MONITOR, Jakarta – Pasukan Israel dilaporkan menyerbu stadion dan menembakkan gas air mata ke tribun dan lapangan saat pertandingan final Yasser Arafat Cup 2023 antara Balata FC dan Jabal Al-Mukaber di Stadion Faisal Al-Husseini, Palestina.
Insiden ini menimbulkan korban di antara para suporter Palestina yang hadir menonton.
Kantor berita lokal, Football Palestine, mengunggah insiden penembakan gas air mata itu ke Twitter. Mereka menyebut bahwa final Piala Liga tidak mungkin dilanjutkan setelah pasukan Israel menyerbu stadion pada babak pertama dan menembakkan gas air mata ke tribun dan lapangan.
Football Palestine mengatakan bahwa pertandingan itu tidak dihadiri oleh banyak penonton, sehingga efek tembakan gas air mata tidak mematikan bagi para suporter. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa seandainya serangan Israel ini terjadi selama pertandingan tim nasional, dapat terjadi kematian karena kapasitas penonton dapat mencapai 1-2 ribu orang melebihi kapasitas stadion.
Kapten Balata FC, Saed Abu Saleem bahkan mengatakan bahwa gas air mata pasukan Israel merembes ke ruang ganti dan para pemain sampai tersedak hingga pingsan. Sementara menurut Twitter @ytirawi, puluhan suporter yang berada di tribun mengalami luka-luka akibat ditembak gas air mata.
Pengamat sepakbola Indonesia, Aun Rahman, menilai serangan Israel terhadap Faisal Stadium sebagai situasi luar biasa. Pasalnya, hukum perang melarang pihak militer untuk menyerang objek publik kecuali digunakan sebagai markas militer.
“Penyerangan Israel terhadap Faisal Stadium itu extraordinary situation. Karena hukum perang melarang pihak militer untuk menyerang objek publik,” ujar Aun dalam keterangan tertulis.
Aun mengabarkan mantan pemain Persib Bandung Mo Rashid diduga menjadi korban dalam insiden tersebut. Mi Rahid disebut saat ini bermain bagi klub yang ada di laga tersebut.
“Saya pribadi sudah mencoba mengontak Mo Rashid (pemain Palestina yang ada di laga tersebut, dia pernah bermain di Persib Bandung). Untuk mengetahui kabar dan situasi di sana. Tapi sejauh ini belum ada respons,” ujarnya.
Lebih lanjut, Aun menuturkan Faisal Stadium seharusnya tidak boleh diserang karena terletak di Al-Ram, West Bank, yang merupakan “neutral zone” di mana seharusnya tidak ada kontak senjata di sana.
Namun, situasi konflik dan restriction di wilayah Gaza dan West Bank membuat situasi tidak ideal bagi pesepakbola Palestina. Mereka bahkan harus menjalani pemeriksaan selama berjam-jam hanya untuk menyeberang.
“Ini yang kemudian bikin Liga Palestina gak bisa jalan secara proper. Akhirnya Liga Palestina cuma menyertakan klub yang berdomisili di West Bank,” ujarnya.
Aun juga menambahkan bahwa persoalan lainnya adalah FIFA Security module tidak mencakup apabila sebuah stadion mengalami serangan militer. Contingency plan hanya terkait kerusuhan atau bencana alam.
Menurutnya, ini menjadi isu yang harus diatasi oleh FIFA, agar olahraga sepakbola tetap bisa berjalan dengan aman dan tertib, terutama di negara-negara yang sedang dilanda konflik seperti Palestina.
MONITOR, Jakarta - Keterbukaan informasi publik menjadi elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan demokratis. Keterbukaan informasi…
MONITOR, Jakarta – PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih dua…
MONITOR, Jakarta - Dipanggilnya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Fahmi hakim ketua DPRD Provinsi…
MONITOR, Jakarta - Pemilih muda diperkirakan akan memainkan peran penting dalam menentukan hasil Pemilihan Kepala…
MONITOR, Jakarta - Komisi III DPR RI telah menetapkan lima pimpinan KPK terpilih dan lima…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa guru adalah pahlawan sejati. Hal tersebut…