HUKUM

Uji Materi KUHAP dan UU Advokat Diperbaiki, Ini Alasannya

MONITOR, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Rabu (07/8/2024) di ruang sidang MK. Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan Perkara Nomor 98/PUU-XXII/2024 yang diajukan Justino Halomoan Sinaga, seorang Wiraswasta.

Justino dalam persidangan menyampaikan telah memperbaiki permohonan. Di antaranya perbaikan “perihal” dan perbaikan pokok permohonan.

“Saya melakukan perbaikan yang pertama, perihal. Jadi, perihalnya, permohonan pengujian materi UU Nomor 48 Tahun 2009 dan UU Nomor 18 Tahun 2003 terhadap UUD 1945,” ujarnya.

Sebagai tambahan informasi, permohonan Perkara Nomor 98/PUU-XXII/2024 ini diajukan seorang wiraswasta Bernama Justino Halomoan Sinaga, seorang Wiraswasta. Pemohon melakukan pengujian Materiil KUHAP UU Advokat terhadap UUD 1945.

Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (07/8/2024)

Pemohon mengaku telah melakukan prosedur dan langkah-langkah hukum yang ditetapkan dalam KUHAP. Namun, dalam praktik penyelenggaraan peradilan yang dialami Pemohon, terjadi “ketidakadilan” dalam proses tersebut. Syarat peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undanfg Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK), menurut Pemohon, terhambat oleh frasa “hambatan dan rintangan”, yang menyebabkan peradilan menjadi rumit, lama, dan mahal.

Frasa tersebut, menurut Pemohon, telah menimbulkan pelanggaran baru dalam proses peradilan yang membuat Pemohon merasa sangat tidak adil dan dirugikan. Pemohon menekankan bahwa frasa “cepat” dalam Pasal 2 Ayat (4) UU KK belum memiliki parameter yang jelas, karena laporan Pemohon yang diajukan sejak tahun 2020 hingga kini belum membuahkan hasil. Demikian pula, frasa “biaya ringan” dalam pasal yang sama juga tidak memiliki parameter yang jelas, karena dalam pelaksanaan KUHAP, banyak biaya yang timbul. “Menurut Pemohon, frasa “hambatan dan rintangan” menunjukkan adanya kesewenang-wenangan jabatan dan hukum oleh badan dan instansi resmi yang terstruktur, sistematis, dan masif (mafia hukum),” tegasnya.

Oleh karena itu, Pemohon mengusulkan pembentukan Komisi Penegakkan Hukum (KPH) dan Dewan Ketahanan Hukum (DKH) guna mengawasi dan melawan mafia hukum dalam penyelenggaraan pengadilan. Selain itu, Pemohon meminta agar frasa “hambatan dan rintangan” pada Pasal 4 ayat (2) UU KK ditafsirkan sebagai “patut diduga atau dugaan kejahatan atau sengaja”, yang mencerminkan ketidakpastian dan kekosongan hukum.

Recent Posts

Inilah 7 PLBN yang Rampung Dibangun dalam Kurun Waktu 2019-2024

MONITOR, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya…

6 jam yang lalu

CPNS Kemenag 2024, 319.255 Pelamar Lolos Seleksi Administrasi

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) hari ini mengumumkan pelamar yang lolos seleksi administrasi Calon…

6 jam yang lalu

Catatan Puan Pada Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Harus Jadi Peringatan Bagi Perguruan Tinggi

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di…

8 jam yang lalu

Legislator Nilai Cakada Tunggal Rusak Demokrasi dan Kegagalan Parpol

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus menilai maraknya calon tunggal dalam Pemilihan…

10 jam yang lalu

Wamentan Sudaryono Dorong Pengusaha Nasional Bergerak Gunakan Layanan Teknologi

MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mendorong para pelaku usaha nasional untuk bergerak…

11 jam yang lalu

Soal Bullying di Binus Simprug, Komisi X Khawatir Aparat Sering Masuk Sekolah

MONITOR, Jakarta - DPR RI menyoroti kasus perundungan di SMA Binus Simprug yang diduga dilakukan…

12 jam yang lalu