HANKAM

Perang Rusia-Ukraina, Indonesia harus belajar dari Turki Usmani

MONITOR, Jakarta – Pengamat Pertahanan dan Militer Robi Sugara mengatakan terkait perang Rusia-Ukraina, Indonesia harus banyak belajar apa yang pernah dilakukan oleh Turki Usmani di masa lampau ketika merespon Perang Dunia I di Eropa yang pecah pada 1914.

Saat itu, lanjut Pengajar Keamanan Internasional Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Turki Usmani sikapnya terbelah ke dalam tiga sikap. Sikap pertama, mendukung Prancis, Inggris Raya dan Rusia. Sikap kedua, mendukung Austria-Hungaria dan Jerman. Dan sikap ketiga mengingnkan netral dan tidak bersikap.

Bagi yang menghendaki dukungan kepada Prancis, Inggris dan Rusia adalah mereka yang pernah mengenyam pendidikan di Barat dan Kemal Atatruk bagian dari salah satunya. Sikap yang setuju untuk mendukung Austria-Hungaria dan Jerman beralasan sebagai sikap perlawanan pada Inggris dan Prancis yang selama ini ditengarai membiayai kelompok pemberontak di Timur Tengah untuk melemahkan kekaisaran Turki Usmani. Kemudian bagi yang bersikap netral sebab, perang terjadi di Eropa yang jaraknya juga jauh dengan Turki sehingga tidak perlu melakukan dukungan diantara yang bertikai.

Robi melihat bahwa akhirnya Turki Usmani memilih untuk mendukung Austria-Hungaria dan Jerman. Dari situ, Turki yang saat itu Alat Utama Sistem Senjata Turki sangat lemah diberikan bantuan uang dan persenjataan dari Jerman karen dukungan tersebut. “Tapi Austria-Hungaria dan Jerman akhirnya kalah pada peperangan itu pada 1918 dan tak lama setelah itu, Turki Usmani bubar kekaisaranya,” terang Robi.

Dari sini, Robi melihat apa yang dialami oleh Turki harus jadi bahan pelajaran oleh pemerintah Indonesia. Indonesia sampai hari ini masih memegang kebijakan politik luar negerinya non-blok alias tidak berpihak pada polarisasi politik yang terjadi di luar negeri, khususnya perang. “Jadi Indonesia harus tetap netral dan berhati-hati untuk berkomunikasi,” ungkap Robi.

Jadi komunikasi politik kebijakan luar negeri Indonesia harus satu komando yang harus bersumber dari Presiden langsung. “Jangan sikapnya berbeda-beda antara Presiden, kementrian luar negeri, kementrian politik dan HAM, dan kementrian pertahanan,” saran Robi.

Robi melanjutkan sebaiknya pejabat publik Indonesia jangan terlalu banyak bicara soal perang di Ukraina sebab takut kepleset. “Sampai hari ini, saya melihat komunikasi publik pejabat Indonesia umumnya masih buruk,” pungkas Robi yang juga direktur Indonesia Muslim Crisis Center.

Recent Posts

Puan Sambut Baik TNI Bantu Polri Tertibkan Ormas Nakal, Selama Sinergi Itu Bisa Dilakukan Bersama

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyambut baik langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI)…

50 menit yang lalu

Kata Puan Soal Polemik Usul Gelar Pahlawan Bagi Soeharto

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi soal polemik usulan gelar pahlawan nasional…

59 menit yang lalu

DPR Minta Penanganan Kasus Tewasnya Mahasiswa Argo Ericho Bebas dari Intervensi

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyoroti kasus meninggalnya mahasiswa Fakultas Hukum…

1 jam yang lalu

Kementerian UMKM Kembangkan Ekosistem Pasar Tradisional Melalui Digitalisasi Berbasis AI

MONITOR, Jakarta - Kementerian UMKM bekerja sama dengan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) dan platform…

3 jam yang lalu

Ekonomi Kurban 2025 Turun Menjadi 27,1 Triliun, Bahkan Lebih Rendah dari Masa Pandemi

MONITOR, Jakarta - Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluance Studies (IDEAS) melakukan kajian terkait…

4 jam yang lalu

Fraksi Sampaikan Pandangan Atas KEM-PPKF, Puan Tegaskan DPR Akan Pastikan RAPBN 2026 Jawab Kebutuhan Rakyat

MONITOR, Jakarta - DPR RI hari ini menggelar Rapat Paripurna yang salah satu agendanya adalah…

7 jam yang lalu