MONITOR, Jakarta – Dengan merebaknya berita tentang tindakan asusila pengasuh dan pemilik Ponpes Madani Boarding School dan Yayasan Manarul Huda Antapani (Madani) yang telah menghamili sejumlah santriwatinya, KOPRI PB PMII sebagai organisasi kepemudaan pengawal isu perempuan dan anak, sangat mengecam dan mengutuk tindakan tersebut. Menurut informasi yang dilansir dari beberapa media, jumlah korban ternyata ada 21 orang, berbeda dengan yang tertulis di dakwaan jaksa yang hanyaberjumlah 12 orang.
Menanggapi hal tersebut KOPRI PB PMII lagi-lagi dengan tegas mendorong pemerintah untuk segera sahkan payung hukum terkait kasus dan tindakan asusila seperti yang terjadi dan dialami oleh 21 santriwati. Sebab jika tidak segera disahkan payung hukum untuk tindakan asusila dan kekerasan seksual maka kejadian serupa akan dinormalisasi dan dianggap enteng oleh masyarakat.
“Dengan adanya kasus-kasus asusila maupun kekerasan seksual yang terus bermunculan, sudah seharusnya pemerintah bergerak cepat dan tanggap dalam merespon kejadian tersebut. Karena jika tidak ada payung hukum yang mapan, kejadian-kejadian tersebut akan dianggap biasa oleh masyarakat khususnya para predator kekerasan seksual, mereka tidak akan jera karena tidak ada hukuman yang jelas. oleh karena itu kami dari Bidang Advokasi dan kebijakan publik KOPRI PB PMII meminta pemerintah khususnya DPR Komisi VIII segera sahkan payung hukum untuk tindakan asusila serta kekerasa seksual yaitu RUU TPKS, agar para kelompok renta merasa mendapatkan rasa aman dan negara hadir untuk melindungi mereka”. Terang Sri Murtiningsih selaku ketua bidang Advokasi dan Kebijakan Publik KOPRI PB PMII saat dimintai responnya via daring pada Jumat (10/12).
Dari informasi yang diperoleh berdasar dakwaan jaksa, perbuatan keji Herry Wirawan (pelaku) dilakukan mulai 2016-2021, di Pondok yang dikelolanya dikhususkan untuk santriwati usia SMP-SMA.
Semua korban pemerkosaan Herry merupakan santriwati di bawah umur, rata-rata usia 13 sampai 17 tahun. Para santri tersebut mayoritas berasal dari Garut, dimana kota ini merupakan kampung halaman sang pelaku.
“Memperingati hari HAM yang pada jatuh pada hari ini 10 Desember, semoga menjadi bahan refleksi dan evaluasi untuk kita bersama bahwasannya kejahatan asusila baik berupa kekerasan seksual atau tindakan merugikan lainnya.
Harusnya menjadi perhatian bersama karena isu kekerasan seksual yang kerap kali menimpa perempuan adalah isu kemanusiaan, sebab kekerasan seksual tidak sebatas perempuan saja yang mengalaminya namun laki-laki juga berpotensi mengalami hal tersebut”. Pungkas Ning dalam memberikan respon terhadapat kasus Pengasuh Pondok yang menghamili 21 santriwatinya.
MONITOR, Nganjuk - Setelah mengunjungi Daerah Irigasi Siman di pagi hari, Menteri Pekerjaan Umum (PU)…
MONITOR, Jakarta - Timnas Futsal Putri Indonesia berhasil meraih kemenangan gemilang atas Myanmar dengan skor…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal memastikan berita dibukanya lowongan kerja Pendamping…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyambut terpilihnya calon pimpinan KPK dan…
MONITOR, Jakarta - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta Pemerintah untuk…