Jumat, 29 Maret, 2024

LPSK: Pernyataan Presiden Semoga Menguatkan Moral Korban Pelanggaran HAM

MONITOR, Jakarta – Presiden Joko Widodo telah mengakui dan menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat yang terjadi di Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan tindak lanjut Laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu yang dibentuk melalui Kepres No. 17 Tahun 2022. 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik adanya pengakuan dan penyesalan yang disampaikan oleh Presiden RI sebagai Kepala Negara, mengingat hal tersebut adalah salah satu isu krusial yang disuarakan oleh mayoritas korban pelanggaaan HAM yang berat masa lalu yang mendapatkan layanan perlindungan–bantuan yang dijalankan oleh LPSK.  

Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution mengungkapkan adanya pengakuan dan rasa penyesalan atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat oleh Presiden RI, diharapkan dapat menguatkan moral para korban yang selama ini terpinggirkan. 

Pada 2022, LPSK telah memberikan layanan bantuan medis sebanyak 4159 orang, psikologis 643 orang, dan psikososial 83 jadi total sebanyak 4322 orang korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Pada 2022 terdapat 617 korban pelanggaran HAM yang berat masa lalu yang mengajukan permohonan bantaun medis/psikologis/ psikososial dalam konteks pemulihan atas derita mereka sebagai sampak dari peristiwa pelanggaran HAM yang berat. 

- Advertisement -

“Catatan kami, penanganan korban terorisme dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 2018 sudah sangat maju, hal ini dapat menimbulkan kesan negara pilih kasih kepada korban kejahatan lainnya”, tandasnya. 

Lebih lanjut Maneger menekankan, hal itu merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk memberikan perhatian yang konkret dengan memasukkannya sebagai program-program yang terukur dan berdampak nyata bagi pemulihan korban. 

Perhatian LPSK dalam memberikan layanan bagi korban pelaggaran HAM masa lalu, adalah bagaimana menjalankan program pemulihan bagi mereka. Dengan adanya pernyataan Presiden RI mengenai pelanggaran HAM masa lalu, LPSK menaruh harapan akan selaras dengan kebijakan strategis negara untuk mengembangkan program-program yang riil menjangkau korban. Salah satunya LPSK Bersama Bappenas telah mengajukan program prioritas nasional yang pengembangan psikososial bagi korban kejahatan.

Program ini, menurut Maneger, dapat diperluas dengan menjangkau aspek pemulihan bagi korban pelanggaran HAM yang berat masa lalu, misalnya berbagai bentuk kompensasi yang diberikan kepada korban atau dengan basis kebijakan pemerintah saat ini yang mulai memperhatikan korban dengan embrio Dana Bantuan Korban yang diatur dalam UU Tindak Pidana Kekekrasan Sosial.

“Indonesia dapat membentuk Dana Bantuan Korban yang dapat menjangkau kebutuhan program-program bagi semua korban kejahatan termasuk korban pelanggaran HAM yang Berat masa lalu,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER