Oleh: RR. Zenaida S. Soemedi, SE, MM*
Merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa telah terjadi tren fluktuasi dalam sektor luas panen, produksi, dan produktivitas. Pertama, luas panen sejak tiga tahun terakhir ini fluktuasi. Namun, pada tahun 2022 ini mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 10 606 (ha). Akan tetapi, hal ini tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas, karena produktivitas pada tahun yang sama cenderung bersifat stagnan, seperti berada di angka 52,26. Hal ini serupa seperti yang telah terjadi pada 2021 yang lalu.
Dengan kata lain, luas lahan yang ada di satu sisi memang mengalami peningkatan, meskipun bersifat fluktuatif. Sedangkan, di sisi yang lain ihwal produktivitas ini belum berjalan secara maksimal. Meski demikian, Kementerian Pertanian selalu berupaya mengikis ketidakmaksimalan tersebut, agar produktivitas ini juga dapat meningkat bersama luas lahan yang ada. Karena, jika indeks produktivitas meningkat tentu akan berdampak pada sektor ketahanan pangan. Sejumlah upaya ini tentunya bisa dilihat dari jumlah produksi yang meningkat pula. Sehingga, secara produksi berada di angka 55 670 (ton). Angka produksi ini jelas mengalami peningkatan jika dikomprasikan pada tahun 2021 yang lalu, yang berkisar pada 54 415 (ton).
Dalam bahasa lain, semakin luas lahan, produksi, dan produktivitas mengalami peningkatan, sudah semestinya akan meningkat pula ketahanan pangan di Indonesia, terlebih konsumsi beras di Indonesia juga mengalami peningkatan. Seperti yang telah disampaikan oleh BPS dari 2020 sampai 2021dan terilustrasi dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Pada tahun 2022 konsumsi beras penduduk Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 718,03 ribu ton atau 2,29 % (sekitar 32,07 juta ton) dibandingkan produksi beras di 2021 yang sebesar 31,36 juta ton.
Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya menjadikan beras sebagai salah satu makanan yang memiliki sumber karbohidrat sebagai pemenuhan kebutuhan pokok (kebutuhan primer) selain sandang dan papan,dibandingkan dengan jagung, gandum, sagu, buah-buahan, biji-bijian, dan kentang. Pada saat yang sama, juga disebut-sebut sebagai salah satu sumber karbohidrat. Sehingga pemerintah dan beberapa pihak dibutuhkan kerjasama dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi beras harus diperhatikan mulai dari jumlah, kualitas, bergizi dan terjangkau.
Selain itu, hal yang sama pentingnya untuk diperhatikan yaitu modal produksi. Sehingga ada beberapa upaya untuk menghindari terjadinya penurunan produksi, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui metode lahan yang cukup dan tanah yang subur, menjaga kecukupan ketersediaan air dan meminimalisir resiko kekeringan dengan cara memperbaiki irigasi dan membangun embung, menyediakan bibit unggul dan tanam bibit muda agar dapat beradaptasi dengan tanah secara cepat dan mengurangi stagnasi pertumbuhan, bibit yang ditanam jangan terlalu dalam cukup sekitar 1-2 cm.
Di samping itu, pemupukan berimbang dan menambahkan obat-obatan untuk meningkatkan kesehatan tanaman serta ketersediaan pupuk dan kestabilan harga pupuk dan obat juga penting agar dapat dijangkau oleh para petani, kemudian dalam menanam usahakan 1 lubang 1 tanaman untuk mengindari penumpukan yang menghambat terhadap pertumbuhan tanaman dalam hal ini padi. Selain itu, untuk memberikan apresiasi dan kesejahteraan bagi para petani, maka hasil panen harus dihargai sesuai dengan modal produksi, pemerintah khususnya Kementerian Pertanian memberikan 3 program strategis untuk kesejahteraan petani — ketiga program ini adalah penyediaan layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR), program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) dan pembentukan Komando Strategi Pembangunan Pertanian (Kostra Tani).
Dengan munculnya program tersebut, diharapkan dapat bermanfaat bagi para petani untuk meningkatkan produktivitas padi. Pembahasan mengenai ketahanan pangan juga dibahas dalam KTT G20, yang mana terdapat 3 fokus utama untuk mengantisipasi krisis dunia, pertama mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan, kedua mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka dan non-diskriminatif, ketiga memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan yang ada. Pada dasarnya, ketersediaan pangan dalam hal ini produksi padi menjadi prioritas karena nantinya dapat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Tak hanya itu, ia juga bisa berimplikasi pada pemerataan pembangunan atau menciptakan kohesivitas bersama dalam ketahanan pangan. Akibatnya, proses pembangunan dalam produksi padi ini juga bisa dilakukan secara kolektif. Sebab, jika Indonesia selalu memproduksi padi, sudah barang tentu, ketahanan pangan domestik juga akan terjaga. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama agar sesuai rule model yang sudah ditetapkan.
Sejumlah mekanisme ketahanan pangan ini tentunya merupakan proses yang sangat visioner, karena bicara peradaban di masa yang akan datang, terlebih Indonesia akan menghadapi sebuah tahapan yang dahsyat atau bonus demografi. Sehingga, dibutuhkan masterplan yang riil. Ketiga elemen di atas tentunya juga bisa berdampak secara komprehensif pada peningkatan kesejahteraan petani.
*Penulis Adalah Pranatahumas Ahli Pertama Ditjen TP Kementerian Pertanian