Kamis, 28 Maret, 2024

Pengamat: Calon Anggota BPK Tak Penuhi Syarat Gugur Demi Hukum

MONITOR, Jakarta – Koalisi #SaveBPK menemukan ada 2 (dua) kandidat calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disinyalir tidak memenuhi syarat dan tetap lolos ke dalam 16 daftar calon yang akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR.

Syarat yang dimaksud tersebut ialah persyaratan administratif sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Untuk itu, koalisi pun meminta agar Komisi XI DPR mencoret kedua nama itu.

“Jika tidak penuhi syarat formil sebagaimana amanah UU BPK Pasal 13 huruf j, sebaiknya calon tersebut mundur atau dicoret oleh Komisi XI. Tapi sejauh ini belum ada tanda-tanda dari mereka,” kata koordinator koalisi masyarakat sipil #SaveBPK, Abdulloh Hilmi beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam menegaskan bahwa calon yang tak memenuhi persyaratan tersebut seharusnya tidak dapat mengikuti proses seleksi di Komisi XI DPR maupun DPD.

- Advertisement -

“Maka calon tersebut gugur atau tidak diikutkan dalam tahap fit and proper test baik yang di selenggarakan oleh DPD maupun DPR,” tegas Roy, Jakarta, Rabu (21/7).

Menurut Roy, permasalahan dalam seleksi anggota BPK karena tidak ada pembentukan tim panitia seleksi (Pansel) sehingga seleksi administrasi calon tidak dilakukan.

Ia menambahkan, masalah ini terjadi karena UU BPK tidak mengatur soal Pansel. Sehingga dalam seleksi anggota BPK, DPR hanya melakukan penyampaian pengumuman seleksi calon anggota BPK kepada publik, lalu menyampaikan nama-nama pendaftar kepada DPD untuk melakukan fit and proper test yang hasilnya berupa rekomendasi ke DPR dan proses terakhir DPR (Komisi XI) melakukan fit anf proper test dan pemilihan calon anggota BPK terplih.

Untuk itu, Roy pun menyampaikan agar pemerintah dan DPR segera membenahi mekanisme seleksi calon anggota auditor eksternal tersebut dengan merevisi UU BPK.

“Ada 2 poin usulan IBC, pertama, DPR membentuk Panitia Seleksi Calon Anggota BPK yang terdiri dari Perwakilan DPD, Perwakilan DPR (Komisi dan atau BAKN), Perwakilan Pemerintah, Perwakilan Akademisi dan Perwakilan Masyarakat. Kedua, metodologi rekruitmen dengan 6 (enam) tahapan yaki seleksi administrasi, seleksi kompetensi, seleksi kepribadian, seleksi rekam jejak, tanggapan masyarakat, dan wawancara terbuka, dan terakhir dilakukan fit and proper test oleh DPR sebagai pengejewantahan wakil rakyat,” ujarnya.

Komisi XI Kurang Teliti
Hal senada juga disampaikan oleh Majelis Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Dedi Ali Ahmad. Menurutnya, proses seleksi calon Anggota BPK harus dilakukan lebih hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dedi mengungkapkan, salah satu calon anggota BPK yang dianggap tak memenuhi syarat yakni Nyoman Adhi Suryadnyana, yang diketahui menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Manado pada periode 3 Oktober 2017 hingga 19 Desember 2019.

Lolosnya Nyoman dinilai bertentangan dengan pasal 13 huruf J UU 15/2006 tentang BPK yang menyebutkan ‘Paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelolaan Keuangan Negara’.

“Artinya pada saat batas akhir pendaftaran calon anggota BPK RI (tanggal 11 Juni 2021), Nyoman Adhi Suryadnyana belum 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yakni Kepala Kantor KPPBC Tipe Madya Pabean Manado,” lanjutnya.

Adapun calon lainnya, lanjut Dedi, yaitu Harry Z. Soeratin yang baru genap setahun lalu dilantik oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) yang juga merupakan jabatan KPA.

“Dengan diloloskannya nama Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin mengikuti fit and proper test, berarti semua persyaratan administrasi lengkap tapi masih bermasalah,” tegasnya.

Karena itu, PBHI meminta pimpinan dan anggota Komisi XI DPR RI untuk memastikan apakah surat pernyataan yang menyatakan bahwa keduanya paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelolaan keuangan negara sudah ada dan sah secara aturan hukum.

Jika tidak ditemukan bukti tersebut, maka Dedi mendesak Komisi XI DPR RI mencoret kedua nama itu. Sebab menurutnya, hal itu bukan hanya melanggar ketentuan perundangan-undangan, tetapi sangat berpotensi untuk digugat di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kalau sampai DPR tetap meneruskan pencalonan kedua orang tersebut, akan menimbulkan pertanyaan dan gugatan publik, ada apa DPR begitu ngotot ingin meloloskan dua orang tersebut?,” tambah Dedi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER