HUKUM

Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati, Haris Azhar: Awas Permainan Psikologis!

MONITOR, Jakarta – Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, sedang menghadapi tuntutan hukum yang tidak main-main. Dalam perkara ASABRI, Heru harus menghadapi tuntutan hukuman mati.

Menanggapi hal itu, Aktivis HAM dan praktisi hukum Haris Azhar mengatakan, bahwa tuntutan hukuman mati tak seharusnya diterapkan, terlebih ditengah institusi penegak hukum yang masih transaksional.

Ia mengatakan dalam studi-studi para ahli hukum dan HAM, salah satu faktor pelarangan hukuman mati karena bentuk hukuman tersebut sering digunakan untuk represi dan digunakan menakuti orang yang dituduh melakukan kejahatan dalam hal ini korupsi.

“Ini adalah permainan psikologis. Sementara kita tahu bahwa kualitas kerja institusi penegak hukum dan aparatnya masih banyak celah negatif. Apalagi penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPK ditengarai tidak dilakukan secara independen dan cermat. Lalu dimana letaknya rasa keadilan itu?” kata Haris kepada wartawan Senin (6 /12).

Untuk itu menurutnya, pelaksanaan hukuman mati tidak bisa diterapkan ketika sebuah institusi, kebijakan (pemidanaan) dan pelaksanaan kerjanya masih buruk, korup, bisa ‘dibeli’ atau menerima pesanan dari pihak tertentu. Salah satunya seperti kasus eks jaksa Pinangki, yang dijerat tiga dakwaan karena terbukti menerima suap dari kasus Djoko Tjandra.

Sementara Pengacara Heru Hidayat yaitu Kresna Hutauruk mengatakan hukuman mati tak bisa diterapkan dalam perkara kasus Asabri. Karena menurutnya jaksa tak memasukkan pasal terkait dengan hukuman mati.

“Untuk perkara Asabri bapak Heru Hidayat, jelas hukuman mati tidak bisa diterapkan. Dalam Undang-undang Tipikor hukuman mati diatur dalam pasal 2 ayat (2), di mana dalam dakwaan terhadap bapak Heru Hidayat, jaksa tidak memasukkan pasal tersebut didalam dakwaan,” kata Kresna kepada wartawan.

Sehingga, menurutnya bagaimana mungkin dapat menerapkan hukuman mati sedangkan dalam dakwaan jaksa tidak menyertakan pasal tersebut. Selain itu, Kresna mengatakan bahwa penerapan hukuman mati dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor terdapat beberapa ketentuan.

“Apabila para pakar juga melihat bahwa pada Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dan penjelasannya, keadaan tertentu yang dimaksud dalam menerapkan hukuman mati adalah ketika tindak pidana dilakukan saat negara dalam bencana, krisis moneter, dan pengulangan. Sedangkan perkara Asabri ini tidak masuk dalam kualifikasi tersebut. Patut dicatat, pak Heru juga bukan residivis yang melakukan pengulangan tindak pidananya,” pungkasnya.

Recent Posts

Pameran KIP 2025, Stan Kemenag di Apresiasi Pengunjung

MONITOR, Jakarta - Kehadiran Kemenag dalam Pameran Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan selama tiga hari…

3 menit yang lalu

Kemenperin Fasilitasi 19 IKM di Pameran TEI 2025 untuk Perluas Akses Pasar Ekspor

MONITOR, Jakarta - Promosi dan pemasaran produk menjadi salah satu kunci penting dalam meningkatkan daya…

3 jam yang lalu

UIN Jakarta dan PUSPENMA Kemenag Sosialisasikan Program Pendanaan Riset MoRA The AIR Funds 2025

MONITOR, Jakarta - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan…

4 jam yang lalu

Sekjen Kemenag Suarakan Dakwah Digital di Forum Perdana Ehwal Islam Malaysia

MONITOR, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, menyuarakan peran penting dakwah digital di…

6 jam yang lalu

Kemenag dan BRIN Rumuskan Kebijakan Optimalisasi Program Bantuan Pesantren

MONITOR, Jakarta - Pusat Strategi Kebijakan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Pustrajak Penda) pada Badan Moderasi…

7 jam yang lalu

Pameran KIP 2025 Resmi Ditutup, Inilah Daftar Badan Publik Penerima Penghargaan

MONITOR, Jakarta - Suasana hangat dan penuh semangat terasa di Assembly Hall Hotel Bidakara, Jakarta,…

14 jam yang lalu