Jumat, 26 April, 2024

Memajukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Oleh: Dr. Fauzi, S.E., M.Kom., Akt*

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Jumlahnya yang begitu besar sangat strategis dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.

Di negara maju, UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya di negara sedang berkembang, tetapi juga di banyak negara kontribusinya terhadap  pembentukan atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar  dibandingkan dengan kontribusi dari usaha besar (Tulus T.H. Tambunan, 2009).

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM pada bulan Maret 2021, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07%. UMKM mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,42% dari total investasi di Indonesia.

- Advertisement -

Di tengah kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian nasional, bukan berarti UMKM tanpa persoalan. Hingga saat ini UMKM masih dihadapkan dengan beragam persoalan, salah satunya adalah akses terhadap permodalan. Dalam konteks ini, kita membutuhkan lembaga keuangan yang mampu mengatasi persoalan tersebut.

Kehadiran lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) dalam wujud Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) memberikan angin segar bagi para pelaku UMKM karena mereka sangat terbantu khususnya dalam hal permodalan.

Perkembangan LKMS dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami perkembangan, baik dari jumlah lembaga maupun nasabah. Bahkan, perkembangannya melebihi jika dibandingkan lembaga keuangan syariah maupun konvensional lainnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan kepercayaan (trust) masyarakat semakin meningkat dalam memanfaatkan produk dan jasa lembaga keuangan mikro berbasis syariah.

Peran LKMS

Kehadiran BMT menemukan momentumnya untuk mengurai persoalan pelik yang dihadapi masyarakat dan pelaku UMKM. Masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh lembaga keuangan bisa bernafas lega dengan kehadiran BMT. Sebab, BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah berbasis kerakyatan yang langsung bersinggungan dengan masyarakat di perkampungan dan desa-desa sehingga keberadaannya sangat membantu masyarakat.

Lahirnya BMT yang semula hanya bermodalkan semangat dan keprihatinan, kini telah melengkapi diri dengan profesonalitas sehingga tidak heran jika eksistensinya mulai diperhitungkan. Peran BMT dalam menggerakkan roda perekonomian sangat riil. Sudah banyak BMT yang telah berkontribusi bagi pemberdayaan masyarakat.

BMT UGT Sidogiri menjadi salah satu contoh lembaga keuangan mikro syariah yang perkembangannya cukup pesat. Bahkan, BMT UGT Sidogiri sudah memiliki aset hingga Rp3 triliun dengan jumlah anggota lebih dari 800 ribu orang. Perkembangan ini sangat luar biasa sehingga sudah selayaknya menjadi percontohan bagi koperasi syariah yang lain.

Pencapaian BMT UGT Sidogiri sudah cukup memberikan bukti konkret bahwa kehadiran BMT mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Tentu saja, BMT Sidogiri hanya salah satu contoh dari BMT yang saat ini sedang mengalami kemajuan. Karena masih banyak BMT lain yang juga mengalami perkembangan, baik dari segi aset, nasabah dan jaringan kantor.

Melihat peran strategis UMKM sebagai penggerak perekonomian nasional, maka keberadaannya perlu mendapat perhatian serius. Akses permodalan menjadi masalah yang paling mengemuka di kalangan pelaku UMKM. Karena itu, BMT perlu hadir mengatasi semua persoalan yang dihadapi oleh UMKM tersebut. Kehadiran BMT di tengah-tengah masyarakat juga menjadi salah satu strategi menghidupkan kembali ekonomi kerakyatan karena tujuannya memang untuk memberdayakan masyarakat kelas paling bawah (grass root).

Dalam rangka mengoptimalkan peran BMT, diperlukan langkah strategis. Paling tidak, ada empat langkah yang harus dilakukan. Pertama, penguatan sumber daya insani (SDI). Sumber daya insani masih menjadi persoalan dalam pengembangan BMT ke depan. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan secara intensif bagi para karyawan BMT, seleksi yang ketat dan menjalin kerja sama dengan pihak perguruan tinggi guna menjaring sumber daya insani yang kompeten.

Kedua, sosialisasi dan edukasi. Langkah ini juga tidak kalah pentingnya sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang LKMS. Edukasi ini dapat dilakukan melalui media sosial, pengajian atau ceramah. Cara ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait lembaga keuangan mikro syariah sehingga mendorong masyarakat untuk menggunakan produk dan jasanya.

Ketiga, BMT dituntut lebih inovatif. BMT harus mampu menciptakan produk atau layanan yang inovatif dengan cara mengikuti tren yang sedang berkembang saat ini sehingga menarik minat masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa BMT tersebut. Langkah ini sangat penting terutama di era digital yang menuntut pelaku bisnis untuk terus berinovasi.

Keempat, perbaikan manajemen. Ke depan BMT perlu berbenah dengan cara meningkatkan kapasitas manajemen melalui serangkaian pelatihan, baik pelatihan dalam bidang ekonomi maupun manajemen keuangan.

Dengan beberapa langkah di atas, kita berharap semoga keberadaan BMT menjadi lebih maju dan perannya semakin optimal sebagai soko guru perekonomian nasional dengan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat.

*Penulis Adalah Wakil Bupati Pringsewu (2017-2022) sekaligus Pendiri Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) Tanggamus

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER