MONITOR, Jakarta – Mengemudi dalam waktu yang cukup panjang memunculkan resiko kecelakaan yang disebabkan oleh hilangnya konsentrasi pengemudi. Dimana salah satu dalang yang paling umum dalam kecelakaan lalulintas yakni serangan kantuk yang dapat membuat laju kendaraan oleng. Dalam kecepatan tinggi, kantuk dapat berakibat fatal.
Pentingnya konsentrasi dalam mengemudi diungkapkan oleh Direktur Training & Campaign Indonesia, Road Safety Partnership, Eko Reksodipuro. Menurutnya, sebagai pengemudi kita harus mampu melakukan identifikasi berbagai hal yang ada di depan maupun yang ada di sisi jalan yang akan kita lalui.
“Kita harus memprediksi sesuatu di pinggir jalan termasuk saat hujan, apakah ada baliho yang akan jatuh, kemudian kita harus memutuskan jika ini sampai terjadi kita harus melakukan apa. Melihat anak yang berdiri di pinggir jalan saja, kita tidak boleh yakin dia tidak akan menyebrang, kita harus mempersiapkan rencananya jika dia akan menyebrang, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan, kita harus cepat bereaksi,” ujar Eko Reksodipuro, Jumat (5/11).
Kemampuan dasar berkendara sendiri sangat membutuhkan vision skill yang tidak hanya dipahami, melainkan dilatih secara rutin, diantaranya dengan bersepeda ataupun dengan olahraga permainan, lempar bola dan lain sebagainya. vision skill atau kemampuan pengelihatan tersebut meliputi kontrol gerakan mata, kerja sama mata, akomodasi fokus, integrasi visual-motorik dan banyak lagi.
Dalam keadaan lalu lintas ramai maupun lengang, pengemudi tetap harus menjaga konsentrasinya untuk saling menyadari sesama pengemudi bahwa mereka berada pada jalur yang sama dengan arah yang sama. Vision skill memiliki peranan penting dalam hal ini. Secara sederhana, sesama pengemudi harus menghargai pengguna jalan lain dengan anggapan jalan adalah milik bersama.
“Kita harus menghargai pengguna jalan lain. Sebetulnya prinsip utama keselamatan di jalan raya itu kan komunikasi antar sesama pengguna,” tandas Eko.
Ia menjelaskan, vision skill juga berguna ketika sesama pengemudi melakukan komunikasi non verbal, misalnya dengan lampu, rambu atau sen. Dimana acap kali pengemudi terkejut ketika muncul mobil dari sebuah gang atau pertigaan. Hal itu lantaran vision skill yang kurang terlatih cenderung memperhatikan mobilnya, bukan putaran roda mobil yang muncul dari gang atau pertigaan tersebut.
“Kebiasaan kita melihat mobilnya, atau bahkan orangnya, padahal kita harus melihat roda mobilnya, kalau ban depannya bergerak akan ketahuan dia keluar mau belok atau berhentu. Lalu ada gestur kendaraan yang perlu dipelajari agar tidak mudah terkejut,” ujar Eko.
Dengan pengelihatan yang terlaith, pengemudi juga dapat memprediksi kecepatan, jarak dan arah kendaraan lain untuk mempersiapkan tindakan, misalnya keputusan untuk memperlambat laju kendaraan atau keputusan untuk menambah kecepatan untuk memberi ruang kendaraan lain di belakang kita.
“Bahwa di jalan raya, terutama jalan tol, pelan bukan berarti selamat, cepat juga bukan berarti selamat. Kalau di jalan biasa, dengan kecepatan 80 km/jam itu sudah luar biasa, maka di jalan tol sebaliknya, setiap pengemudi harus mempersiapkan segala kemungkinan ketika melihat kendaraan lain,” tutur Eko.
Eko menegaskan, setiap orang yang merasa dirinya sebgai pengemudi, atau hendak merencanakan perjalanan jauh harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, mulai dari rencana istirahat di titik tertentu, hingga melatih vision skill secara berkala dalam rangka meningkatkan kemampuan mengemudi untuk menghindari panik saat menemui situasi tertentu di jalan tol.
“Ini terjadi juga di sepeda, sepada banyak juga kecelakaan sekarang, yang satu bisa naik sepeda, tapi dulu jaman masih keceil, tiba-tiba sekarang mau beli sepeda yang bagus, dia merasa keterampilannya masih ada tapi keterampilannya harus di latih lagi, memang tidak hilang, tapi tidak seperti dulu,” pungkasnya.