MONITOR, Jakarta – Harga sayur mayur pada sejumlah wilayah di Indonesia anjlok yang mengakibatkan petani dan industri pangan Indonesia merugi. Anggota DPR RI Daniel Johan mendorong pemerintahan yang baru untuk mempriotitaskan program peningkatan produktivitas pangan di Tanah Air di tengah gempuran impor pangan yang mengancam kedaulatan pangan Indonesia. “Tentu pangan itu sangat penting, kita berharap pangan itu menjadi prioritas utama buat pemerintahan berikutnya. Isu ini termasuk menjadi perhatian DPR,” kata Daniel, Senin (14/10/2024).
Diketahui, anjloknya harga sayur mayur diakibatkan karena overproduksi. Beberapa waktu lalu petani kerap memanen hasil panennya dalam waktu bersamaan, sehingga pasaran menjadi oversupply hingga menyebabkan harga jual turun drastis.
Selain itu, adanya konsumsi massal sayur mayur akhir-akhir ini juga berkontribusi pada penurunan harga. Banyak konsumen yang memilih sayur murah daripada yang mahal dan menyebabkan meningkatkan supply pasar tanpa proporsi yang sama.
Daniel menilai, fenomena anjloknya harga sayuran ini memperburuk kemajuan sektor pangan di Indonesia.
“Di tengah maraknya impor produk pangan termasuk beras, fenomena harga sayur yang anjlok menjadi kabar buruk bagi industri pertanian kita. Puncak banjir impor pangan yang sudah terjadi selama dua tahun ini harus disiasati,” tuturnya.
Daniel juga menegaskan pentingnya terobosan baru dari Pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Apalagi, Presiden Terpilih Prabowo Subianto memiliki concern terhadap pertanian dan kemandirian pangan. “Ekonomi rakyat sekarang lagi merosot. Semua lagi susah hidupnya. Daya beli anjlok sehingga pemerintah harus benar-benar mencari cara terobosan yang cerdas, khususnya dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan sebagai cita-cita kita bersama,” ucap Daniel.
“Tapi langkah yang diambil jangan terlalu membebankan masyarakat, misalnya dengan adanya kenaikan pajak. Sehingga kekuatan Indonesia itu bisa benar-benar kita wujudkan,” lanjutnya.
Fenomena harga sayur mayur anjlok ini berdampak langsung kepada petani, sebab dengan harga rendah membuat keuntungan tipis bagi para petani dan penjual sayur. Bahkan, beberapa petani lebih memilih memberikan sayur secara percuma daripada menjualnya dengan harga murah.
Petani mengeluhkan biaya produksi tetap tinggi, mulai dari biaya tanah, bibit, pupuk hingga pekerjaan manual. Namun karena harga jual turun drastis, maka laba yang didapatkan sangat minim. Daniel pun menyoroti bagaimana isu subsidi pupuk yang selama ini masih banyak masalah turut menyumbang sebagai faktor kurangnya produktivitas pertanian. “Pemerintah perlu melakukan tata kelola pupuk subsidi dengan baik. Jangan sampai hal tersebut jadi sumber korupsi, karena ini menyangkut nasib para petani agar menekan biaya produksi. Jadi subsidi pupuk tetap berjalan tanpa adanya korupsi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Daniel yang pada periode DPR sebelumnya bertugas di Komisi IV dengan fokus kerja di sektor pertanian dan pangan itu berharap pemerintahan Prabowo ke depan bisa meningkatkan program-program bagi petani. Dengan begitu, produktivitas pangan Indonesia semakin lebih baik.
“Kita meningkatkan produktivitas dari lahan yang sudah ada. Itu nomor satu, artinya irigrasi benar-benar harus diperhatikan, tersier juga harus benar, jangan sampai ada yang macet,” sebut Daniel.
Harga sayur mayur anjlok ini juga sempat terjadi pada tahun 2019 yang mengakibatkan adanya aksi tukang ojek sayur di Jambil membuang hasil sayur mayurnya ke jalan. Pada saat itu Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, memberikan sepuluh langkah agar pasokan dan harga sayur tetap stabil meski dalam keadaan overproduksi.
Pertama petani menggunakan benih unggul, kedua mengikuti pengaturan waktu pola tanam sehingga kebutuhan di setiap bulannya dapat terpenuhi, memberikan pupuk organik, memakai pestisida yang ramah lingkungan, pasca panen yang baik.
Lalu hilirisasi dengan industri olahan skala rumah tangga, melakukan kemitraan dengan pelaku usaha dan eksportir, serta membangun tata niaga yang efisien dengan membentuk koperas. Langkah selanjutnya adalah membangun pasar lelang di perkebunan, dan terakhir mendorong produk agar mampu masuk ke pasar modern, sehingga bisa meningkatkan peluang ekspor sayuran.
Menurut Daniel, semua langkah tersebut dapat berhasil jika pemerintah konsisten dalam melakukan program-program tersebut. “Saat ini yang kerap menjadi masalah ialah implementasi yang tidak sesuai dengan teori,” tukasnya.
Untuk itu, Daniel berharap program-program yang telah dibuat dapat dijalankan dengan konsisten. Seperti langkah distribusi sayuran dari daerah yang sedang panen raya ke daerah yang kekurangan stok atau sedang mengalami lonjakan harga sayuran. “Atau dengan mengatur sistem penjualan sayuran agar harga yang ditawarkan kepada konsumen sesuai dengan harga yang dibayarkan oleh petani dapat berjalan dengan baik,” ujar Daniel.
“Dengan transparansi harga yang jelas, hal tersebut dapat melindungi petani dari manipulasi harga oleh tengkulak atau distributor yang tidak etis,” tambahnya.
Daniel pun menyoroti catatan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) tentang kegagalan pemerintahan saat ini dalam mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. SPI mencatat kebijakan konversi tanah-tanah subur pertanian menjadi non-pangan serta penguasaan besar korporasi terhadap lahan pertanian menjadi kegagalan Pemerintah dan berharap pemerintahan Presiden Prabowo ke depan tidak mengulanginya.
Menurut Daniel, komitmen Prabowo mewujudkan swasembada pangan di Indonesia dalam empat tahun mendatang pastinya akan didukung DPR. Meski begitu, ia mengingatkan agar setiap program yang akan dilakukan betul-betul telah melalui kajian mendalam, misalnya program food estate atau pengembangan pusat pangan. “Kalau emang ada lahan baru, benar-benar ada food estate yang baik. Jangan sampai gagal terus. Karena berkali-kali kita belasan tahun gagal. Makanya harus ada kajian yang benar-benar detail sehingga kedaulatan makan di Indonesia bisa terwujud,” tutup Daniel.