Sabtu, 27 April, 2024

Kaesang Pangarep dan Siklus Peradaban Politik Kita

Oleh: Abdul Mukti Ro’uf

Berita tentang Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo mendadak viral lantaran diumumkan menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggantikan bro Giring Ganesa yang akan segera masuk menjadi anggota dewan pembina partai. Percakapan tentang Kaesang umumnya dikaitkan dengan dinamika jelang pendaftaran pasangan capres-cawapres 2024 dan upaya dukung-mendukung dalam koalisi yang tersedia. Ia menjadi seksi terutama karena terhubung dengan magnet politik dan kekuatan elektoral ayahnya yang dapat mempengaruhi kuat-lemahnya koalisi yang ada. Percakapan umumnya terbelah dua: mendukung dengan kepemimpinan muda yang memang identik dengan PSI sebagai partainya anak muda dan mereka yang “sinis” sebagai “aji mumpung” dan “kader karbitan”. Tulisan ini tidak hendak memasuki perdebatan pro dan kontra dan terjebak masuk dalam diskusi teknis elektoral. Melainkan hendak membaca potensi kekuatan “anak muda” dalam menapaki jalan Indonesia Emas tahun 2045.

Kepemimpinan Muda

Kaisang Pangarep, pria kelahiran 25 Desember 1994 baru menginjak usia 28 tahun saat mengemban tugas menjadi ketum Partsi Solidaritas Indonesis (PSI) saat ini.Pada tahun 2045 yang menjadi milestone visi Indonesia Emas, ia akan berusia 50 tahun dan menjadi “tahun emas”. Ayahnya, Jokowi dicapreskan oleh PDIP pada tahun 2014 berusia 52 tahun dan masih tergolong muda. Jika Kaesang ditakdirkan menjadi capres di Indonesia Emas pada tahun 2045, sejatinya ia akan menjadi impelemntator dari mimpi besar ayahnya sendiri.

- Advertisement -

Jika ditarik jauh ke belakang dari sejarah kepempinan nasional, Soekarno saat mendirikan PNI berusia 26 tahun dan Muhammad Hatta mendirikan Perhimpunan Indonesia pada usia 25 tahun. Begitupun Sutan Syahrir menjadi Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri di usia 36 tahun. Artinya, menyoal angka untuk mendown-grade istilah “muda” menjadi ahistoris dengan sejarah kepempinan bangsa itu sendiri. Kebesaran tiga nama besar, Sukarno, Hatta, dan Syahir justru terekam sebagai tokoh-tokoh nasional setelah mereka berkiprah dan ditulis oleh sejarawan dalam.semangat zamannya dengan seluruh tantangannya.

Kaisang, dalam batas-batas tertentu dan terlepas ia anak seorang presiden atau bukan, telah menjadi simbol dan gelombang narasi politik bahwa anak-anak muda harus sadar dan bersedia terjun dalam politik demi masa depannya sendiri. Generasi lama yang kini mendominasi partai-partai besar akan mengakhiri siklus zamannya. Kaisang belum menjadi siapa-siapa dalam konteks kepemimpinan partai. Tetapi dengan sadar dan bersedia berani untuk memimpin partai menjadi poin tersendiri untuk mengatakan: “saatnya generasi muda mengambil peranan” dalam menentukan arah perjalanan bangsa menuju Indonesis maju. Jadi, core valuenya terletak pada kebersediaan, pengalaman, dan kapasitas generasi muda untuk mengambil alih kepemimpinan nasional. Dalam soal ini, Kaisang hanya menjadi contoh kecil dari sekian banyak peluang dan ranah ekspresional. Diantara tantangan terdekat Kaisang dalam soal ini adalah, apakah dengan kepemimpinannya, PSI bisa lolos ke Parlementary Threshold empat persen pada pemilu 2024 mendatang.

Kepemimpinan Digital

Yang jauh lebih relevan dipercakapkan dari sekedar berita tentang “Kaisang jadi ketum PSI” adalah tentang relasi anak muda dan kepemimpinan digital dalam kerangka visi Indonesia Emas 2045. Perjalanan karir politik seaorang Kaisang hanyalah perjalanan nasib seseorang yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun. Nasibnya sebagai anak presiden dan menjadi ketum PSI di usia 28 tahun tidak bisa ada yang mengatur. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana menghidupkan spirit kepemimpinan muda dalam menjawab tantangan Indonesia dalam arus digitalisasi yang akan mempengaruhi masa depan bangsa dan negara.dalam.banyak aspek: ekonomi, pertahanan, geopolitik, sosial-keagamaan dan terutama bagaimana jati diri Indonesia sebagai bangsa tidak terombang-ambing dalam gelombang perubahan yang sangat cepat.

Digital leadership adalah kemampuan kepemimpinan yang sangat penting di era transformasi digital. Kemampuan ini sangat diharapkan untuk mampu mengawal pemanfaatan dan perubahan teknologi dengan cepat dan tepat terutama di berbagai sektor industri.

Kaisang Pangarep yang kini memimpin bisnis memiliki pengalaman memimpin organisasi usaha dalam semangat kepemimpinan digital. Kini ia ditantang memimpin organisasi politik dengan tantangan yang sama meski berbeda objek. Sebagai pintu masuk dalam menyambut kepemimpinan nasional 5 sampai 10 tahun yang akan datang, pengalaman ini menjadi penting dan tepat. Pergulatan dalam hiruk-pikuk perpolitikan Indonesia akan diwarnai dengan perjumpaan gagasan generasi baru dengan tantangannya yang serba baru.

Sinisme terhadap Kaesang hari-hari ini dianggap sebagai kewajaran yang datang dari “generasi lama” yang segera meninggalkan eranya. Tapi pada saat yang sama, sinisme itu harus ditempatkan sebagai cermin yang jernih untuk melihat secara utuh tentang mimpi dan kepantasan dalam menatap Indonesia emas 2045. Anak muda bukan hanya Kaesang yang anak presiden. Banyak anak-anak muda lainnya yang bersiap meneruskan estafet kepemimpinan nasional. Maka, fenomena Kaesang sebagai anak presiden yang memimpin organisasi partai politik bukan menjadi isu utama. Melainkan bagaimana menggelorakan gagasan anak muda dan seluruh kesiapannya dalam menyambut masa depan bangsanya sendiri. Fenomena Kaesang hanyalah potret kecil dari gambar besar masa depan Indonesia. Karenaya tidak perlu dibesar-besarkan dan tidak perlu mengecil-ngecilkan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER