MONITOR, Jakarta – Pengamat Kebijakan Pangan, Razikin Juraid menyayangkan sikap Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang kekeh memilih kebijakan impor beras untuk mengamankan kebutuhan beras nasional, meskipun itu dijadikan pilihan terakhir. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi beralasan karena stok beras menipis meskipun perkiraan produksi beras 2022 surplus 1,7 juta ton karena produksi beras November-Desember 2022 hanya 3 juta ton sementara kebutuhan mencapai 5,06 juta ton dan musim panen raya padi 2023 baru tiba pada bulan Maret.
“Lha, gimana kalau pejabat bicara dengan analisis surplus defisit hanya 1 sampai 2 bulan, terus menyimpulkan. Tidak menganalisis kondisi secara utuh, lengkap atau komprehenshif. Tidak melihat data carry over dan stok yang ada. Sebaiknya Bapanas hati-hati berbicara data apalagi terkesan benar-benar maunya impor,” demikian Razikin di Jakarta, Minggu (3/12/2022).
Mantan Juru Bicara Milenial Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf Amin ini menilai bahwa apa yang dikatakan Kepala Bapanas adalah salah karena bicara sepenggal-penggal bulanan saja sehingga dapat membingungkan publik. Tidak utuh dalam mengungkapkan data stok beras nasional sehingga seolah pada bulan November – Desember itu defisit, padahal pada awal November ada surplus dan ada stok beras.
“Dalam setahun itu ada bulan surplus dan ada bulan defisit sesuai musim. Indonesia mengenal panen puncak dan musim gadu. Bahkan Bulog pun kalau mau menyerap gabah atau beras mesti tahu kondisi panen petani,” ucapnya.
“Siapa bilang beras itu defisit. Saya katakan sesuai data BPS setiap tahun Indonesia selalu surplus, produksi beras dikurangi konsumsi itu tiap tahun surplus,” pinta Razikin.
Berdasarkan data BPS, lanjut Raziki, secara utuh setahun pada 2022 dimana sejak Januari hingga Oktober itu ada surplus beras 3,45 juta ton. Selanjutnya ditambah produksi November-Desember 3,30 juta ton dikurangi konsumsi Novenver – Desember 5,06 juta ton sehingga pada akhir desember 2022 ada surplus 1,7 juta ton beras dalam setahun.
“Stok beras ini belum termasuk carry over surplus tahun sebelumnya. Ingat data survei stok BPS pada April 2022 itu ada stok beras 10,15 juta ton. Ini kan inline dan datanya jelas terkonfirmasi,” tegasnya.
Oleh karena itu, alumni Universitas Indonesia ini menilai pernyataan yang menyebutkan stok beras defisit menjadi seolah bertolak belakang dengan data Simontok Bapanas itu sendiri. Data Simontok mencatat pada minggu ke III November 2022 ada stok beras lebih dari 6,59 juta ton tersebar di penggilingan 1,4 juta ton, pedagang 0,87 juta ton, rumah tangga 3,35 juta ton, Bulog 0,59 juta ton, serta sisanya di Horeka dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
“Saya mengamati data ini artinya kondisi perberasan aman dan sangat aman hingaa panen Februari-April mendatang, tidak ada yang dikuatirkan,” terangnya.
“Buktinya merujuk data BPS, produksi beras sejak 2019 hingga 2021 stabil di level 31 juta ton per tahun. Dengan angka produksi itu mengantarkan indonesia tidak impor beras. Lha tahun 2022 produksi lebih tinggi kok NFA sudah ancang ancang mau impor, siapa ini yang gagal paham?,” tambah Razikin.
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 siap digelar pada Minggu, 24 November 2024, di…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar ajang perdana Kepustakaan Islam Award (KIA) di Jakarta…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama RI, melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam menggelar Kepustakaan Islam…
MONITOR, Jatim - Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil menyayangkan adanya kasus polisi tembak…
MONITOR, Yogyakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama anak usahanya, PT Jasamarga Jogja Bawen…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini, Sabtu (23/11/2024), bertolak ke Arab Saudi.…