MONITOR, Karawang – Dalam rangka pemenuhan pangan nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) terus melakukan pengawalan tanaman dari serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). Hal ini terus dilakukan terutama dalam upaya menghadapi perubahan iklim ekstrim seperti el nino saat ini.
Salah satu bentuk pengawalan tersebut dilakukan melalui gerakan pengendalian (gerdal) OPT. Di awal musim tanam seperti saat ini, tikus merupakan hama yang harus diwaspadai dan dikendalikan, salah satunya dengan cara gropyokan. Tikus sawah (Rattus argentiventer) termasuk hewan yang cerdas karena mampu beradaptasi dengan lingkungan secara cepat, serta memiliki perilaku dan “jiwa sosial” yang tinggi. Selain itu, perkembangbiakan dan mobilitas tikus serta daya rusak pada tanaman padi yang cukup tinggi menyebabkan hama ini selalu menjadi ancaman pada pertanaman padi sepanjang tahun selama ada pertanaman. Potensi kehilangan hasil akibat serangan tikus sangat besar karena mereka menyerang tanaman sejak persemaian hingga menjelang panen, bahkan sampai di gudang/penyimpanan.
Pada awal pekan kemarin (23/10), gerdal tikus dilaksanakan di Desa Muara Baru dan Desa Rawagempol, Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat. Gerdal dihadiri oleh tim dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, BBPOPT, petugas Pengendali OPT (POPT), Penyuluh, Babinsa, KTNA, dan anggota kelompok tani.
Petugas POPT Kecamatan Cilamaya Wetan, Irfan Maulana, mengatakan gropyokan tikus ini dilakukan pada lahan seluas 145 ha, dengan varietas Inpari 32 dan Ciherang umur 0 – 10 hst. “Saat ini, serangan tikus terindikasi menyerang pertanaman seluas 2 ha dengan intensitas kurang dari 5 %. Alhamdulillah, petani dan petugas kompak gropyokan untuk mengamankan produksi padi dari kerusakan dan kerugian ekonomi yang lebih serius,” ungkap Irfan.
Saat memberikan bimbingan teknis sebelum pelaksanaan gerdal, perwakilan BBPOPT, Yadi Kusmayadi menerangkan bahwa pengendalian tikus tidak dapat dilakukan sendirian dan saat ini saja. “Hama tikus harus dikendalikan secara bersama-sama, serentak, di hamparan yang luas, dan berkelanjutan,” imbuh Yadi.
Plt. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Yudi Sastro, menjelaskan bahwa penanganan tikus ini harus dilaksanakan secara serius dan kontinyu. Yudi. “Kami terus berkoordinasi dengan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di daerah untuk selalu mengawal pertanaman mulai dari pra tanam sampai panen. Khusus untuk tikus, pengendalian harus dilakukan sejak sebelum tanam dan tidak diperbolehkan mengendalikan tikus dengan aliran listrik karena berbahaya. Untuk jangka panjang, pemanfaatan musuh alami seperti burung hantu dapat dilakukan untuk mengurangi populasi tikus di lahan persawahan serta memelihara kelestarian lingkungan,” terang Yudi.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, menyatakan pentingnya pengendalian tikus secara terpadu. “Upaya pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara alami, mekanis, biologi, bahkan pengendalian secara kimia. Untuk mengendalikan hama tikus, seyogyanya menggunakan cara yang aman, namun tetap efektif dan efisien,” ungkap Suwandi. Lebih lanjut Dirjen Tanaman Pangan juga menambahkan bahwa akan terus memberikan dukungan penuh dan mendampingi petani dalam pengendalian OPT dan pengamanan produksi pangan.