PEMERINTAHAN

Kemenperin Siapkan Antisipasi Dampak Situasi Geopolitik Dunia Bagi Sektor Industri

MONITOR, Jakarta – Kementerian Perindustrian terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin memanas dengan adanya konflik Iran dan Israel baru-baru ini. Eskalasi geopolitik di wilayah tersebut diwaspadai dapat berpengaruh terhadap Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Konflik yang terjadi diperkirakan berdampak pada setidaknya tiga hal, yaitu peningkatan harga energi, peningkatan biaya logistik, dan penguatan nilai tukar Dollar Amerika Serikat (USD). Hal tersebut merupakan konsekuensi menjadi bagian dari perekonomian dan supply chain global.

Karenanya, pemerintah perlu menganalisa dan menyiapkan smart policy untuk memitigasi pengaruh terhadap sektor manufaktur di dalam negeri. Kemenperin juga akan segera melakukan koordinasi dengan para pelaku industri, “Saat ini, Kemenperin telah memetakan permasalahan dan berupaya melakukan mitigasi solusi-solusi dalam rangka mengamankan sektor industri dari dampak konflik yang tengah terjadi,” Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan di Jakarta, Kamis (18/4).

Solusi yang dirumuskan Kemenperin meliputi penyiapan insentif impor bahan baku industri yang berasal dari Timur Tengah karena adanya kemungkinan terganggu suplai bahan baku bagi industri dalam negeri, terutama pada sektor industri kimia hulu yang mengimpor sebagian besar bahan baku dari kawasan tersebut. Relaksasi impor bahan baku tertentu juga dibutuhkan untuk kemudahan memperoleh bahan baku, mengingat negara-negara lain juga berlomba mendapatkan supplier alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya.

Selanjutnya, mempercepat langkah-langkah pendalaman, penguatan, maupun penyebaran struktur industri, yang bertujuan untuk segera meningkatkan program substitusi impor. Hal ini perlu didukung dengan memperketat ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengantisipasi excess trade diversion dari negara lain ke Indonesia. Artinya, Kementerian/Lembaga harus lebih disiplin dalam pengadaan belanja barang dan jasa dengan menggunakan Produk Dalam Negeri.

Menperin menambahkan, saat ini juga merupakan momen yang tepat bagi sektor industri untuk mendapatkan kepastian keberlanjutan implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Adanya risiko peningkatan harga energi dapat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing subsektor industri. Karenanya, kebijakan HGBT sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produksi.

Kemenperin mengimbau peningkatan penggunaan mata uang lokal (Local Currency Transaction) untuk transaksi bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra. Dengan kata lain, nasabah Indonesia dan nasabah mitra dapat membayar atau menerima pembayaran dalam mata uang lokal tanpa melalui mata uang USD. “Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama USD, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antar negara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah,” jelas Menperin.

Selain itu, upaya memperbaiki performa sektor logistik untuk mendukung pertumbuhan sektor industri juga perlu ditempuh. Sepanjang triwulan I – 2024, terjadi peningkatan pada indeks biaya logistik dunia yang merupakan dampak dari konflik Israel-Palestina. Kenaikan biaya logistik yang semakin tinggi akan tergantung pada ekskalasi konflik yang mungkin terjadi selanjutnya. Sementara itu, saat ini Indonesia berada pada peringkat ke-63 dunia dan ke-6 di ASEAN untuk Logistics Performance Index (LPI), jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Artinya, biaya dan waktu penanganan logistik di Indonesia jauh lebih mahal dan lama bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia maupun di kawasan ASEAN.

Catatan lain adalah rasio pinjaman produktif di Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan pinjaman konsumtif juga menunjukkan perlunya mempermudah sektor industri untuk memperoleh kredit. Bila melihat kondisi di Tiongkok, kredit lebih banyak mengalir ke sektor produksi dibandingkan ke konsumsi. Menperin berharap, rasio kredit di Indonesia juga dapat bergeser dan didominasi oleh kredit produksi, sehingga sektor industri bisa semakin berkembang.

Namun demikian, Agus meyakinkan bahwa kondisi saat ini masih tenang dan terkontrol. “Pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan kondisi tersebut. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan Pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri,” pungkasnya.

Recent Posts

24 Calon Dubes Penuhi Syarat, DPR Harap Diplomasi RI Makin Kuat

MONITOR, Jakarta - Komisi I DPR RI telah merampungkan fit and proper test 24 calon…

2 menit yang lalu

DPR Desak Kasus Kematian Brigadir Nurhadi Diusut Transparan, Soroti Gaya Hidup Aparat

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding menegaskan bahwa penanganan kasus kematian…

20 menit yang lalu

571 Ribu Penerima Bansos Terindikasi Judol, Puan: Telusuri Tuntas, Masyarakat Rentan Jangan Jadi Korban

MONITOR, HJakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah segera melakukan penelusuran dan validasi…

37 menit yang lalu

IPW Sebut Penambahan Anggaran untuk Polri Adalah Sebuah Keniscayaan, Ini Alasannya

MONITOR, Jakarta - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa penambahan anggaran…

7 jam yang lalu

DPR Sentil PLN, Uang PMN Mengalir, Listrik Desa Tak Kunjung Tuntas

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam menyoroti sejumlah persoalan…

8 jam yang lalu

Menteri Agama: Tema AICIS 2025 Bukan Hanya untuk Indonesia Tetapi untuk Dunia

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) secara resmi mengelar…

10 jam yang lalu