PERTANIAN

Kementan Lakukan Langkah Antisipasi Serangan Hama Penyakit Tanaman di Awal Musim Hujan

MONITOR, Jakarta – Sebagian besar wilayah Indonesia pada bulan November ini sudah mulai memasuki musim hujan. Musim hujan merupakan berkah bagi petani dimana air berlimpah sehingga tanaman komoditas dapat tumbuh dengan baik. Namun disisi lain perlu diantisipasi potensi serangan hama penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang biasa muncul pada musim hujan. Hal tersebut tergambar dalam Bimtek Propaktani Episode 1048 dengan tema “Antisipasi Hama Penyakit di Awal Musim Hujan” (Selasa/21-11-2023).

Prof. Widodo selaku Guru Besar IPB memaparkan mengenai strategi pengelolaan OPT. “Untuk mengatasi permasalahan terkait OPT seperti penyakit pada tanaman perlu terlebih dahulu untuk mengenali akar permasalahannya agar pengelolaannya lebih strategis. Adapun tiga permasalahan OPT yaitu adanya patogen yang virulen, tanaman rentan, dan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan populasi OPT. Cara mengurangi tingkat serangannya antara lain menekan jumlah patogen dengan bahan pengendali, menggunakan varietas (inang) tahan, dan mengelola lingkungan agar tidak sesuai bagi perkembangan penyakit”, jelas Prof. Widodo.

“Strategi pengelolaan OPT terbagi menjadi tiga, yaitu pre-emtif (tindakan pengelolaan sebelum penanaman (tanaman semusim maupun tahunan) atau periode tumbuh (tanaman tahunan) yang didasarkan pada literatur yang valid dan/atau pengalaman pada musim sebelumnya, preventif (tindakan yang bersifat rutin/terjadwal yang tidak didasarkan pada hasil pemantauan), dan responsif (tindakan yang didasarkan pada hasil pemantauan). Pengelolaan terpadu OPT menekankan kepada pertumbuhan tanaman yang sehat dan sedikit mungkin mengganggu agroekosistem serta mengedepankan pengendalian alamiah”, sebut Prof. Widodo.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung Radix Suharjo menyampaikan pentingnya membangun kewaspadaan terhadap ancaman serangan OPT dengan melakukan pemantauan secara rutin. “Peningkatan produksi pangan menjadi hal yang penting untuk segera dilakukan. Pada tahun 2050 untuk memenuhi kebutuhan pangan, diproyeksi hasil pertanian perlu ditingkatkan hingga 60%. Salah satu faktor pembatas dalam usaha meningkatkan produksi pangan adalah adanya serangan OPT seperti penyakit tanaman. Penyakit tanaman harus dapat kita kendalikan dengan mengetahui identitasnya, gejala dan penyebabnya sehingga dapat dilakukan pengendalian secara tepat. Beberapa jenis penyakit yang berhasil kami identifikasi diantaranya pada tanaman padi seperti busuk upih dan busuk pangkal batang serta tanaman jagung misalnya penyakit bulai dan busuk batang”, ujar Radix.

“Adanya perubahan iklim juga mengakibatkan patogen berpotensi untuk beradaptasi sehingga harus dibangun kewaspadaan pada perubahan pada tanaman budidaya dan jenis serta keberlimpahan OPT. Pemantauan secara rutin perlu dilakukan untuk mengantisipasi tingkat serangan OPT dan kerugian yang ditimbulkan”, lanjut Radix.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi berpesan pentingnya menekan serangan OPT dalam pengamanan dan peningkatan produksi pangan dengan tetap berdasarkan prinsip PHT (Pengelolaan Hama Terpadu). “Di saat pergantian musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya selalu diikuti dengan adanya serangan OPT. Serangan OPT harus ditekan seminimal mungkin jauh di bawah ambang batas toleran yaitu 4%. Dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan evaluasi kami data puso akibat serangan OPT hanya berkisar pada 0,4 sampai dengan 0,8%”, sebut Suwandi.

“Pengendalian OPT dalam pengamanan dan peningkatan produksi pangan harus berdasarkan prinsip PHT. Pengendalian kami dorong dilakukan baik secara mekanis atau biologis menggunakan pestisida nabati dan agens hayati yang ramah lingkungan dan hemat biaya. Banyak petani yang sudah pintar membuat sendiri pestisida nabati, agens hayati, dan PGPR. Jadikan pengendalian menggunakan bahan kimia sebagai pilihan terakhir”, jelas Suwandi.

“Sesuai arahan Menteri Pertanian Amran Sulaiman agar fokus dan bergerak untuk peningkatan produksi pangan, terutama pada produktivitas padi dan jagung, juga kualitas hasil guna mensejahterakan petani”, pungkas Suwandi.

Sebagai informasi KSA BPS bahwa luas panen padi tahun 2023 diperkirakan 10,20 juta hektar dengan produksi 53,63 juta ton GKG atau setara 30,90 juta ton beras. Sedangkan luas panen jagung (pipilan) tahun 2023 diperkirakan 2,49 juta hektar dengan produksi 14,46 juta ton dengan kadar air (KA)14%. Pada tahun 2024, Kementerian Pertanian menargetkan produksi padi sebesar 55,42 juta ton dan produksi jagung mencapai 23,34 juta ton.

Recent Posts

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia

MONITOR, Jakarta - PT Pertamina International Shipping (PIS) kembali memperkuat posisinya sebagai pengangkut LPG 'top tier'…

36 menit yang lalu

Bobobox Konsisten Galakan Inisiatif Manajemen Sampah, Bobopod Pancoran Kini Jadi Net Zero Waste Hotel

MONITOR, Jakarta - Bobobox terus menunjukkan dedikasinya terhadap pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dalam mengurangi dampak…

6 jam yang lalu

Buka Anugerah Syiar Ramadan 2024, Wapres: Media Jadi Instrumen Efektif Tebar Kebaikan

MONITOR, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia KH Ma'ruf Amin membuka gelaran Anugerah Syiar…

7 jam yang lalu

Aksi Bela Palestina, Civitas Akademika IPB Kecam Kekejaman Zionis Israel

MONITOR, Jakarta - Civitas academica IPB University pada hari Kamis (9/5) mengadakan Aksi Bela Palestina…

12 jam yang lalu

Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Kedepankan Anti Kekerasan

MONITOR, Jakarta - Farhan Rizky Romadon melakukan tindakan berani menghalau tindakan pengeroyokan kepada mahasiswi Katolik…

14 jam yang lalu

75,3 Ton Gaharu Berangkat Ke Probolinggo

MONITOR, Asmat - Gaharu atau Aquilaria filarta merupakan salah satu tumbuhan alam yang tumbuh baik…

15 jam yang lalu