Jumat, 29 Maret, 2024

KPK Sebut Potensi Kebocoran Anggaran di Pemprov DKI Tinggi

MONITOR, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut potensi kebocoran anggaran di tubuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tergolong tinggi. Pasalnya, KPK pernah menemukan mantan pejabat DKI eselon tiga, mencairkan cek dengan nilai yang cukup fantastis yakni Rp 35 miliar.

KPK menduga pencairan cek yang nilainya mencapai puluhan miliar tersebut hasil gratifikasi berdasarkan laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Uang tersebut dicairkan untuk membeli rumah mewah secara tunai.

“Jadi KPK pernah menerima laporan PPATK dari salah seorang pejabat eselon tiga di DKI, begitu yang bersangkutan pensiun mencairkan cek sejumlah Rp 35 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat hadir memberikan arahan pada kegiatan bimbingan teknis integritas ASN di lingkungan Pemprov DKI, Kamis (17/3).

Diceritakannya, KPK kemudian meminta kepada pejabat itu melakukan klarifikasi karena uang tersebut diduga dari hasil gratifikasi. Namun, pihaknya terpaksa menghentikan langkah klarifikasi dugaan pidana karena eks pejabat DKI itu meninggal dunia.

- Advertisement -

“Saya tidak tahu mungkin sudah jalan Tuhan, tidak lama setelah kami klarifikasi beliau meninggal,” ucapnya.

Namun demikian, meski klarifikasi dihentikan, pihaknya tidak berhenti, dilanjutkan ke Direktorat Jenderal Pajak agar Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan atas kekayaan yang ditinggalkan serta langsung mengenakan pajak.

“Kalau orang pajak itu saya lihat tidak peduli uang dari korupsi atau dari jualan apapun pokoknya tambah kekayaannya, bayar pajak,” terangnya.

Atas kejadian itu, ia pun mengingatkan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov DKI untuk berhati-hati sekaligus tanggung jawab dengan beban tugas di Jakarta.

“Jakarta tetap jadi pusat ekonomi, pusat perkumpulan, 60 persen uang beredar di sini. Itu lah yang menyebabkan potensi-potensi,” ucapnya.

KPK menegaskan, potensi kebocoran anggaran di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tergolong tinggi dengan jumlah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang besar.

‘Potensi terjadinya kebocoran tentu saja dengan jumlah APBD yang besar itu juga tinggi,” katanya.

Besaran APBD DKI sama dengan seluruh provinsi di Sumatera atau gabungan APBD Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Saat ini, celah terjadinya korupsi paling banyak disektor pengadaan barang dan jasa, kemudian perizinan hingga aksi jual beli jabatan.

Di DKI Jakarta, lanjut dia, anggaran pengadaan barang dan jasa terbilang tinggi dari total APBD DKI sekitar Rp80 triliun.

“Pemprov DKI harus melakukan pengawasan ketat terutama terkait pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER