MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggenjot produksi pangan yang sehat berdampak langsung pada potensi sel dan stamina tubuh. Salah satu caranya adalah mengembalikan kesuburan tanah nusantara melalui perlakuan dari bahan alami, bertahap mengurangi bahan kimia sintetis melalui pendekatan epigenetik elisator dan kinesiologi.
“Tanah nusantara itu land of harmoni dan akan menghasilkan pangan nusantara yang bagus dengan visi Indonesia Feed The World 2045. Ada inovasi baru untuk pertanian ramah lingkungan yaitu ramuan Biosaka, jika dipadukan dengan ilmu kinesiologi, tanah nusantara yang subur memproduksi pangan yang sehat, plus bermanfaat untuk sel dan stamina,” demikian dikatakan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi di Jakarta, Minggu (12/6/2022).
Suwandi menjelaskan ramuan Biosaka menggunakan rumput atau daun yang sehat dari alam sekitar dan harus diketahui masa pertumbuhan rumput di fase vegetatif atau generatif. Pembuatan Biosaka mesti koheren yakni bahan rumputnya sehat koheren sehingga perpaduan petani peramu koheren, cara meremas rumput yang koheren sehingga menghasilkan biosaka yang homogen, harmoni, koheren pula. Apakah peramu rumput dan larutan biosaka ini sudah atau belumnya homogen koheren bisa diuji diukur langsung dengan kinesiologi.
“Ramuan Biosaka bukan pupuk, bukan pestisida dan bukan produk dijualbelikan. Biosaka bermanfaat untuk produksi, hemat biaya pupuk, hama penyakit berkurang, kesuburan lahan dan lingkungan, ini perlu ditindaklanjuti dari sisi scientific based. Terima kasih dan kami apresiasi ini Biosaka, satu temuan petani Pak Ansar dari Blitar. Di saat serba sulit, ini bisa menjadi solusi efisiensi pupuk bagi petani kecil,” jelasnya.
“Ini sejalan arahan Bapak Menteri Pertanian SYL bahwa kita semua agar melakukan inovasi dan terobosan sehingga naik kelas, jangan bekerja linier biasa biasa saja, hari esok harus lebih baik dari sekarang,” pintanya.
Suwandi menambahkan uji laboratorium terhadap sampel ramuan rumput ini (Biosaka) sudah dibawa minggu lalu untuk dicek isi kandungannya, meskipun selama ini sudah dilakukan pengujian. Peneliti, akademisi, pemerhati, pegiat menyambut positif ramuan Biosaka ini sehingga terjun ke lapangan guna mengecek langsung ke Blitar dan mengkaji secara detail, uji laboratorium, uji dampak, demplot beberapa petak metode with and without, before and after serta kesiapan untuk mendampinginya.
“Petani dibolehkan coba-coba sendiri, agar menyimak protapnya. Tapi saran saya agar belajar dulu ke Blitar, kita khawatir bila asal mempraktikkan tanpa dipandu dari Blitar, bila gagal nanti yang disalahkan biosakanya. Padahal kesalahan ada diprakteknya yang tak sesuai prosedur Biosaka,” ujarnya.
“Kalau mencari rumput sendiri, mencoba coba meramu ramu sendiri silakan diberi nama sendiri tidak apa apa. Bila ternyata tidak homogen ya jangan disebut itu Biosaka, jangan diklaim biosaka, karena ciri biosaka itu homogen harmoni,” pintanya.
Perlu diketahui, Biosaka ini berasal dari kata Bio yakni tumbuhan, sementara SAKA artinya Selamatkan Alam dan Kembali ke Alam. Biasaka adalah cara atau metode dan bukan produk dagangan, tetapi gerakan pemberdayaan petani. Pembuatannya gratis karena petani bisa membuat sendiri dari bahan yang ada di sekitarnya, tapi proses agar ikuti prosedurnya.
Oleh karena itu, Suwandi menekankan dalam pembuatan Biosaka, prinsip waspada dan teliti perlu dilakukan di setiap tahapan. Pertama, memilih rumput sehat sempurna. Kedua, meramu meremes. Ketiga, menyemprot ke tanaman.
“Titik kritis dan tidak mudah ada di tahap pertama dan kedua serta bila tidak tepat bisa berdampak gagal dan tidak berpengaruh pada kinerja, ini yg harus diwaspadai dan dihindari,” tuturnya.
“Jangan latah, kita apresiasi ini temuan pak Ansar Blitar proses panjang sejak 2006, ketemu resep dan rumus yang cocok 2011 dan dipraktikkan sejak 2019 hingga sekarang sdh diterapkan lebih 1000 petani di beberapa kecamatan, sekarang 200an hektar sudah panen, tetapi prosesnya tidak mudah, tidak sederhana, penuh liku dan tantangan,” tambahnya.
Selain Biosaka, Suwandi menyebutkan penerapan pertanian ramah lingkungan berkelanjutan, juga dengan mendorong petani memanfaatkan mikro organisme lokal (MOL), EM4, kascing, pestisida nabati, pupuk organik hayati, zero waste, LEISA dan lainnya.
“Mari jaga kesuburan lahan, dari alam dikelola secara alami dan dikembalikan ke alam,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Di peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024, Wakil Ketua DPR RI Cucun…
MONITOR, Jakarta - Komisi XIII DPR RI mempertanyakan dasar hukum kebijakan Pemerintah yang akan memulangkan…
MONITOR, Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto bersama Menteri Pertahanan Republik Indonesia Letjen…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) RI mengawal pelaksanaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)…
MONITOR, Kalbar - Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengingatkan pengawas ad hoc untuk cermat menanggapi surat KPU. Dia…
MONITOR, Jakarta - Presiden Prabowo Subiyanto memberi perhatian penuh pembangunan pendidikan di pondok pesantren dan…