Sabtu, 27 April, 2024

Prof Rokhmin: Indonesia dan Jepang Bisa jadi Role Model Pembangunan Ekonomi Biru

MONITOR – Indonesia dan Jepang diminta perkuat kerjasama dalam pembangunan ekonomi biru (kelautan) untuk mewujudkan tatanan kehidupan dunia yang lebih baik dan berkelanjutan. Demikian disampaikan guru besar fakultas perikanan dan ilmu kelautan Prof Rokhmin Dahuri yang diundang untuk memberikan Kuliah Umum (General Lecture) di Kampus Chiba University, Jepang pada Kamis, (12/1/2023).

Ekonomi kelautan atau ekonomi biru (Blue Economy) sendiri meliputi semua kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan di wilayah darat yang menggunakan bahan baku atau sumber daya alam yang berasal dari pesisir dan lautan

Dalam paparannya yang berjudul makalah berjudul  “Strengthening a Mutual Cooperation between Indonesia and Japan in Blue Economic Development for a Better and Sustainable World”, mantan menteri kelautan dan perikanan tersebut memebeberkan data populasi dunia yang telah meningkat dua kali lipat, dari 3,9 miliar pada tahun 1970 menjadi 7,8 miliar orang saat ini (UNEP, 2022).

Selain itu, Inovasi teknologi, terutama sejak awal Industri 4.0 (Revolusi Industri Keempat), telah membuat kehidupan manusia lebih produktif, efisien, lebih mudah, lebih sehat, dan nyaman. Namun, Kapitalisme hingga saat ini belum mampu mengangkat warga dunia dari kemiskinan. Kesenjangan antara penduduk kaya vs penduduk miskin (ketidaksetaraan ekonomi) baik di dalam maupun antar negara semakin melebar.

- Advertisement -

“Selama 50 tahun terakhir, paradigma ekonomi arus utama global (konvensional), Kapitalisme telah mendorong pertumbuhan ekonomi global hampir lima kali lipat, sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan (daya beli), dan kemajuan teknologi,” ujarnya.

Kapitalisme, menurut Prof Rokhmin juga menjadi akar penyebab melebarnya ketimpangan ekonomi (kesenjangan antara penduduk kaya vs miskin) baik di dalam maupun di antara negara-negara di dunia. Kapitalisme juga telah menimbulkan pencemaran lingkungan, degradasi ekosistem alam, terkikisnya keanekaragaman hayati, Perubahan Iklim Global, dan berbagai jenis kerusakan lingkungan lainnya. Intensitas kerusakan lingkungan tersebut sudah pada tingkat yang telah mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem bumi dalam mendukung pembangunan ekonomi, dan bahkan kehidupan umat manusia itu sendiri (Al Gore, 2017; von Weizsacker and Wijkman, 2018).

Dalam penjelasannya, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu menyampaikan bahwa lautan global memberi umat manusia barang dan jasa ekosistem penting yang mencakup pengaturan iklim Erath, sistem pendukung kehidupan serta penyediaan makanan, mineral, energi, sumber daya alam lainnya, rekreasi, dan nilai-nilai spiritual.

Menurutnya, laut tidak hanya penting bagi perekonomian dunia, tetapi juga keseimbangan lingkungan dan kelangsungan hidupnya. Terangnya, batas wilayah pesisir adalah kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan darat.

“Lautan global menyediakan barang dan jasa ekosistem penting bagi umat manusia yang mencakup pengaturan iklim Erath, sistem pendukung kehidupan serta penyediaan makanan, mineral, energi, sumber daya alam lainnya, rekreasi, dan nilai-nilai spiritual,” terangnya.

Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, Ekonomi Biru merupakan suatu konsep yang sangat penting. Pada dasarnya Ekonomi Biru merupakan penerapan Ekonomi Hijau di wilayah laut (in a Blue World) (UNEP, 2012). “Ekonomi Biru, menurut Uni Eropa berarti penggunaan laut dan sumber dayanya untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan,” terangnya.

Ekonomi biru didefinisikan sebagai model ekonomi yang menggunakan: (1) infrastruktur, teknologi, dan praktik hijau; (2) mekanisme pembiayaan yang inovatif dan inklusif; (3) dan pengaturan kelembagaan proaktif untuk memenuhi tujuan kembar melindungi pantai dan lautan, dan pada saat yang sama meningkatkan potensi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan, termasuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis (UNEP, 2012; PEMSEA, 2016).

“Kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” jelas Prof. Rokhmin Dahuri.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER