MONITOR, Lamongan – Rabittah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU menyelenggarakan Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning. Halaqah ini dihadiri tak kurang dari 500 orang Kiai/Bu Nyai se-Indonesia, baik dari unsur pengasuh pesantren, asosiasi pondok pesantren, Majelis Masyayikh.
Hadir sebagai pembicara kunci menteri Polhukam Prof. Dr. Mahfud MD. Dalam pemaparannya Mahfud menegaskan bahwa peranan pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dalam memperjuangkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Hal itu dibuktikan dengan adanya Hizbullah yang bertugas untuk memperjuangkan kemerdekaan yang diinisiasi oleh para santri dari berbagai pondok pesantren.
Pasca kemerdekaan para santri memegang posisi penting di pemerintahan seperti K.H. Abdul Wahid Hasyim ketika menjadi menteri agama membuat kebijakan strategis yang memihak kepada pesantren bahwa tidak ada dikotomi keilmuan di pesantren. Bahwa pendidikan di pesantren memadukan antara pengetahuan agama yang dapat menghasilkan Iman dan Takwa serta pengetahuan umum yang dapat menghasilkan santri yang berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di sisi lain, Wahid Hasyim menyamakan bahwa sekolah berbasis pesantren itu sama dengan sekolah umum. “SMA sama dengan Aliyah, MTS sama dengan SMP. Sehingga memunculkan banyak para santri yang memiliki berbagai keahlian yang diakui di berbagai lembaga pemerintahan” tutur Mahfud
Sangat tidak relevan jika ada stigma bahwa pemerintah phobia pesantren. Mahfud mencontohkan bahwa kasus yang hangat saat ini, terkait Panji Gumilang, tidak kemudian menutup atau membubarkan pesantren al zaytun tapi yang diproses adalah Panji Gumilang dengan ada nya aliran dana yang masuk kepada lebih dari 300 rekening serta 295 sertifikat tanah hak milik atas nama Panji Gumilang dan keluarganya, ada tindakan pencucian uang. Yang ditindak Panji Gumilangnya dalam proses hukum bukan kemudian pesantrennya dibubarkan. Tetapi ideologi santrinya yang kemudian di bina.
Kebijakan-kebijakan pemerintah sejalan dan mendukung perkembangan pesantren dalam menghadapi tantangan dunia baru. Keberadaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 merupakan bentuk pengakuan pemerintah terkait dengan keberadaan pesantren. Oleh karenanya, pesantren harus mampu mengadaptasikan diri dengan perkembangan dunia baru dengan berbagai macam transformasi dengan menyiapkan berbagai alumni yang memiliki berbagai keahlian sehingga mampu mencetak para santri yang dapat menduduki posisi strategis di pemerintahan sehingga dapat memberikan kebijakan yang mendukung terhadap perkembangan pesantren dan menjaga negara yang kosmopolit dengan berbagai keanekaragaman yang ada beserta menjaga ideologi negara ini.
Dalam penutupnya, Mahfud menegaskan bahwa para pengasuh pesantren serta keseluruhan yang hadir dalam halaqah Ulama ini merupakan pewaris para ulama terdahulu yang terus mengembangkan pesantren yang tidak hanya menghasilkan agamawan tetapi intelektual.
“Pesantren tidak hanya mencetak ahli agama, termasuk juga para dokter yang hebat” Pungkasannya.
MONITOR, Nganjuk - Setelah mengunjungi Daerah Irigasi Siman di pagi hari, Menteri Pekerjaan Umum (PU)…
MONITOR, Jakarta - Timnas Futsal Putri Indonesia berhasil meraih kemenangan gemilang atas Myanmar dengan skor…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal memastikan berita dibukanya lowongan kerja Pendamping…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyambut terpilihnya calon pimpinan KPK dan…
MONITOR, Jakarta - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta Pemerintah untuk…