) resmi mengumumkan kehadiran LANY, grup musik indie bergenre pop…

7 jam yang lalu

Bicara di KTT Perubahan Iklim PBB, Rahayu Saraswati Ingatkan Negara Kaya Harus Bantu Negara Miskin

MONITOR, Jakarta - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi…

7 jam yang lalu

LPDB-KUMKM Perkuat Permodalan Koperasi Produktif di Program MBG

MONITOR, Jakarta - Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) terus…

9 jam yang lalu