MONITOR, Jakarta – Kasus mega korupsi Jiwasraya dan Asabri masih jadi sorotan. Aktivis HAM, Haris Azhar, menilai kalau dua kasus korupsi tersebut tidak akan mudah untuk diselesaikan atau bahkan tidak akan pernah tuntas.
Menurut Haris, sampai sekarang faktanya, tidak ada bukti yang pasti bahwa kasus-kasus seperti Jiwasraya dan Asabri ini bisa tuntas atau diselesaikan cepat.
“Coba mana dokumen terkonsolidasi yang memotret semua penyelesaian itu? Gak ada. Apa buktinya? Itu masih ada penundaan bayar kepada nasabah, saya pikir itu banyak komplain dari pihak ketiga (korban),” kata Haris di Jakarta, Selasa (30/11).
Dikatakannya, sudah banyak kerugian dialami pihak ketiga yang berurusan dengan BUMN. Dari kasus Jiwasraya dan Asabri, pemerintah dinilainya hanya sebatas ingin menegakkan hukumnya saja dalam kasus ini, namun tidak melihat efek panjangnya kepada para korban.
“Banyak pihak ketiga yang kehilangan haknya, disebab pemerintah hanya ingin melakukan penegakan hukum saja dalam kasus ini, tapi tidak ada perlindungan terhadap pihak ketiga,” tegasnya.
Bahkan, Haris melihat, pemerintah dengan gayanya yang sulit menerima masukan atau fakta-fakta yang ada di lapangan, akan terus menimbulkan gelombang kritik.
“Gaya rezim ini, cepat atau lambat akan memunculkan protes dan kritik dari banyak pihak, termasuk dari dalam lingkungan pemerintahan sendiri,” pungkasnya.
Haris pun menyinggung adanya pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga yang menyebut kasus Jiwasraya dan Asabri telah selesai, sampai pelakunya dipenjara seumur hidup dan belum pernah terjadi dalam sejarah.
Menurut Haris, pernyataan tersebut sebenarnya sangat melukai para korban dari pihak ketiga. Sebab faktanya kasus Jiwasraya ini menimbulkan sengkarut yang tak berujung. Banyak pihak ketiga menjadi korban karena kehilangan haknya.
“Itu pun belum termasuk efek pada perusahaan-perusahaan lain yang terhubung dengan pelaku dalam kasus-kasus tersebut, yang sebenarnya tidak ada kaitannya secara hukum,” pungkasnya.