MONITOR, Jakarta – Tahapan Pemilu 2024, baik pemilihan legislatif pileg), pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) hingga pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak baru akan dimulai pada pertengahan tahun ini.
Saat ini sejumlah Kabinet Indonesia Maju sudah mulai aktif berkampanye dan berniat ikut kontestasi Pilpres 2024, antara lain Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora Indonesia), Fahri Hamzah, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberhentikan sejumlah menteri yang mulai aktif berkampanye dan mulai menunjukkan gelagat politik untuk maju dalam Pemilu 2024.
Fahri juga mengingatkan agar semua menteri yang nampak berkampanye ataupun tidak nampak berkampanye, tapi ada niat untuk ikut kontestasi eksekutif atau legislatif 2024, sebaiknya mundur dan fokus kerjanya selamatkan Indonesia dari krisis yang ada di depan mata.
“Secara umum, semua menteri yang punya konflik kepentingan baik pribadi maupun jabatan sebaiknya mengundurkan diri. Kabinet ini babak belur padahal masih 2,5 tahun. Saat Krisis menghadang tapi menteri pada cari ‘cuan’ dan popularitas. Akhirnya presiden menanggung beban sendiri!,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).
Fahri mengingatkan kembali komitmen Presiden Jokowi yang menentang adanya sistem rangkap jabatan dalam semua lini pemerintahan. Tapi susah kalau di kabinet justru yang berkembang adalah budaya tidak tahu diri.
“Pedagang menengah, tiba-tiba memegang jabatan politik penting (memakai istilah penjelasan UUD, ‘Bukan pejabat tinggi bias’) harusnya tahu diri, berterima kasih dan fokus kerja bantu presiden. Dan kalau mereka menganggap diri profesional, ya profesional aja, curahkan ilmu sedalam-dalamnya untuk membereskan kerja-kerja besar yang ditugaskan oleh Presiden. Habis itu kembali aja ke dunia profesional. Tapi sayangnya pada ‘Aji Mumpung’, melihat popularitas sebagai segala-galanya. Pengen berkuasa!,” sentil Fahri.
Akhirnya, lanjut Fahri, kepercayaan yang begitu besar dari Presiden dan kekuasaan yang begitu luas justru dipakai untuk membangun popularitas dan tentunya menambah pundi-pundi dengan alasan biaya politik.
Bahkan, tanpa canggung-canggung mereka bangga dengan semuanya padahal kerja tidak becus!
“Saya tahu betul bahwa di negara kita aturan rangkap jabatan belum terlalu ketat diatur, tapi mereka yang merasa dirinya sekolah di Barat, harusnya tahu diri bahwa konflik kepentingan sebaiknya mereka hindari. Pengabdian harus fokus tidak bisa di campur-campur dengan agenda pribadi,” tandas dia lagi.