MONITOR, Jakarta – Menghadapi perubahan Ibu Kota, Badan Musyarawarah (Bamus) Suku Betawi 1982, mengajak masyarakat Betawi untuk bersiap diri dalam menghadapi perubahan Jakarta dari Ibukota menjadi Provinsi Khusus, agar tidak merugikan Betawi sebagai penduduk asli Jakarta.
“Caranya dengan memberi konsep yang tepat kepada pemerintah dan DPR untuk Jakarta masa depan agar tidak merugikan Betawi sebagai penduduk asli,” ujar Zainuddin kepada MONITOR, Kamis (20/1).
Manurut Haji Oding, panggilan akrabya, ketika tak lagi berstatus Ibu Kota, Provinsi Jakarta, harus mengarah bukan hanya jadi pusat bisnis semata tetapi lebih kepada sebuah konstruksi kota peradaban yang memiliki otonomi di tingkat dua.
“Peradaban betawi yang hampir saja hilang harus kita kembalikan dengan tanggung jawab bersama. Penerapan sebagai daerah khusus yg tetap dimiliki oleh Jakarta akan memungkinkan struktur pemerintahan dipilih mulai dari tingkat DPRD, Bupati dan Walikota. Sedangkan Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh Presiden,” terangnya.
Karena kekhususan yang kemungkinan masih melekat bagi Jakarta dan demi percepatan peradaban maka salah satu dari Gubernur atau Wakil Gubernur seyogyanya diberikan kepada putra asli betawi.
“Peradaban, adat istiadat dan Budaya Betawi harus menjadi ciri khas untuk Provinsi Jakarta masa depan,” tegasnya.
Dijelaskannya, Betawi merupakan masyarakat adat dan Suku nomor 5 terbesar dari 1.340 suku di nusantara setelah Jawa, Sunda, Batak dan Madura. Dengan demikian katan Bang Oding, kekhususan Jakarta dalam perspektif pengangkatan Gubernur dan Wakilnya sangat memungkinkan untuk dicantumkan dalam perubahan UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Jakarta sebagai Ibukota.
Seperti diketahui, Bamus Suku Betawi 1982 atau Bamus Betawi 1982 adalah wadah berhimpun Kaum Betawi termasuk didalamnya berhimpun mayoritas Organisasi Kemasyarakatan Orang Betawi, baik yang besar maupun kecil yang tersebar di Jakarta dan bodetabek seperti FBR, FORKABI, Astrabi, Betawi Bangkit dan lain sebagainya