BERITA

Analis Pertahanan Harapkan Debat Capres Mampu Mengeksplorasi Sistem dan Strategi Pertahanan Nasional

MONITOR, Jakarta – Hari minggu ini lanjutan debat capres dengan tema debat Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Globalisasi, Geopolitik, dan Politik Luar Negeri kembali diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Tiga pasang calon telah mempublikasikan visi misi mereka terkait tema-tema tersebut. Secara umum, semua menyinggung tentang ide pembangunan kekuatan pertahanan, modernisasi alutsista, soal topik kesejahteraan prajurit TNI hingga soal peningkatan kemampuan mengatasi ancaman siber.

Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menanggapi visi misi tiga Paslon bahwa Secara umum, semua calon sejalan dengan visi pertahanan nasional. Soal komando cadangan, alutsista, sistem pertahanan, dan hubungan sipil-militer. “Namun yang harus diingat oleh para kandidat bahwa pertahanan adalah sebuah sistem dan strategi yang saling berkaitan satu sama lain,” kata pria yang akrab dipanggil Simon.

“Kita, mislanya, boleh saja memperkuat alutsista, namun di sisi yang lain, tanpa penguatan ekonomi, kita hanya mampu bertahan dalam hitungan hari saat ada peperangan,” sambung Rektor Institut Sains dan Teknologi al-Kamal Jakarta itu.

Begitu halnya dengan serangan-seragan yang sifatnya non fisik kepada bangsa Indonesia, terutama generasi muda, ini yang jarang sekali menjadi fokus. Misalnya, serangan ideologi ekstremisme yang berpotensi memecah belah bangsa, itu yang harus diantisipasi secara lebih serius.

“Terkait dengan tata data dan informasi, saya kira tidak banyak disinggung secara khusus oleh para kandidat. Mau secanggih apapun pertahanan kita di dunia siber, tanpa dibarengi dengan tata data dan informasi yang baik, maka akan jebol-jebol juga,” kata Simon.

Pertahanan nasional kita tidak bisa hanya mengandalkan satu Matra saja. Ia harus dibangun dalam sistem yang terintegrasi lintas Matra, dan tidak hanya jadi domainnya TNI semata. Matra darat, laut, udara, siber dan luar angkasa musti sinergis satu sama lain. Karenanya, para calon dalam debat nanti harus mampu menunjukkan cara pandang dia dalam memperkuat pertahanan lintas Matra ini, termasuk kapasitas, penilaian dan strategi level interoperabilitas lintas Matra kita.

Dengan berjalannya target Minimum Essential Force (MEF) dalam pertahanan nasional kita, Indonesia saat ini sedang memperkuat Revolution in Military Affairs (RMA). Dalam kerangka RMA interoperabilitas dibangun dalam kesatupaduan teknologi, doktrin dan organisasi militer.

Dalam konteks Indonesia, kesatupaduan tersebut terkerangkakan dalam sabuk pertahanan negara kepulauan. “Sebetulnya gagasan New Essential Force, modernisasi alutsista maupun melanjutkan MEF sebagaimana yang diusung tiga paslon, itu kerangkanya menggunaka RMA,” kata Simon.

Oleh karena itu, menurut Simon, secara otomatis para calon harus mampu meneruskan kerangka RMA dalam sabuk pertahanan negara kepulauan ini. Agar tidak ketinggalan, maka juga harus disesuaikan dengan perkembangan isu-isu terkini.

“Isu-isu terkini saya kira sudah seharusnya menjadi perhatian serius, terutama dampak yang ditimbulkan terhadap pertahanan nasional, yaitu: KKB di Papua, pengungsi Rohingnya, Human traficking, klaim bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu oleh Malaysia, dan respon masyarakat terhadap konfik luar negeri,” kata Simon.

Dalam kacamata Simon, kawasan Indo Pasifik saat ini sedang digunakan sebagai kawasan proksi. Indonesia pasti akan terlibat di dalamnya. “Tentu saja dampak ketegangan dan potensi peperangan di kawasan ini dirasakan Indonesia dalam lima tahun ke depan,” kata Simon.

Isu-isu di atas perlu dieksplore secara luas oleh para kandidat capres-cawapres dari sudut pandang masing-masing. Selain untuk melihat efektifitas dan kapasitas kandidat, jawaban dari mereka akan memperlihatkan gambaran ideologi dan keberpihakan dari masing-masing pasangan calon.

“Terakhir, saya ingin tekankan bahwa perkembangan lingkungan strategis kita terus dinamis dan membutuhkan antisipasi dan respon cepat. Upaya apa yang hendak dilakukan oleh para kandidat untuk membangun antispasi dan respon cepat tersebut?,” kata Simon.

Simon menjelaskan bahwa saat ini, LCS sebagai episentrum baru konflik Barat-Timur sekiranya apakah hanya Alutsista saja yang diperkuat? bagaimana Indonesia mempergunakan ruang diplomasi internasional untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan? bagaimana jika peperangan di LCS benar-benar terjadi? Apa strategi yang dipersiapkan?

“Saya kira, para kandidat masih memberikan paparan secara umum saja. Padahal itu membutuhkan jawaban konkrit dan meyakinkan,” pungkas Simon.

Recent Posts

Keterbukaan Informasi Publik Elemen Penting dalam Penegakan Hukum

MONITOR, Jakarta - Keterbukaan informasi publik menjadi elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan demokratis. Keterbukaan informasi…

1 jam yang lalu

Jasa Marga Raih Dua Penghargaan pada Ajang Indonesia Most Trusted Companies Award 2024

MONITOR, Jakarta – PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih dua…

1 jam yang lalu

Aktivis Cium Aroma Politis Pada Pemanggilan Suami Airin dan Ketua DPRD Banten oleh Kejati

MONITOR, Jakarta - Dipanggilnya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Fahmi hakim ketua DPRD Provinsi…

3 jam yang lalu

Survei: Elektabilitas Atang-Annida Salip Dedie-Jenal di Pilkada Kota Bogor

MONITOR, Jakarta - Pemilih muda diperkirakan akan memainkan peran penting dalam menentukan hasil Pemilihan Kepala…

3 jam yang lalu

DPR Harap Semua Pimpinan KPK Terpilih Sinergi dan Solid; Jangan Ribut-ribut

MONITOR, Jakarta - Komisi III DPR RI telah menetapkan lima pimpinan KPK terpilih dan lima…

3 jam yang lalu

Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa guru adalah pahlawan sejati. Hal tersebut…

4 jam yang lalu