Jumat, 26 April, 2024

Nasdem Minta Mendagri Cabut SE soal Wewenang PJ Kepala Daerah

MONITOR, Jakarta – Terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 yang memberikan persetujuan terbatas kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) kepala daerah (kada) mengelola aparat sipil negara (ASN) atau kepegawaian daerah, menuai kritik dari Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya.

Willy meminta agar Mendagri Tito Karnavian mencabut kembali atau merevisi aturan tersebut.

“Kami meminta kepada Saudara Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mencabut atau merevisi SE tersebut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menimbulkan polemik dalam perikehidupan pemerintahan daerah,” ujar Willy dalam keterangannya, Rabu (21/9/2022).

Politikus Nasdem ini juga mengingatkan Mendagri agar tidak sembarangan membuat kebijakan. Sebab, dapat berdampak buruk terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

- Advertisement -

“Hendak lah Mendagri tidak mengambil kebijakan yang dapat menjerumuskan Presiden lewat ketentuan yang dapat menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara kita,” tukasnya mengingatkan.

Dikatakan Willy, Partai NasDem mengkritik SE Pj kepala daerah yang boleh memutasi ASN lantaran beberapa alasan. Pertama, dianggap bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU Pilkada melarang pergantian atau pergeseran pejabat di pemerintahan daerah sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan. Kecuali, mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Apalagi dalam SE itu, tambah Willy, juga dinyatakan tidak diperlukan permohonan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga, kebijakan yang baru saja dikeluarkan Tito dinilai tidak tepat.

“Padahal, persetujuan Mendagri terkait dengan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016, justru harus didasarkan pada permohonan dari pejabat gubernur, bupati dan/atau wali kota sebagai pembina kepegawaian di pemerintahan daerah,” sebut dia.

Selain itu, larangan tersebut juga diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Willy menyebut larangan Plt, Pj, dan Pjs menggeser pejabat di pemerintahan daerah karena hanya mendapat kewenangan dari mandat, bukan delegasi atau bahkan atribusi.

“Hal tersebut menjadikannya tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran,” pungkas Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI itu.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER