KEAGAMAAN

Imam Besar Istiqlal: Budaya Misoginis Bukan Ajaran Agama

MONITOR, Jakarta – Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Nasaruddin Umar, menyatakan kekerasan tidak hanya terjadi kepada perempuan, namun juga kepada laki-laki. Akan tetapi, ia mengakui perempuan justru lebih rentan mengalaminya.

Nasaruddin mengingatkan masyarakat maupun pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada akibat dari kekerasan gender, namun juga fokus pada apa yang menjadi penyebab dari meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan.

Jika dilihat dari sudut pandang agama Islam, kata Nasaruddin, sejatinya yang menjadi permasalahan bukanlah apa yang terdapat dalam ajaran agama tersebut, melainkan cara pandang atau pemahaman masyarakat terhadap ajaran suatu agama.

“Sama halnya dengan kitab suci Al-Quran, yang menjadi permasalahan bukanlah ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Quran namun penafsiran masyarakat terhadap ayat Al-Quran,” terang Nasaruddin Umar dalam sebuah diskusi yang digelar Komnas Perempuan, belum lama ini.

“Kita bisa melihat apa yang telah dialami Indonesia sekitar tahun 1970. Indonesia pernah menjadi penyumbang terbesar terhadap kematian pada bayi. Faktor penyebabnya adalah tradisi masyarakat kepada bayi yang baru lahir tersebut untuk memakan sesuatu yang telah dikunyahkan oleh salah satu ulama ataupun tokoh masyarakat,” jelasnya.

Menurutnya budaya semacam ini dianggap sesuai atau menjadi bagian dari ajaran suatu agama. Padahal jika ditelisik lebih lanjut, kata dia, makanan tersebut banyak mengandung bakteri yang membahayakan bayi. Ia menjelaskan penafsiran yang salah terhadap ajaran-ajaran agama inilah yang menjadi akar permasalahan hingga saat ini. Konstruksi sosial memang kerapkali keliru dalam menafsirkan suatu tindakan terutama kepada perempuan.

Lebih jauh ia menegaskan budaya misoginis yang terjadi di masyarakat Timur Tengah menjadi tolak ukur bagi masyarakat lain untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama yang mewujudkan bias gender terhadap perempuan. Padahal sejatinya, kata dia, budaya yang dibuat oleh masyarakat bukanlah bagian dari ajaran suatu agama.

“Karena penafsiran apapun jika menghasilkan kekerasan terhadap perempuan tidak dapat ditolerir dalam sebuah ajaran agama. Sehingga diperlukan edukasi yang konsisten bagi masyarakat untuk merubah stigma ataupun budaya ketidaksetaraan gender,” pungkasnya.

Recent Posts

Hutama Karya Catat 2,9 Juta Kendaraan Lintasi Trans Sumatera Selama Mudik dan Balik Lebaran 2025

MONITOR, Jakarta - PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) mencatatkan peningkatan signifikan volume kendaraan pada…

2 jam yang lalu

Kemenag Umumkan Hasil Seleksi Calon Petugas Haji 2025 Hari Ini

MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan hasil…

3 jam yang lalu

Panglima TNI dan Kasad Terbang dengan Jet Tempur TNI AU Jajaran Koopsud II dalam Misi Kehormatan

MONITOR, Madiun - Langit di atas Lanud Iswahjudi, bergemuruh pada Jumat pagi saat dua tokoh…

7 jam yang lalu

DPR Yakin Prabowo Bisa Negoisasi Tarif Impor Trump; Masa Tunda 90 Hari Bisa Dimanfaatkan

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto…

8 jam yang lalu

PT Jasamarga Transjawa Tol Representative Office 2 Jalan Tol Semarang Seksi A,B,C Salurkan 200 Paket Sembako untuk Masyarakat Sekitar Jalan Tol

MONITOR, Semarang - Sebagai bentuk kepedulian dan upaya untuk meringankan beban masyarakat di sekitar Ruas…

9 jam yang lalu

Kemenag Gencarkan Pelestarian Lingkungan lewat Masjid, KUA serta Wakaf Hutan

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat peran institusi keagamaan dalam upaya pelestarian lingkungan.…

12 jam yang lalu