MONITOR, Jakarta – Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri memberikan pernyataan kepada media usai dirinya diperiksa Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Mabes Polri, Jum’at (1/12/2023).
Berikut pernyataannya:
- Hari ini , sy kembali hadir di Mabes Polri. Rumah besar yg membesarkan saya sejak sy berpangkat sersan dua tahun 1983 sampai purnawirawan Polri dengan pangkat Komisaris Jenderal Polri sd sekarang. Untuk itu melalui kesempatan sy menyampaikan terima kasih kepada lembaga yang telah membesarkan saya, dan saya tidak akan pernah kecewa kpd Polri bangsa dan Negara. Walaupun saya harus mengalami ini semua,
- Saya selaku Warga Negara tentu sangat menjunjung tinggi supremasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia. Karena Negara Indonesia adalah Negara Yang berdasarkan hukum ( rechstaat ) , bukan Negara yang berdasarkan Kekuasaan ( machstaat) dan berharap kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan, junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak mengembangkan narasi atau opini yang bersifat menghakimi.
- Pada dasarnya sy sangat mengapresiasi dan penghargaan kepada publik yg telah memberikan perhatian tetapi hendaknya disampaikan secara objektif. Besar harapan saya agar proses hukum, senantiasa mengedepankan asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan menjunjung tinggi asas “presumption of innonce”, asas “praduga tidak bersalah” bukan praduga Bersalah presumption of quilt. serta tetap menjunjung tinggi dan menghormati Hak asasi Manusia,
- Sebagai prinsip penghormatan atas HAM, maka sy menggunakan instrumen Permohonan Praperadilan yang saya ajukan, saya menggunakan Hak saya yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Pasal 77 – Pasal 83 KUHAP dan Putusan Nomor 21 tahun 2014. Sy berharap praperadilan dapat memberikan keadilan secara independen,bebas , merdeka dan tidak terpengaruh dari kekuasaan dan pihak manapun.
- Melalui kesempatan ini, sebagai Ketua KPK non aktif, saya ingin menyampaikan pandangan saya, mengenai lemahnya UU KPK, dalam memberikan perlindungan hukum bagi Pimpinan KPK, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, kita semua telah menjadi saksi sejarah, hampir sebagian besar Pimpinan KPK mengalami permasalahan hukum, sebagian besar merupakan “kriminalisasi hukum”, dimulai dari Bibit Chandra, Antasari Azhar, bambang wijayanto, Abraham Samad serta yang terakhir yang saat ini saya alami.
- Sebagai Ketua KPK non aktif yang memimpin lembaga yang menjadi salah satu ujung tombak pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, saya mengharapkan agar ke depannya, UU KPK mengalami perubahan terutama pada Pasal 36 UU KPK pada pokok mengatur tentang larangan melakukan pertemuan baik langsung maupun tidak dg tersangka atau pihak terkait lainnya di diketahui berperkara yang ditangani kpk serta dalam hal perlindungan hukum bagi para Pimpinan KPK, begitu mudahnya kami dikriminalisasi, begitu mudahnya para koruptor melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, sejarah mencatat, perlawanan terhadap pemberantasan korupsi atau yang kita kenal dengan istilah when the corruptor strike back melalui kesempatan ini mengajak bhw Kita semua tidak boleh lemah, sekuat apapun perlawanan terhadap pemberantasan korupsi, kita harus jadi lebih kuat daripada segala upaya perlawanan itu.
- Terakhir, saya menyampaikan bahwa semua proses penegakan hukum harus titik ujung penyelesaian krn prinsipnya kita jg mengenal doktrin the sun rise and the sun set principle kita juga menaruh harapan besar kpd hakim utk memutus perkara seadil adilnya krn sy sangat percaya bhw hakim yg lebih memahami atas perkara yg ditanganinya ius curia novit.