MONITOR, Jakarta – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI) mulai mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait praktik mafia pelabuhan di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kajati DKI) Febrie Adriansyah telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: 2973/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 terkait dengan masalah mafia pelabuhan.
Praktik mafia pelabuhan di Tanjung Priok disebut telah memenuhi kualifikasi dugaan tindak pidana korupsi. Yaitu dengan melakukan penyelidikan sehubungan dengan berkurangnya penerimaan negara dari pendapatan devisa ekspor dan bea impor.
“Praktik yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan ekspor-impor yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE),” kata Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam dalam keterangannya, Rabu (15/12).
Praktik culas terkait fasilitas penggunaan kawasan berikat pada pelabuhan Tanjung Priok selama kurun 2015-2021.
Ia mengatakan penyalahgunaan itu terjadi sejak 2015 sampai dengan 2021, berdasarkan pemberitahuan impor barang, sejumlah perusahaan ekspor-impor melakukan kegiatan impor barang berupa garmen ke Indonesia dengan menggunakan fasilitas Kemudahan Impor dengan Tujuan Ekspor (KITE) tanpa bea masuk.
“Selanjutnya perusahaan tersebut menyalahgunakan fasilitas KITE dengan cara melakukan manipulasi data dan pengiriman barang menggunakan fasilitas impor,” ucap Ashari.
Dengan tujuan, ekspor yang seharusnya barang impor berupa garmen tersebut diolah menjadi produk jadi. Kemudian dilakukan ekspor ke luar negeri dan negara menerima pendapatan devisa atas ekspor tersebut.
“Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan ekspor-impor dimaksud, dan menjual barang yang di impor yaitu garmen tersebut di pasar dalam negeri,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, bahwa kemudahan impor-ekspor tanpa bea masuk tersebut diberikan agar perusahaan melakukan ekspor atas barang impor, dengan tujuan negara mendapatkan pemasukan atau penerimaan negara dari sektor devisa negara berupa ekspor.
Akan tetapi, lanjut dia, sejumlah perusahaan tersebut menyalahi fasilitas KITE yang diberikan dengan melakukan penjualan barang impor di dalam negeri, tanpa melakukan ekspor atas barang dimaksud.
“Sehingga memberikan pengaruh terhadap perekonomian negara dalam hal berkurangnya devisa ekspor serta mempengaruhi tingkat atau harga pasar di dalam negeri,” tegasnya.