PARLEMEN

Komisi X DPR Minta Pemerintah Redam Ego Sektoral Demi Sukseskan Kurikulum Merdeka

MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf meminta Pemerintah Daerah (Pemda) agar meredam ego sektoral demi mensukseskan Kurikulum Merdeka. Hal ini menjadi perhatiannya lantaran Kurikulum Merdeka sedang dalam tahap sosialisasi masif oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Mendukung upaya tersebut, ia menilai kesuksesan Kurikulum Merdeka turut bergantung pada kemauan pemkab/pemkot yang menangani SD dan SMP, maupun pemprov menangani SMA, SMK, dan SLB. Sebab itu, ungkapnya, pemerintah pusat sekaligus pemerintah daerah harus saling berkolaborasi dalam sosialisasi dan implementasinya.

“Saya masih sering melihat ada dualisme kepentingan, seperti saat sosialisasi Kurikulum Merdeka di Bandung Barat yang membicarakan SMK juga, tetapi orang pemprov tidak hadir. Padahal, kalau kegiatannya ada SMK, orang pemprov seharusnya ada sehingga pertanyaan-pertanyaan terkait SMK dan SMA terjawab oleh dinas provinsi,” kata Dede dalam rilisnya, Senin (22/05/2023).

Selain itu, menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat itu, sinkronisasi antar dinas yang berada di bawah pemkab/pemkot maupun pemprov juga menjadi faktor krusial. “Jika ada dualisme tanggung jawab, akan sulit berkoordinasi, ada yang mengatakan domain saya SD dan SMP, domain saya SMA dan SMK, padahal seharusnya bisa saling komunikasi. Nah, yang kayak gini, tentu kami minta dukungan dari Kemendikbudristek untuk terus memberikan bimbingan pelatihan agar ada sinkronisasi antara dinas-dinas di daerah,” pungkas Legislator Daerah Pemilihan Jawa Barat II itu.

Diketahui, Kemendikbudristek menghadirkan Kurikulum Merdeka pada 2022 dengan penyederhanaan dan peningkatan fokus pada pengembangan karakter peserta didik. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri menyampaikan bahwa tujuan Kurikulum Merdeka adalah agar guru bisa fokus kepada muridnya, sehingga administrasi dibuat lebih sederhana.

Dengan hadirnya kurikulum ini, terangnya, energi guru lebih difokuskan mengurusi anak, sementara administrasinya disederhanakan. “Ukuran keberhasilan bukan pada kelengkapan dokumen atau kepatuhan administrasi, tetapi pada seberapa jauh terjadi perubahan pada diri anak,” ucap Zulfikri.

Di sisi lain, ia menjelaskan para guru juga memiliki kemerdekaan untuk merancang sendiri sistem pembelajaran yang menurut mereka paling sesuai untuk potensi muridnya. “Mendidik adalah memerdekakan anak secara lahir batin. Tidak hanya pengetahuan yang kita kejar, tetapi juga karakternya,” tutupnya.

Recent Posts

Respons Puan soal Wamenaker Noel Terjerat OTT KPK

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi kabar Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer…

24 menit yang lalu

Puan Tanggapi Rencana Demo 28 Agustus, Persilakan Masyarakat Sampaikan Aspirasi ke DPR

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana aksi demontrasi besar-besaran pada 28…

38 menit yang lalu

Paripurna Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim Konstitusi, Puan Harap DPR dan MK Makin Sinergi

MONITOR, Jakarta - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui calon tunggal hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Inosentius…

47 menit yang lalu

Polemik Gaji DPR Dinilai Perlu Dilihat Proporsional, Termasuk Beban Legislasi Hingga Pengawasan

MONITOR, Jakarta - Polemik seputar gaji dan tunjangan anggota DPR RI kembali mencuat dan menjadi…

4 jam yang lalu

Kemenag Gelar Lomba Karya Tulis Ilmiah Hadis di STQH Nasional

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Seleksi Tilawatil Qur’an dan Musabaqah Al-Hadis (STQH)…

5 jam yang lalu

JPPI: Vidio Menkeu soal Guru Beban Negara adalah HOAX, Tapi Isinya FAKTA

MONITOR, Jakarta - Sebuah video yang beredar luas di media sosial dan menampilkan Menteri Keuangan,…

6 jam yang lalu