MONITOR, Padang – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS mengatakan Indonesia perlu melakukan transformasi atau perbaikan pendidikan nasional agar dapat menjawab tantangan zaman sekaligus menjadi triger menuju negara yang maju, adil dan sejahtera (Indonesia Emas 2045).
“Kita harus mentransformasi (memperbaiki) sistem Pendidikan Nasional, mulai dari Tingkat SD (Pendidikan dasar), SLTP & SLTA (Pendidikan menengah) hingga Pendidikan Tinggi,” kata Prof Rokhmin saat menjadi pembicara utama pada FGD “Menanamkan Nilai-Nilai Kebangsaan di Perguruan Tinggi pada Era Globalisasi” di Ruang Sidang Senat Lt. 4 Gedung Rectorate and Research Center, Universitas Negeri Padang (UNP), Padang, Sumatera Barat, Kamis (29/8/2024).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Era Kabinet Gotong Royong itu menuturkan bahwa Indonesia akan mengalami perubahan pasar tenaga kerja. Perubahan pada pekerjaan berdasarkan sektor (pekerjaan; 2028), yaitu Pertanian dan Pertambangan: -3,5 juta pekerjaan tergantikan Grosir dan Retail -1,6 juta pekerjaan tergantikan Industri -1,5 juta pekerjaan tergantikan.
“Kurang 10% tenaga kerja yang tergantikan meliputi operator mesin, pekerja keterampilan dasar, dan pekerja pertanian terampil yang umumnya disebabkan oleh perkembangan teknologi,” tuturnya.
Selanjutnya kesenjangan keterampilan masa depan yang paling besar untuk pekerjaan baru yaitu: dasar (pemahaman membaca, menulis, dan mendengarkan), interaktif (negosiasi, persuasi), dan keterampilan IT (pemrograman, perancangan sistem). “62% Pekerjaan baru akan hadir di sektor konstruksi, transportasi/pariwisata, dan retail,” terangnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Dosen Kehormatan Mokpo National University itu mengingatkan pentingnya Inovasi yakni mengubah ide-ide kreatif menjadi produk teknologi komersial. Kreatifitas: pembangkitan ide-ide baru. Invensi dan Inovasi. “Invensi menghasilkan ide atau konsep baru, lalu inovasi mengubah konsep baru itu menjadi komersial atau penggunaan lebih luas,” jelasnya.
Selain itu, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu juga menyebut pentingnya integrasi Sistem Pendidikan dan Riset – Sistem Ekonomi dan Industri – Sistem Tata Kelola Pembangunan dan Pemerintahan Kunci untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Sistem Pendidikan & Riset Inovasi. Kita harus mentransformasi (memperbaiki) sistem Pendidikan Nasional, mulai dari Tingkat SD (Pendidikan dasar), SLTP & SLTA (Pendidikan menengah) hingga Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar bertujuan menyiapkan peserta didik jadi manusia pembelajar dan warga negara yang baik,” ujar Prof Rokhmin.
Pada Tingkat SD, kata Prof Rokhmin harus dihindari beban kurikulum yang berlebihan, menciptakan iklim (suasana) Pendidikan yang membahagiakan (fun) dan menyemangati peserta didik. “Yang mesti ditumbuhkan adalah kecakapan (ilmu) dasar manusia pembelajar: literasi (budaya membaca), numerasi (berhitung), menulis, menutur, dan bekerjasama,” ungkapnya.
Kecakapan dasar diatas menurutnya mesti dikombinasikan (dilengkapi) dengan 4 wahana pembentukan karakter dan kreativitas: (1) olah pikir (critical thinking dan problem solving), (2) olah rasa (spiritualitas, etika, dan estetika), (3) olah raga (permainan dan ketangkasan kinestetik), dan (4) olah karsa (kemauan/imajinasi kreatif)
“Pengetahuan sebagai disiplin ilmu belum perlu diajarkan. Biarkan anak-anak menjelajahi (exploring) bahan bacaan dan bidang pengetahuan apa saja yang mereka sukai, tanpa sekat-sekat keilmuan yang ketat (rigid). Sekolah cukup menyediakan bahan bacaan yang terseleksi dan mencukupi,” tegasnya.
Pada Tingkat Pendidikan Sekolah Menengah, perlu ada pergesaran menuju pembelajaran yang lebih berpusat pada individu. Sistem kelas yang tersusun berdasarkan kelompok umur bukanlah keharusan, melainkan sebuah pilihan.
Sedangkan Pada tingkat Perguruan Tinggi (PT), Prof Rokhmin mengatakan orientasi utama pendidikan bukanlah menjadi WCU (World Class University), melainkan menjadi pilar utama pendukung pembangunan nasional. “Menjadi WCU hanya dampak ikutan manakala penyelenggaraan Tri Dharma dijalankan secara professional dan sungguh-sungguh,” katanya.
Selain itu menurutnya, transformasi perguruan tinggi (PT) harus memperhatikan pemerataan sebaran, perbaikan mutu, dan keseimbangan proporsi bidang studi. “Dengan total penduduk sekitar 280 juta jiwa, Indonesia memiliki 4.350 PT. Bandingkan dengan China dengan sekitar 1,4 miliar jiwa, tetapi jumlah PT lebih sedikit (2.824),” katanya
“Dengan kata lain, isu krusialnya bukanlah jumlah, melainkan pemerataan sebaran antar wilayah dan rendahnya mutu sebagian besar PT kita. Selain itu, proporsi mahasiswa bidang sosial-humaniora jauh melebihi yang menekuni bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics),” jelasnya.
Saat ini jelas Prof Rokhmin jumlah mahasiswa keinsinyuran (STEM) hanya 14 persen dari seluruh mahasiswa di Indonesia (sekitar 50 persen belajar teknik komputer), dengan tingkat putus kuliah tertinggi (4,66 persen). Persoalannya tambah pelik karena dari sekitar 100.000 lulusan keinsinyuran, hanya sekitar 5.000 yang bekerja profesional sesuai bidangnya.
“Solusinya, perlu kebijakan insentif dan afirmatif bagi yang mau kuliah di bidang keinsinyuran, perlu juga dipikirkan keterkaitannya dengan pembangunan sektor ekonomi-industri,” ujarnya.
Mahasiswa PT juga harus dipersiapkan punya fleksibilitas dalam merespons tantangan perubahan yang kian cepat. Kita bisa belajar dari China, dengan fokus kebijakannya untuk mengubah tendensi pembelajaran spesialisasi yang berlebihan menuju penyiapan pembelajar generalis (interdisciplinary) yang mampu berpikir sistemik (holistic), independent, dan inovatif.
“Hanya saja, agar tenaga generalis ini punya keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja, mahasiswa dibekali experiential learning dengan rumus 2+1 (2 tahun belajar di universitas, 1 tahun magang di dunia kerja; atau 2 tahun di kota, 1 tahun di desa),” pungkasnya.