HUKUM

Buntut Penembakan di Gedung MUI, Reza Indragiri Minta Penegak Hukum Lakukan Risk Assessment

MONITOR, Jakarta – Pakar Kronologi Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, pelaku penembakan di Gedung MUI Jakarta dapat disebut sebagai residivis, lantaran dia juga pernah melakukan kejahatan dan divonis bersalah beberapa waktu silam.

Dengan status pelaku sebagai residivis, maka muncul dua persoalan. Pertama, dalam putusan hakim sebelumnya, apakah hakim juga mendorong pelaku untuk menjalani rehabilitasi atas indikasi ketidakwarasannya.

Perintah sedemikian rupa tercantum dalam pasal 44 ayat 2 KUHP. “Jadi, tidak berhenti hanya pada vonis bersalah dan menentukan hukuman bagi terdakwa, putusan hakim sepatutnya memuat keharusan bagi terdakwa yang punya masalah mental untuk berobat,” kata Reza, dalam keterangan resminya, Kamis (04/05/2023).

Kedua, lanjut Reza, terhadap pelaku (terpidana) semestinya juga diselenggarakan penakaran risiko atau risk assessment oleh Kemenkumham. Dengan penakaran risiko, otoritas penegakan hukum bisa memprediksi bahwa pelaku berisiko tinggi mengulangi perbuatan jahatnya.

“Alhasil, selaku korban, MUI dan publik patut mendapat penjelasan, seberapa jauh lembaga-lembaga penegakan hukum, utamanya Mahkamah Agung dan Kemenkumham, sudah memperlakukan pelaku secara proper,” ujar Reza.

Reza menjelaskan, Mahkamah Agung dan Kemenkumham, dapat bekerja sebagaimana mestinya. Dengan begitu, kemungkinan residivisime pelaku dapat ditekan. Penembakan dapat ditangkal, MUI pun dapat terlindungi sehingga tidak menjadi korban.

Peristiwa di gedung MUI tersebut menjadi pelajaran penting agar semua pihak tidak sekali-kali menyepelekan ancaman kekerasan. Terlebih, kekerasan berupa pembunuhan.

“Seandainya surat atau ancaman pertama dari si pelaku sudah disikapi serius, maka seharusnya tidak terjadi penembakan itu,” tegas Reza.

“Dari pelajaran penting itu, saya juga semangati Polri untuk menangani hingga tuntas dan menyeluruh kasus ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah oleh peneliti BRIN. Tidak sebatas pembunuhan “biasa”, patut didalami bahwa ancaman tersebut merupakan hate crime dan ini tergolong lebih serius lagi,” pungkasnya.

Recent Posts

Wapres Gibran Tinjau Pengaturan Lalu Lintas Arus Balik Idulfitri 2025 di JMTC

MONITOR, Bekasi - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka bersama Wakil Menteri Badan Usaha…

3 jam yang lalu

Jasa Marga Catat 1,4 Juta Kendaraan Kembali ke Jabotabek pada H1 s.d H+5 Libur Idulfitri 2025, 63,4 Persen Kembali ke Jabotabek

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 1.454.010 kendaraan kembali ke wilayah…

3 jam yang lalu

Hadiri Panen Raya Bersama Prabowo, Prof Rokhmin: Kita Harus Pastikan Petani Sejahtera

MONITOR, Majalengka - Kementerian Pertanian bersama Kabinet Merah Putih menggelar Panen Raya Padi Serentak di…

7 jam yang lalu

DPR Inisiasi Resolusi Darurat Terkait Myanmar di Sidang Forum Parlemen Dunia

MONITOR, Jakarta - Delegasi DPR RI menyampaikan kecaman terhadap kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar…

8 jam yang lalu

Tinjau Posko Mudik di Banten, Menteri Dody Pastikan Kesiapan Fasilitas untuk Layani Pemudik

MONITOR, Banten - Melanjutkan rangkaian kunjungan kerjanya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo meninjau Posko…

12 jam yang lalu

Siswa Kembar MAN 2 Padangsidempuan Lulus SNBP di UI dan UM

MONITOR, Jakarta - Saudara kembar tidak selalu harus kuliah di perguruan tinggi yang sama. Ihsan…

13 jam yang lalu