MONITOR – Guru Besar IPB, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan pada hakikatnya Pancasila adalah filsafat hidup hasil pemikiran para pendiri bangsa yang berisi nilai-nilai luhur yang disusun dalam lima sila, berfungsi sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai Dasar Negara RI seperti tercantum dalam alinea ke keempat Pembukaan UUD 1945 yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
“Sebagai Dasar Negara, maka Pancasila sejatinya merupakan norma dasar negara (Grand Norms). Artinya, Pancasila tidak sebatas sebagai sumber bagi segala sumber hukum. Tetapi, juga sebagai pedoman bagi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam hal kapasitas IPTEK (pendidikan, kesehatan, dan R & D),” katanya saat memberikan Kuliah Umum (Stadium General) Pancasila dalam Jaringan (daring) untuk Dosen dan Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak (Untan), Selasa (28/9/2021).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menerangkan bahwa kegagalan Ideologi Kapitalisme (Ideologi Tunggal Dunia, sejak runtuhnya Kehkilafahan Islam pada 1924 dan Matinya Ideologi Komunis sejak 1989) khususnya di bidang ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial budaya dimana ideologi kapitalisme menjadi pedoman semua aspek kehidupan, tak terkecuali aspek pendidikan dan IPTEK adalah karena Kapitalisme tidak menjadikan Agama (terutama keimanan kepada Tuhan YME dan Akhirat) dalam pedoman semua aspek kehidupan manusia di dunia ini.
“Akibatnya, manusia menjadi serakah, egois, hedonis, kolonialis, tidak peduli halal dan haram, bermoral bejat, dan hipokrit (munafik). Kalaupun Kapitalisme di negara-negara maju telah sukses mengembangkan IPTEK, karena segenap persyaratan profesionalnya/duniawinya (sunatullah) nya dipenuhi: anggaran; etos kerja guru, dosen, dan peneliti yang unggul); ekosistem pendidikan, kesehatan serta R & D yang kondusif; dan good governance),” terangnya.
Dewan Pakar ICMI tersebut juga menyinggung wacana Kemendikbud untuk menghilangkan “frasa agama” dalam Draf Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) adalah tidak sejalan dengan Konstitusi, terutama Pasal 31 UUD 1945; dan akan membahayakan bangsa Indonesia, kerena mengikuti kegagalan Kapitalisme. Visi PJPN dalam Draf tersebut adalah “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila”
Peran Pancasila
Menurut Rokhmin, pengembangan ilmu pengetahuan harus menghormati keyakinan religius masyarakat karena dapat saja penemuan ilmu yang tidak sejalan dengan keyakinan religius, tetapi tidak harus dipertentangkan karena keduanya mempunyai logika sendiri. Ilmu pengetahuan ditujukan bagi pengembangan kemanusiaan dan dituntun oleh nilai-nilai etis yang berdasarkan kemanusiaan.
“IPTEK merupakan unsur yang “menghomogenisasikan” budaya sehingga merupakan unsur yang mempersatukan dan memungkinkan komunikasi antar masyarakat. Prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan IPTEK harus merata ke semua masyarakat karena pendidikan merupakan tuntutan seluruh masyarakat,” jelas Dosen Kehormatan Mokpo National University tersebut.
Rokhmin menambahkan kesenjangan dalam penguasaan IPTEK harus dipersempit terus menerus sehingga semakin merata, sebagai konsekuensi prinsip keadilan sosial. Pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan IPTEK menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan.
“Dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan IPTEK terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan datang,” katanya.
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Rokhmin menilai perkembangan IPTEK yang didominasi nagara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan dimana perkembangan IPTEK dewasa ini lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, sehingga prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi Indonesia adalah prodi yang terserap oleh pasar (dunia industri).
“Pengembangan IPTEK di Indonesia belum melibatkan masyarakat luas sehingga hanya mensejahterakan kelompok elit yang mengembangkan ilmu. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh IPTEK, baik dengan dalih percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius,” ujarnya.
Penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan IPTEK dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan IPTEK yang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis.
“Nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong digantikan dengan individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi free rider di negara ini, sikap bersahaja digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme; solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan seterusnya,” pungkas Rokhmin Dahuri.
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Arif Rahman, mengkritisi implementasi kebijakan Penangkapan Ikan…
MONITOR, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansah, mengungkapkan bahwa keberadaan Pertamina Gas Negara (PGN)…
MONITOR, Jakarta - Seleksi Petugas haji PPIH Kloter dan PPIH Arab Saudi 1446 H/2025 M…
MONITOR, Jakarta - Dalam rangka pelaksanaan tugas dukungan Penyelenggaraan Haji tahun 2025, Badan Penyelenggara Haji…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat jumlah produksi hasil perikanan hingga Oktober…
MONITOR, Jabar - Komisi IV DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap penyusunan Peraturan Presiden (Perpres)…