Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Anwar Makarim
MONITOR, Jakarta – Anggota Badan Legislasi Fraksi PKS DPR RI sekaligus anggota panitia kerja (panja) RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Bukhori Yusuf mengkritik keras Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 soal Kekerasan Seksual. Bukhori menganggap aturan tersebut sarat dengan sejumlah kelemahan sehingga patut dicabut.
Pertama, Peraturan Menteri (Permen) soal Kekerasan Seksual melampaui kewenangan. Pasalnya, konten yang diatur dalam Permen tersebut justru masih dibahas oleh panitia kerja RUU tentang Tindak Pidana Seksual atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Badan Legislasi DPR.
“Dengan kata lain, Permen ini melangkahi undang-undang dan tidak memiliki cantolan yuridis (lihat poin Mengingat) yang jelas dan spesifik soal kejahatan berupa Kekerasan Seksual sehingga dasar hukumnya lemah,” jelas Bukhori di Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Di sisi lain, paradigma yang dipakai oleh Permen ini menggunakan paradigma RUU P-KS yang sudah usang dan ditolak oleh DPR sehingga membuat RUU ini diubah total dari judul hingga konten, serta pembahasannya kembali dimulai dari awal, tambah legislator dapil Jawa Tengah 1 ini.
Kedua, Permendikbudristek No. 30/2021 soal Kekerasan Seksual menyalahi karakter Permen. “Karakter Permen itu bersifat mengatur teknis internal kelembagaan, bukan mengatur hal yang bersifat strategi, tata kelola, hubungan inter dan antar kelembagaan bahkan masyarakat,” ucapnya.
Ketiga, anggota Komisi VIII DPR RI ini mengatakan Permen tersebut mengabaikan tujuan pendidikan nasional. Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945 menyebut: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
“Konsideran filosofis dari Permen ini tidak sinkron karena bukan merujuk pada Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945 soal tujuan pendidikan nasional, melainkan mengacu pada Pasal 17 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi, setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan,” pungkasnya.
Tidak hanya itu, kritik tajam juga dilontarkan Bukhori terhadap prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Permen yang tidak mencerminkan sama sekali tujuan dari pendidikan nasional.
Pasal 3 Permendikbudristek No. 30/2021 menyebut, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dilaksanakan dengan prinsip: a) kepentingan terbaik bagi Korban; b) keadilan dan kesetaraan gender; c) kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas; d) akuntabilitas; e) independen; f) kehati-hatian; g) konsisten; dan h) jaminan ketidakberulangan.
Anggota Komisi Agama DPR ini menilai aturan tersebut bersifat diskriminatif lantaran menegasikan peran agama sebagai instrumen pencegahan dan penanganan kejahatan berupa kekerasan seksual.
“Kenapa norma agama tidak dimasukan? Kenapa perspektif yang digunakan mengabaikan peran agama? Padahal sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah Pancasila, dimana ruhnya itu terletak pada sila pertama,” sambungnya.
MONITOR, Banjarbaru - Sebanyak 314 Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Banjarbaru menggunakan hak…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat peran syahbandar di pelabuhan perikanan untuk…
MONITOR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga dalam mewujudkan Indonesia Emas…
MONITOR, Jakarta - Pemerintah terus memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan industri kecil dan menengah (IKM)…
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 313.695 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas terselenggaranya Bimbingan…