PEMERINTAHAN

BPS: Kenaikan BBM Jadi Pemicu Harga Beras Tinggi, Tapi Bulan Berikutnya Turun Hingga 0,37 Persen

MONITOR, JAKARTA – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM pada September lalu menjadi salah satu pemicu naiknya harga beras di bulan berikutnya. Hal ini disampaikan Margo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu, 7 Desember 2022.

“Sekarang di 2022 ini agak berbeda karena ada penyesuaian harga BBM oleh pemerintah sehingga di bulan Agustus terutama di September begitu pemerintah melakukan penyesuaian BBM dan pada bulan septemeber beras kita mengalami kenaikan 1,44 persen,” ujarnya.

Padahal, kata Margo, harga beras pada bulan Oktober tahun lalu atau sebelum kenaikan BBM mengalami penurunan sebesar 0,10. Hebatnya lagi, penurunan tersebut terjadi disaat petani tidak menggelar panen raya. Kemudian pada Oktober 2022 harganya mulai melandai dan hanyabnaik 1,3 persen.

“Lalu pada November naiknya hanya 0,37 persen. Harga ini adalah sinyal daripada kecukupan. Kecuali inflasi tinggi itulah kita perlu takut bagaimana menyiapkan supply ini. Tapi karena kenaikannya hanya 0,37 persen itu artinya secara makro beras kita cukup,” katanya.

Margo menjelaskan selama ini penghitungan beras dilakukan melalui metodelogo Krangka Semple Area atau KSA. Metode tersebut merupakan metode turun langsung ke lapangan untuk memantau dan memotret masa pertumbuhan pada sampai pemanenan petani.

“Mengenai metode kalau bicara tentang produksi, kami sudah berkolaborasi dengan BRIN, dengan beberapa Kementerian lain untuk menyepakati termasuk ATR, menyepakati luas panen, menggunakan metode KSA, itu yang kita sepakati secara nasional. Artinya kita melakukan survei pengukuran dimana petugas datang ke sawah lalu memoto masa-masa periode dari pertumbuhan, masa vegetatif sampai panen,” katanya.

Margo menambahkan semua metode yang dilakukan BPS bersama kemitraan sudah melalui uji kelayakan yang disaksikan langsung BRIN, ATR dan BPPT. Dengan metode ini, maka, data produksi dan luasan baku sawah bisa disajikan dan digunakan secara bersama.

“Jadi awal atau itu kita bisa menentukan Kapan panen. Kan krangka sampel area kalau bicara statistik, kalau kita ingin mengukur populasi kita tidak perlu melakukan pengumpulan data seluruh daripada sawah kita. Tapi dengan metode statistik kita bisa memilih sampel-sampel yang kita anggap itu merepresentasikan dari populasi. Dan itu yang kita ukur. Kemudian dengan metode statistik yang tadi dengan ATR, BPPT, dan yang sekarang BRIN kita sudah melakukan uji kelayakan dari metode yang kita gunakan,” jelasnya.

Recent Posts

IPW Nilai Perpol 10/2025 sebagai Langkah Berani Kapolri Hadapi Badai ‘VUCA’

MONITOR, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) menilai polemik hukum pasca-terbitnya Peraturan Polri (Perpol) Nomor…

3 jam yang lalu

Menag Ungkap Peran Penting Mediator Negara dan Umat

MONITOR, Tangerang - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengingatkan bahwa tanpa peran penyeimbang yang kuat, hubungan…

4 jam yang lalu

Analis Nilai Perkap 10/2025 terkait Penugasan Polri di Luar Struktur Masih Dalam Koridor Konstitusional

MONITOR, Jakarta - Analis intelijen, pertahanan dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menyatakan bahwa Peraturan Kapolri Nomor…

6 jam yang lalu

Kementerian Agama Rumuskan Outlook Kehidupan Beragama 2026

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama mulai merumuskan arah kebijakan keagamaan 2026 melalui penyusunan Outlook Kehidupan…

7 jam yang lalu

UIN SMH Banten Jalin Kolaborasi dengan BDK Denpasar Perkuat Moderasi Beragama dan Ekoteologi

​MONITOR, Denpasar - Pimpinan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten memperluas jejaring…

9 jam yang lalu

Industri Ikan Hias Berpotensi Besar Ciptakan Lapangan Kerja dan Kesejahteraan Berkelanjutan

MONITOR, Bogor - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Rokhmin Dahuri,…

16 jam yang lalu