MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat bersama Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) melakukan analisis ekonomi pengendalian rabies di Kalimantan Barat.
Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan, Nuryani Zainuddin menyampaikan, hal ini dilakukan untuk mengevaluasi program pengendalian rabies dari aspek ekonomi. Seperti, besaran pembiayaan dan manfaat yang didapatkan.
“Kita evaluasi program yang telah berjalan di Kalimantan Barat (Kalbar) dan keluarannya diharapkan akan memberikan rekomendasi program pengendalian rabies yang lebih efektif,” kata Nuryani di Jakarta, Rabu, (26/1).
Nuryani mengatakan, Provinsi Kalbar merupakan salah satu provinsi di Indonesia endemis rabies, setelah sempat dinyatakan bebas melalui Keputusan Menteri Pertanian pada tahun 2014 dan hampir selama 10 tahun sebelumnya tidak terdapat kasus rabies pada hewan maupun manusia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar, Muhammad Munsif menyebutkan, bahwa penyakit rabies ini memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan. Selain dampak sosial dan dampak kesehatan bagi masyarakat Kalimantan Barat.
“Maka dari itu, kami memiliki kepentingan yang kuat untuk mengontrol dan mengurangi dampak rabies saat ini,” imbuhnya.
Munsif menjelaskan, pengendalian rabies ini membutuhkan alokasi sumber daya yang besar. Untungnya, telah dilaksanakan dengan pendekatan One Health yang melibatkan multi sektor, khususnya kesehatan masyarakat dan bidang kesehatan hewan.
“Saya berharap, hasil analisis nantinya dapat memberikan masukan untuk optimalisasi program pengendalian rabies di Kalbar oleh Pemda dan Pusat,” ucap Munsif.
Terpisah, Tim Ahli Analisis Ekonomi Pengendalian Rabies di Kalbar, Dikky Indrawan dan Chaerul Basri setuju analsis ini merupakan aspek yang penting. Keduanya memastikan akan mengawal terus analisis yang sedang dilaksanakan ini.
“Harapannya nanti akan ada model analisis ekonomi penyakit hewan yang dapat digunakan untuk wilayah lain,” pungkas Dikky dan Chaerul.