PERTANIAN

Balitbangtan Bentuk Riset Kolaboratif untuk Kembangkan Talas Beneng

MONITOR, Jakarta – Ditengah populernya porang dikalangan pelaku usaha pertanian, talas Banten yang masih satu kerabat umbi ini ternyata juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor dan bahan pangan alternatif.

Ukuran talas asal Provinsi Banten ini tidak seperti talas lainnya, sehingga dinamai talas beneng yang artinya besar dan koneng/kuning, dan digolongkan dalam giant taro atau big elephant’s ear.

Selain potensi ukurannya, talas ini memiliki kadar protein (7.17%) dan mineral (13.70%) yang relatif tinggi. Potensi ini didukung pula oleh kemudahan budidayanya di lahan basah maupun kering, sehingga dapat dikembangkan di lahan marjinal.

Saat ini, Pemerintah Provinsi Banten terus memacu budidaya talas beneng melalui pengembangan area lahan tanam yang diperkirakan mencapai 100-300 hektar dan berpotensi bertambah sehingga tercipta kawasan talas 1000 hektar. Atas dasar potensi dan keunikannya, pemerintah setempat menobatkan talas Beneng sebagai salah satu ikon Banten.

Dibalik besarnya potensi talas sebagai sumber pangan alternatif, ternyata belum diimbangi dengan pemanfaatannya. Umumnya masyarakat memanfaatkan talas terbatas sebagai kudapan berupa keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus atau tambahan sayur.

Berbeda dengan negara-negara lain seperti Jepang dan New Zealand, talas dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan berbasis karbohidrat seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai ekonomi tinggi.

Berdasarkan data BPS tahun 2020, ekspor talas secara keseluruhan bernilai USD 3,07 juta dengan volume mencapai 2.909 ton dalam bentuk beku maupun segar untuk memenuhi permintaan negara Thailand, Jepang, China, Singapura, Malaysia, Vietnam, Australia dan Belanda.

Kementerian Pertanian mendukung pengembangan agribisnis dan agroindustri talas beneng dengan melepas varietas beneng menjadi varietas unggul talas melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 981 tahun 2020.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga menyampaikan bahwa semua pangan lokal yang seperti talas, ubi, sagu, sorgum dan lainnya bisa dimanfaatkan untuk menggerakan lapangan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan memperbaiki ekonomi nasional.

Terlepas dari segala potensi talas beneng, salah satu kendala dalam penggunaan talas sebagai bahan baku produk olahan adalah kandungan oksalatnya yang tinggi mencapai 61.783 ppm pada talas liar. Kandungan oksalat ini kemungkinan akan lebih rendah pada talas beneng budidaya.

Menurut Winda Haliza salah satu peneliti pascapanen Balitbangtan, konsumsi makanan berkadar oksalat tinggi dapat mengganggu kesehatan karena dapat menyebabkan pembentukan batu oksalat atau batu ginjal. “Adanya oksalat dapat menurunkan penyerapan kalsium oleh tubuh. Kendala lain dalam pemanfaatan talas sebagai bahan baku produk olahan adalah terjadinya browning yang dapat mengurangi nilai tampilan produk” terangnya.

Untuk mengatasi hal itu, Winda menjelaskan perlu adanya beberapa perlakuan pada pembuatan tepung talas untuk mengurangi kadar oksalat hingga 90% lebih. Proses reduksi oksalat dilakukan secara bertahap dalam suatu kondisi proses yang ringan sehingga mempertahankan karakteristik tepung talas dan meminimalkan terjadinya browning atau perubahan warna. “Yaitu dengan cara perendaman dalam larutan asam atau garam dan diikuti dengan perendaman dalam air atau air hangat (pemanasan minimal).” imbuhnya.

Kepala Balitbangtan, Fadjry DJufry mengatakan pengembangan model agorindustri dan agribisnis talas beneng sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah produk dan mendukung ketahanan pangan. Produk-produk baru dan kekinian berbahan talas perlu dikembangkan teknologinya selain produk talas beku yang memang sudah diekspor.

Untuk mendukung pencapaian target tersebut, pada tahun ini Balitbangtan memasukkan komoditas talas Beneng dalam program riset dan pengembangan inovasi kolaboratif. “Diharapkan, dengan adanya program ini, dapat mempercepat hilirisasi teknologi Litbang yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas ini.” jelas Fadjry.

Tak hanya kolaborasi internal Balitbangtan, aksi kolaborasi riset ini turut melibatkan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, asosiasi dan perkumpulan serta UMKM penggiat talas beneng dan stakeholder terkait lainnya.

Recent Posts

Dua Hari Libur Panjang Wafat Yesus Kristus dan Kebangkitan Yesus Kristus, Jasa Marga Catat 313 Ribu Kendaraan Meninggalkan Jabotabek

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 313.695 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek…

3 jam yang lalu

Gelar Bimbingan Manasik Haji Nasional, Kemenag Raih Rekor MURI

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas terselenggaranya Bimbingan…

4 jam yang lalu

Bertemu Ketua Parlemen Palestina, Puan Sampaikan Dukungan RI Tak Pernah Surut

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani bertemu dengan Ketua Parlemen Palestina, Rawhi Fattouh…

6 jam yang lalu

Mentan: Wapres Gibran Dukung Penuh Pemberantasan Mafia Beras dan Korupsi, Teguran Terjadi di Masa Lalu

MONITOR, Makassar – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meluruskan informasi yang beredar terkait video pidatonya…

6 jam yang lalu

100.000 Visa Haji Reguler Terbit, Jemaah Masuk Asrama 1 Mei

MONITOR, Jakarta - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief menyatakan…

14 jam yang lalu

KKP Berhasil Tambah Kuota Tangkap Tuna untuk Indonesia di Sidang IOTC

MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menambah kuota tangkapan tiga jenis tuna…

16 jam yang lalu